Sabtu, 13 Juli 2019

ILMU SYAHADAT

Syahadat (asy-syahādah) berasal dari bahasa Arab yang artinya ia telah memberikan persaksian, memberikan ikrar setia, dan memberikan pengakuan. Syahadat dalam pengertian rukun Islam yang pertama adalah pernyataan diri segenap jiwa dan raga atas persaksian bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah (Rasul-Nya). Syahadat atau persaksian tersebut tidak bisa sempurna kecuali dengan dilandasi ilmu, sebagaimana Firman Allah swt.:
شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ هُوَ وَٱلْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ ٱلْعِلْمِ قَآئِمَاً بِٱلْقِسْطِ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ هُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Ali Imran [3]: 18).
Dalam tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka disebutkan bahwa kata “syahida” di awal ayat di atas bermakna bahwa Allah swt menjelaskan dengan media cipataan-Nya (alam semesta, termasuk manusia di dalamnya) bahwa “Tidak ada tuhan selain Allah.” Dengan media ciptaan Allah SWT lah manusia mampu mengerti, memahami, dan kemudian bersaksi bahwa memang “Tidak ada tuhan selain Allah”.
Sebagai manusia muslim, adalah wajib untuk berilmu. Karena tanpa ilmu maka tidak akan bisa bersaksi. Dan tanpa saksi maka tidak bisa bersyahadat dengan benar. Tanpa ilmu maka persaksian yang dimiliki adalah persaksian yang rapuh yang mudah gugur karena tanpa argumenentasi.
Orang yang berilmu pada ayat QS. Ali Imran [3]: 18 tersebut, secara sederhana adalah orang-orang yang menyediakan waktu, tenaga, akal dan pikirannya untuk menyelidiki keadaan alam ini, baik di bumi ataupun di langit, di laut dan di darat, di binatang dan di tumbuh-tumbuhan, dan di diri manusia sendiri, untuk menggali, mengerti, memahami bahwa “Alam Semesta dan Diri ini adalah Ciptaan Allah swt” dan menuju perkesaksian bahwa memang tidak ada Tuhan melainkan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt.:
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي ٱلآفَاقِ وَفِيۤ أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS. Fusshilat [41]: 53)
Contoh dalam Al-Qur’an tentang orang yang berilmu ini adalah Nabi Ibrahim as. yang menyelidiki alam semesta dalam rangka mencari Tuhan:
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ ٱلْلَّيْلُ رَأَى كَوْكَباً قَالَ هَـٰذَا رَبِّي فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لاۤ أُحِبُّ ٱلآفِلِينَ. فَلَمَّآ رَأَى ٱلْقَمَرَ بَازِغاً قَالَ هَـٰذَا رَبِّي فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأَكُونَنَّ مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلضَّالِّينَ. فَلَماَّ رَأَى ٱلشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَـٰذَا رَبِّي هَـٰذَآ أَكْبَرُ فَلَمَّآ أَفَلَتْ قَالَ يٰقَوْمِ إِنِّي بَرِيۤءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ. إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلأَرْضَ حَنِيفاً وَمَآ أَنَاْ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
"Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku”. Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam”. Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “inilah Tuhanku”. Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”. Kemudian ketika dia melihat matahari terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini lebih besar”. Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, ”Wahai kaumku! Sungguh aku berlepas diri apa yang kamu persekutukan”. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan." (QS. Al-An’am [6]: 76-79).
Untuk membedakan antara bersyahadat orang-orang berilmu dan tidak berilmu dapat di-’rasa’-kan pada kisah-kisah berikut ini:
Ngapunten dan Terima kasih...

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More