Senin, 30 Maret 2020

KHUSYU' DENGAN ALLOHU AKBAR

Sesaat setelah jam 01:00 berdentang. Semua anggota group ronda kampung beringsut pulang, kecuali Semprul dan Kemprul. Mereka berdua masih duduk berdua di pojokan pos ronda.

Semprul: "Prul, kamu ingat khotib jumat siang tadi berkhutbah bahwa sholat khusyu' dapat diperoleh dengan ikhtiar memahami bacaan dan gerakan sholat?"

Kemprul: "Masih ingat Prul."

Semprul: "Lha terus?"

Kemprul: "Terus piye?! Ha ha...maksudmu dijelaskan contohnya?"

Semprul: "Iya jelaskan contohnya...ha ha, masak jelaskan minum kopinya."
Sambil senyum2 Semprul menyeruput kopi di depannya...dan kemudian menegakkan badannya untuk serius mendengarkan.

Kemprul: "Contohnya bacaan Allohu Akbar yg kalau saat kita membacanya dengan pemahaman bahwa:
1. Alloh Maha Besar sebagai satu2nya tujuan hidup dan segala aktivitasnya.
2. Alloh Maha Besar yg satu2nya bisa menolong.
3. Alloh Maha Besar yang Maha Agung yg hanya satu2nya sesembahan.
4. Alloh Maha Besar kekuasaannya yg menguasai sekecil apapun komponen diri.
5. Alloh Maha Besar yg Mengawasi bahkan gerak gerik hati dan rasa.
Setiap baca Allohu Akbar engkau memahami, menyadari, dan mungkin menyaksikan ke-Allohu Akbar-an di atas, maka anugerah khusyu insya Alloh dihadiahkan kepadamu. Gimana Prul...masuk akal kan?"

Semprul: "Ya ya ya...ayo pulang!"

Kemprul: "Kok buru2 Prul?"

Semprul: "Mau segera praktik Prul. Kalau tdk segera, nanti lupa. Bacaan lainnya kamu jelaskan kapan2 saja."

Kemprul: "Ya ayo."

Mereka berdua kemudian bangkit dari duduk...dan meninggalkan pos ronda...seiring dengan sahut2an ayan jantan berkokok. Semprul berjalan dengan semangat ingin segera praktik Allohu Akbar.

(Kalitirto, 7 Februari 2019)

Kamis, 20 Februari 2020

DIRI BERDOA # LISAN BERDOA

Saat itu Semprul dan Kemprul berjalan pulang habid menghadiri undangan Tasyakuran tetangga mereka yang akan berangkat Umroh. Mereka berjalan agak hati-hati karena masih tersisa beberapa genangan air sisa hujan. Semprul pada saat itu bertanya kepada Kemprul:

Semprul: “Prul, seringkali kamu mengatakan kalau berdoa itu sungguh-sungguh. Lha aku sudah bersungguh-sungguh berdoa agar bisa mendaftar haji…”

Kemprul: “Aku tahu makudmu Prul…kita berhenti dulu di rumahku.”

Saat sudah duduk berdua di teras rumah, Kemprul menjelaskan:

“Saat seseorang SUNGGUH-SUNGGUH BERDOA kepada Allah SWT, maka KESELURUHAN DIRINYA ia kerahkan, bukan hanya lisannya saja, atau pikirannya saja, atau hati dan perasaannya saja, atau ikhtiarnya saja, namun ya LISANNYA, PIKIRANNYA, PERASAANNYA, HATINYA, IKHTIAR GERAKAN LAHIRNYA. Begitu juga saat seseorang MENDIRIKAN SHOLAT, maka yang dimaksud adalah KESELURUHAN DIRINYA: LISANNYA, PIKIRANNYA, PERASAANNYA, HATINYA, IKHTIAR GERAKAN LAHIRNYA.

Kan, saat seseorang berdoa atau sholat yang disebut adalah DIA BERDOA atau DIA SHOLAT, bukan disebut LISAN DIA BERDOA atau TUBUHNYA SHOLAT. Dan Sebutan DIA itu adalah melibatkan seluruh aspek yang ada dalam dirinya, BUKAN hanya salah satu aspek yang ada pada dirinya.

Dengan memakai kacamata penjelasan di atas, memaknai Firman Allah SWT: "Dan Tuhanmu berfirman: 'Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan bagi kalian'." (QS Ghâfir: 60), akan tampak apakah SUDAH betul-betul BERDOA-kah atau BELUM, jangan2 baru LISAN SAJA yang berdoa. Begitu juga SHOLAT, jangan2 baru lahir saja.

Sekarang aku tanya kepadamu Prul...apakah kira-kira selama ini kamu sudah berdoa dan sholat sungguh-sungguh?”

Semprul: “Ya…ya…lagi belajarlah! He he…”

Kemprul: “Sama Prul…kita lagi sama-sama belajar…He he”

(Kalitirto, 20 Februari 2020)

KEHARMONISAN ALAM DAN KETAATAN MANUSIA

Di satu malam, Semprul bertahan tidak segera beranjak pergi dari majelis pengajian. Ia ingin bertanya kepada Kemprul tentang tasbihnya alam semesta.

Semprul: "Prul, tasbihnya alam semesta itu seperti apa tho?!"

Kemprul: "Lho...kok dalam pertanyaamu Prul...sedikit penjelasan secara logisnya begini Prul."

Tasbih itu adalah ungkapan atas kekaguman dan ketundukan yang mendalam. Yang dikerjakan alam semesta dari waktu ke waktu ya itu ketundukannya atas fungsi untuk apa mereka diciptakan.

Contohnya tubuh kita, organ2 tubuh manusia bergerak sesuai prosedur sistematis dan saling mempengaruhi antar satu dengan lainnya dengan ukuran yang proporsional. Begitu juga alam semesta di luar manusia, semua tunduk atas ketentuan Sang Maha Pencipta sesuai fitrah penciptaannya.

Matahari secara sistematis berputar sesuai orbit yang ditentukan. Sinarnya sampai ke bumi dengan ukuran yg proporsional seimbang mempengaruhi dan dipengaruhi lainnya. Sampai saat yg ditentukan keseimbangan itu selalu terjaga dengan ketundukan total (ibadah) alam semesta kepada Sang Maha Pencipta.

Hal potensial yang merusak adalah keluar dari orbit yang ditentukan dan ketidakseimbangan pengaruh antar satu unsur dan lainnya. Keduanya hanya dimiliki oleh jin dan manusia. Oleh karenanya dua makhluk ini diperintah tunduk beribadah bersama-sama alam semesta lainnya.

Salah satu wujud peringatan agar manusia tunduk tdk keluar orbit adalah beribadah shalat. Setiap rekaat sholat mempunyai 360 derajat seperti putaran orbit penuh: berdiri dan duduk adalah posisi 0 derajat; posisi ruku’  90 derajat; posisi sujud pertama 135 derajat; dan posisi sujud kedua 135 derajat. Sehingga untuk setiap rekaat = 90 derajat + 135 + 135 derajat = 360 derajat.

Mengenai keseimbangan atau keadaan harmonis yang dihasilkan dari alam semesta adalah saling keterkaitan memberikan pengaruh secara proposional. Hal ini diserukan kepada manusia dengan amal sholih yang berarti terhindar dari kerusakan atau keburukan. Dari point inilah disebutkan sholat itu mencegah kekejian dan kemungkaran.

"Kok...geleng2 Prul...tdk setujukah?"

Semprul: "Eh...aku geleng2 kah?! He he... bukan karena tidak setuju Prul...lagi ingat katamu tadi itu...kok pertanyaannya mendalam...aku menghubungkannya dengan tasbih dalam sujud itu kan ekspresi sesungguhnya tunduk...aku langsung paham hubungannya...begitu Prul!"

(Kalitirto, 19 Februari 2020)

Jumat, 29 November 2019

NAFSU MANUSIA


Kamis, 05 September 2019

Training Inovasi Pembelajaran Berbasis ICT

Senin, 12 Agustus 2019

Pengantar Model Pembelajaran IBR

Rekaman Pengantar Model Pembelajaran Iqro' Bismirobbik, Klik Read More...

Sabtu, 20 Juli 2019

MODEL PEMBELAJARAN IBR

Silahkan klik Read More...http://bit.ly/2O3aa5h

Kamis, 18 Juli 2019

TASBIHKU, TASBIHMU, TASBIH MEREKA, MUNGKIN BERBEDA


Beberapa orang, teman-teman satu group seperondan dengan Semprul, terburu-buru menemui Kemprul di rumahnya.

Teman Semprul: “Assalamu’alaikum…”

Kemprul yang di belakang rumah sedang menyiangi rumput2 di kebun Sayur Organiknya mendengar lamat2 salam dari depan rumahnya. Kemprul tersenyum sendiri, dan dengan lirih ia berucap, “Alhamdulillah…, Allohu Ya Karim, terima kasih ya Allah yang Maha Pemurah.”  Kemprul kemudian berdiri menjawab salam dari depan rumahnya:

Kemprul: “Wa’alaikumusalam wr. wb.”

Dalam perjalanan menuju depan rumah, Kemprul berkali-kali tersenyum, dan sesampai ia membuka pintu terlihat senyumnya bertambah lebar, dan kemudian dengan membuka pintu ia kembali menjawab:

Kemprul: “Wa’alaikumusalam wr. wb...Alhamdulillah, njanur gunung (tidak seperti biasanya) kalian pagi-2 sampai di sini?”

Teman Semprul: “Iya kang…ini ada yang darurat kang…Semprul tadi hampir tertabrak motor di pinggir portal kereta di utara desa.”

Kemprul: “Kalau hampir berarti tidak tertabrak kan?!.”

Teman Semprul: “Iya kang…tidak tertabrak, cuma sekarang dia di pinggir rel kereta sendirian…agak jauh dari jalan…kadang duduk, tiduran…kelihatan dia sedang asyik. Lha, kami khawatir dia kemasukan jin.”

Kemprul: “Insya Allah tidak apa2…”

Belum sempurna Kemprul menyelesaikan kalimatnya, dari belokan 50 meter dari rumah Kemprul terlihat Semprul membelokkan sepeda motornya ke arah rumah Kemprul.

Kemprul: “Lha itu dia Semprul! Alhamdulillah, nih Prul kamu dibicarakan teman2mu…pada khawatir kamu kemasukan jin di pinggir rel kereta…he he”

Semprul: “Iya Prul, tadi ada yang laur biasa di pinggir portal rel kereta, saat kereta lewat portal tertutup, kan ada suara tit tut tit tut…lha aku merasakan hatiku ikut bersuara Alloh, Alloh, Alloh…dan itu terus prul, sampai sudah selesai itu masih bersuara dan aku menikmatinya, sampai lupa kalau aku di tengah jalan. Lha karena penasaran aku ke pinggir rel yang agak sepi menunggu portal tertutup lagi…dan bunyi itu…terdengar lagi…lalu aku mencoba mengikutinya…dan aku mencoba-coba dengan gerakan tanganku, ataupun dengan naik turun nafasku. Asyik Prul, aku kebayang, untuk mengingatkan kita agar berdzikir, tidak hanya memakai biji tasbih, tapi bisa apapun, suara portal kereta, gerakan langkah kaki, tangan, nafas, dan lain-lain. Lha..tadi aku mencari tempat di pinggir rel ingin mencari yang cocok dengan tasbih apa aku bisa tetap berdzikir kepada Allah SWT. Karena sepertinya setiap orang mempunyai tasbih pengingat dzikir sendiri-sendiri.”

Teman Semprul: “Ooh…Kami kira kamu kemasukan jin Prul! Eeh ternyata sedang belajar dzikir. Prul, kami mau belajar dzikir juga…kami diajari dong!”

Semprul: “Walah…kok minta ajar aku tho?! Lha yang ngajari aku Kemprul kok! Lha kita belajar saja bersama-sama ke Kemprul.”

Kemprul: “Ya monggo…ayo kita belajar bersama-sama…besok malam senin malam selasa jam 20.30 kita belajar bersama-sama.”

Terdengar pengumuman dari masjid, Innalilahi wa inna ilaihi rojiun….dst.

Kemprul: “Yuk kita sekarang kita takziah bareng2.”

Dan mereka kemudian bersama-sama pergi takziah di desa sebelah timur sungai.

(di Lereng Merapi, Kampus UII, 18 Juli 2019)
------------

Diskusi Semprul dan Kemprul Sebelumnya:

MENANAM BENIH IMAN


Setelah perbincangan Kemprul dengan Semprul tentang Bukti Keberadaan Allah SWT dan pengalaman Semprul tersungkur karena hidayah dari Allah SWT, Semprul bertambah semangat belajar kepada Kemprul. Bahkan semangat Semprul tersebut diwarnai seleret kerinduan dan seberkas rasa segannya terhadap Kemprul.

Di saat perasaan percampuran antara semangat, rindu, dan segan tersebut Semprul memberanikan diri mengajukan jadwal rutin belajar kepada Kemprul.

Semprul: “Prul, seandainya aku belajar lebih rutin kepadamu, kamu setuju ndak?”

Kemprul: “Belajar apa Prul? Lha ngaji kamu sudah belajar tiap minggu di pengajian rutin malam Rabu.”

Semprul: “Ini beda Prul. Ini ngaji yang kelanjutannya kemarin2 itu.”

Kemprul: “Lha bukannya, kita selama ini ngobrol2 saja…he he”

Mendengar jawaban Kemprul, Semprul kelihatan bingung, tengok kanan, tengok kiri. Kelihatan ia tmbah bingung dan kemudian berkata:

Semprul: “Lha…entahlah ngobrol atau ngaji itu…gini saja Prul…apapun namanya kita diskusi yang seperti kemarin tapi lebih rutin.”

Kemprul: “Wuih semangat kamu banget Prul, mungkin seperti semangatnya biji kurma.”

Semprul: “Lha kok semangku seperti biji kurma, piye tho?!”

Kemprul: “Lha iya…Pohon Kurma di gurun itu Prul cara menanamnya dengan cara ditanam di dalam tanah sedalam 2-3 meter, kemudian ditimbun dengan bebatuan.”

Semprul: “Lha kok ditimbun dengan bebatuan.”

Kemprul: “Lha itu uniknya seperti semangamu.”

Semprul: “Ok lanjut-lanjut Prul!”

Kemprul: “Setelah ditimbun dengan bebatuan, biji kurma itu tidak menumbuhkan tunas terlebih dahulu, namun ia menghujamkan akarnya terus ke dalam tanah samapi menemukan sumber air yang cukup. Baru kemudian biji kurma itu akan menumbuhkan tunas dan memecahkan bebatuan yang menimbunnya hingga tunas nya tumbuh dan hidup berjuang tak kenal rasa takut akan hawa panas karena sudah mempunyai modal yang kuat yaitu akar yang begitu panjang dan dalam hingga ke sumber mata air di bawah gurun pasir.”

Semprul: “Oh…luar biasa!”

Kemprul: “Begitu juga Prul, orang yang menanam biji atau benih Lailaha Illalloh Muhammadur Rasulullah dalam hatinya dipadu dengan pemahaman yang benar maka keimanan akan tumbuh seperti pohon kurma.”

Semprul: “Maksudnya menanam benih Lailaha Illalloh Muhammadur Rasulullah dalam hati dipadu dengan pemahaman yang benar itu seperti apa Prul?”

Kemprul: “Masak dari tadi tidak terasa Prul?”

Dibilang seperti itu, Semprul celingukan kemudian menarik nafas panjang, terbayang diskusi dengan Kemprul tentang Bukti Keberadaan Allah, bertemu Lik Qosim, Sujud Syukurnya di Musholla Al-Hidayah, kemudian terlihat mata Semprul tergenang air mata. Kemudian sungguh mengejutkan, dadanya bergetar, jantungnya berdegup kencang, kemudian ia setengah berteriak: “Laa Ilaha Illalloh, Muhammadurrosulullah.” Kemudian ia terlihat menangis yang ditahan dan terbata-bata bilang:

Semprul: “Terima kasih Prul…”

Kemprul: “Sama-sama Prul…malam hari ini adalah malam selasa, kita rutinkan diskusi kita setiap hari Senin Malam Selasa setelah Isya’.”

Semprul hanya menganguk pelan sambal menikmati nada indah di jantungnya...yang berbunyi “Laa Ilaha Illalloh, Muhammadurrosulullah”.

(Kalitirto, 10 Juli 2019)

Versi Youtube di link ini.

Diskusi Semprul dan Kemprul Sebelumnya:



Sabtu, 13 Juli 2019

ILMU SYAHADAT

Syahadat (asy-syahādah) berasal dari bahasa Arab yang artinya ia telah memberikan persaksian, memberikan ikrar setia, dan memberikan pengakuan. Syahadat dalam pengertian rukun Islam yang pertama adalah pernyataan diri segenap jiwa dan raga atas persaksian bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah (Rasul-Nya). Syahadat atau persaksian tersebut tidak bisa sempurna kecuali dengan dilandasi ilmu, sebagaimana Firman Allah swt.:
شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ هُوَ وَٱلْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ ٱلْعِلْمِ قَآئِمَاً بِٱلْقِسْطِ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ هُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Ali Imran [3]: 18).
Dalam tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka disebutkan bahwa kata “syahida” di awal ayat di atas bermakna bahwa Allah swt menjelaskan dengan media cipataan-Nya (alam semesta, termasuk manusia di dalamnya) bahwa “Tidak ada tuhan selain Allah.” Dengan media ciptaan Allah SWT lah manusia mampu mengerti, memahami, dan kemudian bersaksi bahwa memang “Tidak ada tuhan selain Allah”.
Sebagai manusia muslim, adalah wajib untuk berilmu. Karena tanpa ilmu maka tidak akan bisa bersaksi. Dan tanpa saksi maka tidak bisa bersyahadat dengan benar. Tanpa ilmu maka persaksian yang dimiliki adalah persaksian yang rapuh yang mudah gugur karena tanpa argumenentasi.
Orang yang berilmu pada ayat QS. Ali Imran [3]: 18 tersebut, secara sederhana adalah orang-orang yang menyediakan waktu, tenaga, akal dan pikirannya untuk menyelidiki keadaan alam ini, baik di bumi ataupun di langit, di laut dan di darat, di binatang dan di tumbuh-tumbuhan, dan di diri manusia sendiri, untuk menggali, mengerti, memahami bahwa “Alam Semesta dan Diri ini adalah Ciptaan Allah swt” dan menuju perkesaksian bahwa memang tidak ada Tuhan melainkan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt.:
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي ٱلآفَاقِ وَفِيۤ أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS. Fusshilat [41]: 53)
Contoh dalam Al-Qur’an tentang orang yang berilmu ini adalah Nabi Ibrahim as. yang menyelidiki alam semesta dalam rangka mencari Tuhan:
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ ٱلْلَّيْلُ رَأَى كَوْكَباً قَالَ هَـٰذَا رَبِّي فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لاۤ أُحِبُّ ٱلآفِلِينَ. فَلَمَّآ رَأَى ٱلْقَمَرَ بَازِغاً قَالَ هَـٰذَا رَبِّي فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأَكُونَنَّ مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلضَّالِّينَ. فَلَماَّ رَأَى ٱلشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَـٰذَا رَبِّي هَـٰذَآ أَكْبَرُ فَلَمَّآ أَفَلَتْ قَالَ يٰقَوْمِ إِنِّي بَرِيۤءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ. إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلأَرْضَ حَنِيفاً وَمَآ أَنَاْ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
"Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku”. Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam”. Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “inilah Tuhanku”. Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”. Kemudian ketika dia melihat matahari terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini lebih besar”. Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, ”Wahai kaumku! Sungguh aku berlepas diri apa yang kamu persekutukan”. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan." (QS. Al-An’am [6]: 76-79).
Untuk membedakan antara bersyahadat orang-orang berilmu dan tidak berilmu dapat di-’rasa’-kan pada kisah-kisah berikut ini:
Ngapunten dan Terima kasih...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More