Senin, 24 September 2018

Ikhlas dan Meng.Nol.kan Ego

Seusai membendung saluran air yang mengairi sawahnya, Semprul duduk mengawasi air yang masuk ke sawahnya. Semprul mengingat kembali percakapannya dengan Kemprul bahwa bisa jadi seseorang yang berumur 35 tahun mempunyai pemahaman yang tidak berbeda dengan anak SD tentang makna ‘Ahad’ dalam ayat 1 surat Al-Ikhlas.

Saat itu dia bertanya: “Memangnya makna Ahad yang dalam itu gimana?”

Kemprul menjawab: “Gambarannya seperti sahabat Bilal, saat beliau disiksa oleh tuannya karena masuk Islam, dicambuk, dijemur di padang pasir, ditindihkan badannya batu besar yang panas, beliau hanya menyebut Ahad, Ahad, Ahad.”

Saat itu Semprul reflex menjawab: “Waouw…sulit berarti ya Prul, praktisnya gimana caranya Prul?”

Kemprul menjawab: “Belajar meng.nol.kan ego dan berdoa.”

Semprul membatin: “Besok kalau ketemu Kemprul lagi aku akan tanyakan makna dari meng.nol.kan ego.”

Semprul kemudian berdiri mengelilingi sawahnya dan memperhatikan air yang mulai meresap ke sudut2 sawahnya. Sementara malam semakin lengang…dan sayup2 terdengar dialog Semar dan Mbilung dari radio di sebuah rumah tetangganya.

(Karangmalang, 24 September 2018)

Ikhlas: Ruh Amal

Musholla Al-Hidayah saat itu lengang…jamaah sudah pulang kecuali Kemprul dan Semprul. Musholla Al-Hidayah yang terletak di tengah2 kebun…agak jauh dari perumahan warga kampung…menjadikan suasana lenggang menentramkan.

Semprul duduk di serambi musholla, sementara Kemprul masih di dalam musholla. Semprul sengaja menunggu Kemprul, karena dia ingin benar2 belajar Ikhlas. Semprul melihat sosok Kemprul di dalam Musholla. Kemprul duduk bersila, tepekur diam…Semprul membatin: “apa yang sedang dilakukan Kemprul ya?” Saat Semprul membatin itu…Kemprul kelihatan bergerak dan berdiri dan berjalan menuju ke arah Semprul.

Kemprul: “Kok belum pulang Prul?”

Semprul: “Kan menunggumu.”

Kemprul: “Ada apa e?!”

Semprul: “Aku ingin belajar yang kemarin itu Prul…Ikhlas seperti surat al-Ikhlas…Tidak ada kata Ikhlas dalam surat Al-Ikhlas. Menurutmu bisa dimulai dari mempelajari Surat Al-Ikhlas lebih mendalam.”

Kemprul: “Ya memang benar seperti itu, kalau ada orang mengatakan bahwa dia melakukan shodaqoh, umpamanya. Dia bilang ‘saya ikhlas’ maka tidak sama dengan Ikhlas dalam konsep surat al-Ikhlas. Ikhlas itu betul-betul tidak terlihat, karena sesungguhnya yang terlihat hanya indikatornya saja.”

Semprul: “Terus…mempelajari ikhlas dari surat Al-Ikhlas itu mempelajari ayat-ayatnya kan?!”

Kemprul: “Benar…tapi ini dulu Prul…ikhlas itu benar2 tidak terlihat, sebagaimana dlgambarkan oleh seorang ulama besar Prul, namanya terkenal disebut dengan Ibnu Athaillah As-Sakandari. Menurutnya Ikhlas itu ruh dari amal. Sebagaiamana ruh kita yang tidak kelihatan, maka ruh amal juga tidak kelihatan. Sebagaimana ruh pada tubuh yang mempunyai daya hidup, yang apabila ruh tidak ada tubuh menjadi mati, maka amal juga seperti itu, kalau tidak ada ikhlas, maka amal kita seperti bangkai.”

Semprul: “Mati…seperti bangkai…emm…”

Kemprul: “Lha…untuk bisa benar2 Ikhlas…maka seseorang harus benar menghikmati Al-Ahad…Qul Huwa Allohu Ahad. Katakanlah, Dia adalah Esa.”

Semprul: “Aku sejak dulu sudah hafal Prul.”

Kemprul: “Ya benar juga, anak SD juga hafal. Namun sekarang umurmu sudah 35an tahun, apakah sudah
lebih mendalam maknanya daripada anak SD.”

Semprul: “Mendalam gimana maksudnya?”

Kemprul: “Salah satunya, apakah kamu sudah benar2 merasa diperintah Allah SWT untuk mengatakan Allah adalah Esa? Al-Qur’an itu untuk pedoman untuk kita bagaimana cara beriman, beribadah, dan bermuamalah. Oleh karenanya saat ada ayat ‘Katakanlah Allah adalah Esa’, maka kita juga selayaknya meniru Rasulullah SAW juga mengatakan Allah adalah Esa.”

Semprul: “Iya ya, aku baru kepikiran sekarang. Berarti aku seperti anak SD ya Prul he he.”

Kemprul: “Masak ada anak SD umur 35 tahun Prul…he he."

Kemprul dan Semprul tersenyum…seperti senyum rembulan di tanggal 6.

(Kalitirto, 21 September 2018)

Jumat, 21 September 2018

ORANG PINGGIRAN DALAM PANDANGAN RASULULLAH SAW

Hadis Pertama:

Dari Mush’ab bin Sa’ad, beliau berkata bahwa Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu memandang dirinya memiliki keutamaan di atas yang lainnya (dari para sahabat). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Bukankah kalian ditolong (dimenangkan) dan diberi rezeki melainkan dengan sebab orang-orang yang lemah di antara kalian?”

[Imam al Bukhari, di dalam Shahih-nya, Kitab al Jihad was-Siyar, Bab Man Ista’ana bidh- Dhu’afa-i wash Shalihina fil-Harbi, nomor (2896) dari jalan Muhammad bin Thalhah, dari Thalhah, dari Mush’ab bin Sa’ad.]

Hadis Kedua:

Dari Mush’ab bin Sa’ad, dengan lafazh: Dari ayahnya (yakni, Sa’ad bin Abi Waqqash), ia menyangka bahwa dirinya memiliki keutamaan di atas yang lainnya (dari para sahabat), Maka Nabiyullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah menolong umat ini dengan sebab orang yang lemah dari mereka, yaitu dengan sebab doa mereka, shalat mereka, dan keikhlasan mereka”.

[Imam an-Nasa-i di dalam Sunan-nya (al-Mujtaba), Kitab al Jihad, Bab al Istinsharu bidh-Dha’if, nomor hadits (3178), dari jalan Mis’ar, dari Thalhah bin Musharrif]

Kamis, 20 September 2018

Ikhlas

Cuaca saat itu panas, Kemprul dan Semprul, dua sahabat sejak kecil bersepakat untuk berhenti di kedai dawet bu Merti untuk istirahat. Setengah hari mereka berkeliling untuk menyebar undangan pernikahan saudara sepupu Kemprul yang akan menikah di bulan Maulid dua pekan mendatang. Sambil menunggu dawet disediakan, mereka ngobrol dengan santai.

Semprul: “Prul, seminggu yang lalu saya mendengarkan kultum Malam Rabu di Musholla, lik Qosim yang menyampaikan, bahwa Ikhlas itu seperti surat Al-Ikhlas. Namanya surat Al-Ikhlas, tetapi di dalam surat tersebut tidak ada satupun kata yang menyebut kata Ikhlas.”

Kemprul: “Benar itu Prul, memang tidak ada satupun kata Ikhlas di dalam surat Al-Ikhlas. Berbeda dengan surat2 yang lain. Surat Al-Baqoroh ada kata Baqoroh, surat Al-Falaq menyebut kata Al-Falaq, surat An-Nas menyebut kata An-Nas.”

Semprul: “Menurut lik Qosim, hal itu menunjukkan bahwa Ikhlas itu benar-benar hanya untuk/karena lil-Allah ta’ala. Mulai ayat 1 sampai 4 semuanya menunjukkan Sifat-sifat Allah SWT.”

Kemprul: “Cocok Prul, lik Qosim terus menjelaskan gimana?”

Semprul: “Lik Qosim menjelaskan, kalau ingin belajar Ikhlas, maka belajarlah surat Al-Ikhlas secara mendalam.”

Kemprul: “Benar itu…”

Dawet datang dibawa bu Merti…ada tiga mangkuk…

Bu Merti: “Monggo…Silahkan…!”

Kemprul: “Njih…kok tiga bu?”

Semprul: “Tadi aku pesan tiga prul…kan ganjil lebih baik…he he.”

Kemprul dan Bu Merti tertawa bareng mendengar Semprul menjelaskan…

Kemprul: “Prul, kalau ingin belajar ihklas…yang satu mangkuk…dawetnya buat aku ya.”

Mereka bertiga tertawa bareng2…sampai2 bu Merti masih tertawa sambal duduk di depan gerobaknya.

Setelah meminum semangkuk dawet..Semprul kemudian bertanya.

Semprul: “Prul…aku ingin belajar ikhlas beneran.”

Kemprul: “Ya itu tadi Prul, bisa dimulai dengan memahami surat Al-Ikhlas.”

Semprul: “Aku diajari ya.”

Kemprul: “Insya Alloh.”

Semprul melanjutkan minum mangkuk kedua dawetnya…ada perasaan bahagia dan serasa manis seperti dawet yang ia minum…ia membatin: “Ikhlas seperti surat al-Ikhlas…Tidak ada kata Ikhlas dalam surat Al-Ikhlas. Sepertinya menarik ini.”

(Kalitirto, 20 September 2018)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More