Jumat, 06 September 2024

KEINGINANMU UNTUK MENGEJAR SEBAB-SEBAB DUNIA...MERUPAKAN KEMUNDURAN DARI CITA-CITA YANG TINGGI

Materi FGD 3: diskusi sebelumnya di link ini.

Materi FGD 4: Insya Allah Sabtu Pahing, 7 September 2024

Itulah makna dari bagian pertama hikmah Ibnu Atha'illah yang kedua yang sedang kita jelaskan, yaitu: "Keinginanmu untuk melepaskan diri dari keterikatan dengan dunia, padahal Allah telah menempatkanmu dalam sebab-sebab dunia, berasal dari syahwat yang tersembunyi."

أَمَّا الشَّطْرُ الثَّانِي مِنْهَا فَهُوَ قَوْلُهُ: «وَإِرَادَتُكَ الْأَسْبَابَ مَعَ إِقَامَةِ اللهِ إِيَّاكَ فِي التَّجْرِيدِ انْحِطَاطٌ عَنِ الْهِمَّةِ الْعَلِيَّةِ».

Adapun bagian kedua dari hikmah tersebut adalah perkataannya: "Dan keinginanmu untuk mengejar sebab-sebab dunia, padahal Allah telah menempatkanmu dalam keadaan terlepas dari keterikatan dunia, merupakan kemunduran dari cita-cita yang tinggi."

هُنَالِكَ أَشْخَاصٌ جَرَّدَهُمُ اللهُ تَعَالَى عَنْ مَجَالِ التَّعَامُلِ مَعَ الْأَسْبَابِ، أَوْ هِيَ حَالَةٌ شَرْعِيَّةٌ أَوْ وَاقِعِيَّةٌ تَمُرُّ بِهِمْ تُبْعِدُهُمْ عَنْ مَجَالِ التَّعَامُلِ مَعَهَا. زَيْدٌ مِنَ النَّاسِ مِثْلًا لَيْسَتْ فِي عُنُقِهِ مَسْؤُولِيَّةُ زَوْجَةٍ وَلَا أَوْلَادٍ وَلَا أَيٍّ مِنَ الْأَقَارِبِ وَالْأَرْحَامِ، وَعِنْدَهُ بُلْغَةٌ مِنَ الْعَيْشِ وَمُقَوِّمَاتِهِ، يَتَقَاذَفُهُ عَامِلَانِ، يَخْتَصِمَانِ فِي نَفْسِهِ يَقُولُ لَهُ الْعَامِلُ الْأَوَّلُ: هَا أَنْتَ تَمْلِكُ مِنْ أَسْبَابِ الْعَيْشِ مَا يَكْفِيكَ فَلِمَاذَا لَا تَكْتَفِي بِهَذِهِ الْبُلْغَةِ؟ وَلِمَاذَا لَا تَسْتَعِيضُ عَنِ الْمَزِيدِ الَّذِي لَا حَاجَةَ لَكَ إِلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا بِطَلَبِ الْعِلْمِ وَالتَّوَسُّعِ فِي مَعْرِفَةِ شَرَائِعِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَتَوْفِيرِ مَا لَدَيْكَ مِنْ فَائِضِ الْوَقْتِ وَالْجُهْدِ لِلطَّاعَاتِ وَالْقُرُبَاتِ وَخِدْمَةِ دِينِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ؟ 

Ada orang-orang yang Allah Subhanahu wa Ta'ala lepaskan dari urusan yang mengharuskan mereka berurusan dengan sebab-sebab dunia, atau kondisi syar'i atau kenyataan hidup yang mereka alami menjauhkan mereka dari hal itu. Misalnya, seorang pria tidak memiliki tanggung jawab terhadap istri, anak, atau kerabat, dan dia memiliki cukup harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam dirinya terjadi pergulatan antara dua keinginan. Keinginan pertama berkata kepadanya: "Kamu sudah memiliki kecukupan dalam urusan dunia, jadi mengapa tidak mencukupkan diri dengan apa yang kamu miliki? Mengapa tidak memanfaatkan waktu dan tenagamu yang tersisa untuk mencari ilmu, memperluas pengetahuan tentang syariat Allah, dan mengabdikan diri pada ketaatan serta ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala?"

وَيَقُولُ لَهُ الْعَامِلُ الثَّانِي: قُمْ فَاطْرُقْ بَابَ الْمَزِيدِ مِنَ الرِّزْقِ، لَاحِقْ سُبُلَ الْكَدْحِ وَالتِّجَارَةِ، وَابْحَثْ عَنِ الْأَسْبَابِ الَّتِي تَزِيدُكَ رَفَاهِيَةً وَغِنًى، فَإِنَّ اللهَ يَكْرَهُ الْعَبْدَ الْبَطَّالَ، وَقَدْ كَانَ عُمَرُ يُلَاحِقُ الْبَطَّالِينَ فِي الْمَسْجِدِ بِدُرَّتِهِ. تَرَى مَا الَّذِي يَنْبَغِي أَنْ يَفْعَلَهُ هَذَا الْإِنْسَانُ، وَلِأَيِّ النِّدَاءَيْنِ يَسْتَجِيبُ؟

يُجِيبُ عَنْ هَذَا السُّؤَالِ الْمَقْطَعُ الثَّانِي مِنْ حِكْمَةِ ابْنِ عَطَاءِ اللهِ، وَهُوَ قَوْلُهُ: "وَإِرَادَتُكَ الْأَسْبَابَ مَعَ إِقَامَةِ اللهِ إِيَّاكَ فِي التَّجْرِيدِ انْحِطَاطٌ عَنِ الْهِمَّةِ الْعَلِيَّةِ".

Dan keinginan kedua berkata kepadanya: "Bangkitlah dan cari rezeki lebih banyak, kejarlah jalan usaha dan perdagangan, dan carilah sebab-sebab yang dapat menambah kemakmuran dan kekayaanmu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hamba yang pengangguran, dan Umar (bin Khattab) pernah mengejar orang-orang yang menganggur di masjid dengan tongkatnya." Maka, apa yang seharusnya dilakukan oleh orang ini, dan seruan mana yang seharusnya ia penuhi? 

Jawaban untuk pertanyaan ini terletak pada bagian kedua dari hikmah Ibnu Athaillah, yaitu perkataannya: "Dan keinginanmu untuk mengejar sebab-sebab dunia, padahal Allah telah menempatkanmu dalam keadaan terlepas dari keterikatan dunia, merupakan kemunduran dari cita-cita yang tinggi." 

مَعْنَى هَذَا الْكَلَامِ: إِذَا كُنْتَ تُرِيدُ أَنْ تَرْكَنَ إِلَى الدَّعَةِ وَالْكَسَلِ اعْتِمَادًا عَلَى مَا عِنْدَكَ مِنْ بُلْغَةِ الْعَيْشِ فَتَأْكُلَ وَتَشْرَبَ وَتَلْهُوَ وَتَنَامَ إِلَى أَنْ تَمُوتَ، فَاعْلَمْ أَنَّ هَذِهِ هِيَ حَيَاةُ الْبَهَائِمِ. أَمَّا إِنْ كَانَ قَصْدُكَ أَنْ تَتَّجِهَ بَعْدَ أَنْ جَعَلَكَ اللهُ طَلِيقًا مِنَ الْأَسْبَابِ وَحُقُوقِهَا عَلَيْكَ إِلَى دِرَاسَةِ دِينِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَخِدْمَةِ شَرَائِعِهِ مُسْتَغْنِيًا بِذَلِكَ عَنِ الْوَظَائِفِ الدُّنْيَوِيَّةِ وَمَسَالِكِ التَّوَسُّعِ فِي الرِّزْقِ فَهَذَا هُوَ النَّهْجُ الصَّحِيحُ وَالسُّلُوكُ الْأَمْثَلُ، وَهُوَ الْأَلْيَقُ بِأَصْحَابِ النُّفُوسِ الْعَالِيَةِ وَذَوِي الْهِمَمِ السَّامِيَةِ.

Makna dari perkataan ini adalah: Jika keinginanmu adalah untuk bersantai dan bermalas-malasan karena merasa cukup dengan rezeki yang ada, sehingga kamu hanya makan, minum, bersenang-senang, dan tidur hingga mati, maka ketahuilah bahwa ini adalah kehidupan binatang. Namun, jika niatmu adalah untuk mengarahkan diri, setelah Allah membebaskanmu dari keterikatan pada sebab-sebab dunia dan tanggung jawabnya, untuk mempelajari agama Allah dan melayani syariat-Nya, dengan menghindari pekerjaan duniawi dan jalan-jalan untuk memperluas rezeki, maka inilah jalan yang benar dan perilaku yang terbaik, serta lebih layak bagi mereka yang memiliki jiwa yang tinggi dan cita-cita yang mulia. 

ذَلِكَ لِأَنَّ اللهَ - وَقَدْ أَبْعَدَكَ عَنِ الْقَرَابَةِ وَالْأَرْحَامِ وَأَغْنَاكَ عَنِ الزَّوْجَةِ وَذُيُولِهَا - أَقَامَكَ مِنْ ذَلِكَ فِي التَّجْرِيدِ، وَلَمْ يُقِمْكَ فِي عَالَمِ الْأَسْبَابِ. فَخَيْرٌ لَكَ إِذَنْ مِنْ مُلَاحَقَةِ الْأَسْبَابِ الَّتِي أَبْعَدَهَا اللهُ عَنْكَ، أَنْ تَسْتَجِيبَ لِلْحَقِّ الَّذِي يُلَاحِقُكَ، مِنْ خِدْمَةِ دِينِهِ وَدِرَاسَةِ شَرَائِعِهِ، أَوْ أَنْ تَلْتَحِقَ بِصُفُوفِ الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِهِ، إِنْ تَفَتَّحَتْ لَكَ إِلَى ذَلِكَ سُبُلٌ شَرْعِيَّةٌ صَحِيحَةٌ. 

Hal ini karena Allah, setelah menjauhkanmu dari tanggung jawab terhadap keluarga dan kerabat, dan mencukupkanmu tanpa istri dan tanggungannya, telah menempatkanmu dalam keadaan terlepas dari keterikatan dunia, dan tidak menempatkanmu di dunia sebab-sebab. Maka, lebih baik bagimu daripada mengejar sebab-sebab dunia yang telah Allah jauhkan darimu adalah merespons seruan kebenaran yang menghampirimu, seperti melayani agama-Nya, mempelajari syariat-Nya, atau bergabung dengan barisan para pejuang di jalan-Nya, jika ada jalan yang sah dan benar untuk melakukannya.

فَإِنْ قَالَ هَذَا الْإِنْسَانُ: وَلَكِنَّ الْعَمَلَ أَيْضًا عِبَادَةٌ، وَقَدْ قَالَ اللهُ كَذَا وَكَذَا. وَقَالَ رَسُولُ اللهِ كَذَا وَكَذَا . فَلْيَعْلَمْ هَذَا الْإِنْسَانُ أَنَّ هَذَا الْخَاطِرَ الَّذِي يُرَاوِدُهُ إِنَّمَا هُوَ تَسْوِيلٌ مِنَ الشَّيْطَانِ لَهُ. وَأَنَّهُ لَيْسَ إِلَّا نَتِيجَةَ انْحِطَاطٍ مِنَ الْهِمَّةِ الْعَلِيَّةِ، كَمَا قَالَ ابْنُ عَطَاءِ اللهِ. 

Jika seseorang berkata: "Namun, bekerja juga merupakan ibadah, dan Allah telah berfirman begini dan begitu, dan Rasulullah ﷺ juga bersabda begini dan begitu," maka ketahuilah bahwa pemikiran tersebut sebenarnya adalah godaan dari setan. Hal ini adalah hasil dari kemunduran cita-cita tinggi, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Athaillah.

وَلَوْ كَانَ هَذَا الْخَاطِرُ رَبَّانِيًّا صَحِيحًا، إِذَنْ لَكَانَ عَلَيْنَا أَنْ نُسَفِّهَ عَمَلَ عَشَرَاتِ الْوَافِدِينَ إِلَى هَذِهِ الْبَلْدَةِ فِي كُلِّ عَامٍ، شَبَابٌ أَشِدَّاءُ سَاقَهُمُ التَّجَرُّدُ مِنْ أَثْقَالِ الْأَسْبَابِ الْمَعِيشِيَّةِ إِلَى التَّغَرُّبِ عَنْ أَوْطَانِهِمْ، لِدِرَاسَةِ الْإِسْلَامِ وَأَحْكَامِ الدِّينِ فِي هَذِهِ الْبَلْدَةِ الَّتِي سَمِعُوا الْكَثِيرَ عَنْ فَضْلِهَا وَبَرَكَتِهَا وَمَزَايَاهَا. لَقَدْ كَانَ بِوُسْعِهِمْ أَنْ يَضِيقُوا ذَرْعًا بِالتَّجَرُّدِ الَّذِي أَقَامَهُمُ اللهُ فِيهِ، وَأَنْ يَتَكَلَّفُوا الْبَحْثَ عَنْ وَسَائِلَ لِجَمْعِ الْمَزِيدِ مِنَ الْمَالِ وَالثَّرَوَاتِ، وَلَكِنَّهُمْ تَعَامَلُوا مَعَ التَّجَرُّدِ الَّذِي أَقَامَهُمُ اللهُ فِيهِ، وَانْتَهَزُوا فُرْصَةَ تِلْكَ الْحَالِ الَّتِي قَدْ تَغِيبُ عَنْ حَيَاتِهِمْ وَلَا تَعُودُ، فَأَقْبَلُوا إِلَى مَعَاهِدِ دِمَشْقَ يَعْكُفُونَ فِيهَا عَلَى دِرَاسَةِ دِينِ اللهِ، لِيَعُودُوا رُسُلَ هِدَايَةٍ وَتَعْلِيمٍ إِلَى أَوْطَانِهِمْ. 

Jika pemikiran itu benar-benar dari Allah, maka kita harus mengecam pekerjaan puluhan pemuda yang datang setiap tahun ke kota ini, meninggalkan tanah air mereka demi mempelajari Islam dan hukum-hukum agama di sini, tempat yang mereka dengar memiliki banyak keutamaan, berkah, dan kelebihan.

Mereka bisa saja tergoda untuk meninggalkan keterlepasan dari sebab-sebab dunia yang telah Allah tetapkan, dan berusaha mencari lebih banyak harta dan kekayaan, tetapi mereka memilih untuk memanfaatkan kesempatan yang mungkin tidak akan terulang dalam hidup mereka. Mereka memilih untuk mendalami agama Allah di lembaga-lembaga Damaskus agar bisa kembali ke tanah air mereka sebagai pembawa petunjuk dan pengajaran.

هَؤُلَاءِ الشَّبَابُ، مَا دَامُوا لَمْ يَقْطَعُوا أَنْفُسَهُمْ عَنْ مَسْؤُولِيَّاتٍ عَائِلِيَّةٍ أَوْ اجْتِمَاعِيَّةٍ أَوْ سِيَاسِيَّةٍ أَنَاطَهَا اللهُ بِهِمْ، عِنْدَمَا جَاؤُوا يَنْتَجِعُونَ عُلُومَ الْإِسْلَامِ، فِي هَذِهِ الْبَلْدَةِ، فَإِنَّا لَا بُدَّ أَنْ نَنْظُرَ إِلَيْهِمْ بِعَيْنِ الْإِكْبَارِ، وَأَنْ نَعُدَّهُمْ صِنْفًا مُمَيَّزًا مِنَ الْبَشَرِ، نَسْتَرْحِمُ اللهَ بِهِمْ. وَلَكِنْ لَوْ أَنَّ رَجُلًا وَضَعَهُ اللهُ تَحْتَ مَسْؤُولِيَّةِ زَوْجَةٍ وَأَوْلَادٍ، أَوْ تَحْتَ مَسْؤُولِيَّةِ رِعَايَةٍ سِيَاسِيَّةٍ أَوِ اجْتِمَاعِيَّةٍ لِأُمَّتِهِ أَوْ أَهْلِ بَلْدَتِهِ، فَتَرَكَ الْمَهَمَّةَ الَّتِي أَقَامَهُ اللهُ عَلَيْهَا وَجَعَلَ مِنْهُ سَبَبًا لِإِصْلَاحِ حَالٍ أَوْ لِتَحْقِيقِ خَيْرٍ، وَأَقْبَلَ إِلَى مِثْلِ هَذِهِ الْبَلْدَةِ يَطْلُبُ الْعِلْمَ أَوْ سَعَى إِلَى الِانْدِمَاجِ فِي صُفُوفِ الْمُجَاهِدِينَ، فَهُوَ مُخَالِفٌ بِذَلِكَ لِنِظَامِ الْإِسْلَامِ وَهَدْيِهِ، وَمُتَكَلِّفٌ تَنْقِيضَ مَا أَقَامَهُ اللهُ فِيهِ وَكَلَّفَهُ بِهِ.

Para pemuda ini, selama mereka tidak meninggalkan tanggung jawab keluarga, sosial, atau politik yang Allah bebankan kepada mereka saat datang untuk menuntut ilmu di kota ini, harus kita pandang dengan rasa hormat dan anggap sebagai kelompok manusia yang istimewa, yang melalui mereka kita memohon rahmat Allah. Namun, jika seseorang yang telah Allah berikan tanggung jawab atas keluarga, atau tanggung jawab politik atau sosial untuk umatnya atau penduduk kotanya, meninggalkan tugas yang telah Allah tetapkan baginya, yang merupakan sarana perbaikan atau kebaikan, dan malah datang ke kota ini untuk menuntut ilmu atau bergabung dengan barisan pejuang, maka ia telah melanggar aturan dan petunjuk Islam, serta menyalahi tugas yang Allah telah tetapkan untuknya.

وَمِنْ هُنَا نَعْلَمُ أَنَّ الشَّرْعَ هُوَ الْمِيزَانُ الَّذِي بِهِ يُعْلَمُ حَالُ الْإِنْسَانِ، هِيَ حَالُ تَجَرُّدٍ وَتَحَرُّرٍ مِنَ الْأَسْبَابِ، أَمْ هِيَ حَالُ تَقَيُّدٍ بِهَا وَتَعَامُلٍ مَعَهَا. فَإِنْ تَجَاوَزَ مِيزَانَ الشَّرْعِ إِلَى اتِّبَاعِ مَا يَحْلُو لَهُ أَوْ تَهْفُو إِلَيْهِ نَفْسُهُ، إِذَنْ لَا بُدَّ أَنْ يَنْحَرِفَ إِلَى مَا سَمَّاهُ ابْنُ عَطَاءِ اللهِ «الشَّهْوَةَ الْخَفِيَّةَ» أَوْ إِلَى مَا سَمَّاهُ «الْهُبُوطَ عَنِ الْهِمَّةِ الْعَلِيَّةِ». وَإِلَيْكَ طَائِفَةً مِنَ التَّطْبِيقَاتِ الَّتِي تُبَصِّرُكَ بِهَذَا الْقَانُونِ الشَّرْعِيِّ الدَّقِيقِ وَسُبُلِ التَّعَامُلِ مَعَهُ:

Dari sini kita memahami bahwa syariat adalah timbangan yang digunakan untuk mengetahui keadaan seseorang, apakah dia dalam keadaan terlepas dan bebas dari sebab-sebab duniawi, ataukah dia terikat dan berhubungan dengan sebab-sebab tersebut. Jika seseorang melampaui timbangan syariat untuk mengikuti apa yang ia sukai atau yang diinginkan oleh nafsunya, maka pasti ia akan menyimpang menuju apa yang disebut oleh Ibnu Athaillah sebagai "syahwat tersembunyi" atau "kemunduran dari cita-cita tinggi." Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan yang akan menjelaskan hukum syariat ini dan cara menghadapinya:

الْمِثَالُ الْأَوَّلُ: مَجْمُوعَةٌ مِنَ النَّاسِ تَوَجَّهُوا حُجَّاجًا إِلَى بَيْتِ اللهِ الْحَرَامِ. أَمَّا الْبَعْضُ مِنْهُمْ فَمُتَحَرِّرُونَ مِنْ سَائِرِ الْقُيُودِ وَالتَّبِعَاتِ وَالْمَسْؤُولِيَّاتِ، مُتَفَرِّغُونَ لِأَدَاءِ هَذِهِ الشَّعِيرَةِ، مُقْبِلُونَ إِلَى مَزِيدٍ مِنَ الْعِبَادَاتِ وَالْقُرُبَاتِ. وَأَمَّا بَعْضُهُمْ فَأَطِبَّاءُ أُنِيطَتْ بِهِمْ مَسْؤُولِيَّةُ الرِّعَايَةِ الْجِسْمِيَّةِ لِلْحُجَّاجِ وَمُعَالَجَةُ مَنْ يَتَعَرَّضُونَ مِنْهُمْ لِلْآلَامِ أَوِ الْأَسْقَامِ، أَوْ مُتَعَهِّدُونَ أُنِيطَتْ بِهِمْ مَسْؤُولِيَّةُ تَوْفِيرِ عَوَامِلِ الرَّاحَةِ وَالْحَاجَاتِ الَّتِي لَا بُدَّ مِنْهَا لَهُمْ. 

Contoh pertama: Sekelompok orang yang berangkat haji ke Baitullah. Sebagian dari mereka bebas dari semua ikatan, tanggung jawab, dan kewajiban, dan mereka sepenuhnya fokus untuk menjalankan ibadah ini serta lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan beribadah dan berbuat kebaikan. Sebagian lainnya adalah para dokter yang bertanggung jawab atas kesehatan para jamaah haji dan merawat mereka yang mengalami sakit atau cedera, atau mereka yang bertugas menyediakan sarana kenyamanan dan kebutuhan yang diperlukan bagi para jamaah.

أَمَّا الطَّائِفَةُ الْأُولَى فَهِيَ تَمُرُّ مِنَ الْوَضْعِ الَّذِي هِيَ فِيهِ بِمَا سَمَّاهُ ابْنُ عَطَاءِ اللهِ حَالَ التَّجَرُّدِ أَوِ التَّجْرِيدِ، فَالْمَطْلُوبُ مِنْهَا أَنْ تُقْبِلَ إِلَى مَا قَدْ فَرَّغَهَا اللهُ لَهُ مِنْ كَثْرَةِ الْعِبَادَاتِ وَالْقُرُبَاتِ وَالْأَذْكَارِ وَالِاسْتِزَادَةِ مِنَ النَّوَافِلِ. 

Adapun kelompok pertama, mereka berada dalam keadaan yang disebut oleh Ibnu Athaillah sebagai "keadaan tajrid," yaitu keadaan di mana mereka terlepas dari urusan duniawi. Maka, yang diharapkan dari mereka adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan banyak beribadah, berbuat kebaikan, berzikir, dan memperbanyak amalan sunnah.

وَأَمَّا الطَّائِفَةُ الثَّانِيَةُ، فَهِيَ تَمُرُّ مِنَ الْوَضْعِ الَّذِي هِيَ فِيهِ بِمَا سَمَّاهُ ابْنُ عَطَاءِ اللهِ مَرْحَلَةَ الْإِقَامَةِ فِي الْأَسْبَابِ. فَالْمَطْلُوبُ مِنْ أَفْرَادِ هَذِهِ الطَّائِفَةِ التَّعَامُلُ مَعَ الْأَسْبَابِ الَّتِي أَقَامَهُمُ اللهُ فِيهَا وَأَلْزَمَهُمْ بِهَا. فَالطَّبِيبُ مِنْهُمْ مُكَلَّفٌ بِرِعَايَةِ الْكُتْلَةِ الَّتِي كُلِّفَ بِالسَّهَرِ عَلَى صِحَّتِهَا وَمُعَالَجَةِ الْمَرْضَى وَأُولِي الْأَسْقَامِ فِيهَا. وَمُتَعَهِّدُو الْخِدْمَاتِ الْأُخْرَى مُكَلَّفُونَ بِالْقِيَامِ بِمَا قَدْ تَعَهَّدُوا بِهِ عَلَى خَيْرِ وَجْهٍ. 

Sedangkan kelompok kedua, mereka berada dalam keadaan yang disebut oleh Ibnu Athaillah sebagai "keadaan ikatan dengan sebab-sebab duniawi." Maka, yang diharapkan dari mereka adalah menjalankan tanggung jawab yang telah Allah berikan kepada mereka. Dokter, misalnya, bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan jamaah yang dipercayakan kepada mereka, mengobati yang sakit, dan merawat mereka yang membutuhkan. Penyedia layanan lainnya juga bertanggung jawab untuk menjalankan tugas yang telah mereka emban dengan sebaik-baiknya.

فَلَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ تَنَاسَى الْمَسْؤُولِيَّةَ الَّتِي أُنِيطَتْ بِهِ، إِذْ أَقَامَهُ اللهُ سَبَبًا لِإِحْدَى الْخِدْمَاتِ الْكَثِيرَةِ لِلْحُجَّاجِ، وَأَمْضَى أَوْقَاتَهُ كُلَّهَا أَوْ جُلَّهَا فِي الْبَيْتِ الْحَرَامِ طَائِفًا سَاعِيًا رَاكِعًا سَاجِدًا يَتْلُو الْقُرْآنَ وَيُكَرِّرُ الْأَذْكَارَ وَالْأَوْرَادَ، مُهْمِلًا سَبَبِيَّتَهُ الَّتِي أَقَامَهُ اللهُ عَلَيْهَا فِي خِدْمَةِ الْمُحْتَاجِينَ وَتَطْبِيبِ الْمَرْضَى، فَهُوَ مُفْتَئِتٌ عَلَى شَرْعِ اللهِ عَابِثٌ بِنِظَامِ هَدْيِهِ، ذَلِكَ لِأَنَّ اللهَ أَقَامَهُ مِنَ الْوَضْعِ الَّذِي هُوَ فِيهِ، فِي عَالَمِ الْأَسْبَابِ، فَتَجَاهَلَهُ وَتَنَاسَاهُ مُصْطَنِعًا لِنَفْسِهِ حَالَةَ التَّجَرُّدِ الَّتِي هُوَ، بِحُكْمِ الشَّرْعِ الْإِسْلَامِيِّ، بَعِيدٌ عَنْهَا. 

Seandainya salah satu dari mereka melupakan tanggung jawab yang telah diamanahkan kepadanya, padahal Allah telah menempatkannya sebagai penyebab dalam menyediakan layanan penting bagi jamaah, dan ia malah menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di Masjidil Haram dengan bertawaf, berlari sa’i, rukuk, sujud, membaca Al-Qur'an, dan berzikir, sementara ia mengabaikan tanggung jawabnya dalam melayani yang membutuhkan dan mengobati yang sakit, maka ia telah melanggar syariat Allah dan mengabaikan aturan-Nya. Ini karena Allah telah menempatkannya dalam keadaan terkait dengan sebab-sebab duniawi, namun ia mengabaikan dan melupakannya, serta menciptakan bagi dirinya sendiri keadaan tajrid yang seharusnya tidak berlaku baginya menurut hukum syariat Islam.

وَكَمْ فِي النَّاسِ مِنْ يَتَوَرَّطُ فِي هَذَا الْعَبَثِ، لَدَى تَوَجُّهِهِمْ حُجَّاجًا إِلَى بَيْتِ اللهِ الْحَرَامِ، يَتَعَامَلُونَ مَعَ عَنَاوِينِ الْإِسْلَامِ وَأَلْفَاظِهِ الْمُضِيئَةِ، وَيَتَجَاهَلُونَ مُضَامِينَهُ وَمَبَادِئَهُ الْإِنْسَانِيَّةَ الْقَوِيمَةَ!

Betapa banyak orang yang terjerumus dalam kekeliruan ini ketika mereka berangkat haji ke Baitullah. Mereka berinteraksi dengan simbol-simbol dan kata-kata Islam yang bersinar, namun mengabaikan esensi dan prinsip-prinsip kemanusiaannya yang lurus! 

الْمِثَالُ الثَّانِي: شَابٌّ قَالَ لَهُ وَالِدُهُ: سَأُقَدِّمُ لَكَ كُلَّ مَا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ مِنْ أَسْبَابِ الْمَعِيشَةِ عَلَى اخْتِلَافِهَا، وَلَنْ أُكَلِّفَكَ بِأَيِّ نَفَقَةٍ مِمَّا تُرِيدُ أَنْ تَعُودَ بِهِ إِلَى نَفْسِكَ، عَلَى أَنْ تَتَفَرَّغَ لِدِرَاسَةِ كِتَابِ اللهِ وَتَعَلُّمِ شَرِيعَتِهِ. إِذَنْ فَقَدْ أَقَامَ اللهُ هَذَا الْإِنْسَانَ فِي مَنَاخِ التَّجْرِيدِ بِمُقْتَضَى مِيزَانِ الشَّرْعِ وَحُكْمِهِ، وَالْمَطْلُوبُ مِنْهُ إِذَنْ أَنْ يَتَعَامَلَ مَعَ هَذَا الَّذِي أَقَامَهُ اللهُ فِيهِ، فَيَنْصَرِفَ إِلَى دِرَاسَةِ كِتَابِ اللهِ وَتَعَلُّمِ شَرْعِهِ وَالتَّفَقُّهِ فِي دِينِهِ. 

Contoh kedua: Seorang pemuda yang ayahnya berkata kepadanya, "Aku akan menyediakan segala kebutuhan hidupmu tanpa memintamu menanggung biaya apapun yang ingin kau belanjakan untuk dirimu sendiri, asalkan kau sepenuhnya fokus pada mempelajari Kitab Allah dan mempelajari syariat-Nya." Maka Allah telah menempatkan orang ini dalam kondisi tajrid menurut syariat, dan yang diharapkan darinya adalah mengarahkan dirinya kepada apa yang telah Allah tetapkan untuknya, yaitu mempelajari Kitab Allah, mempelajari syariat-Nya, dan memahami agamanya. 

وَلَا يُقَالُ لِمِثْلِ هَذَا الْإِنْسَانِ: إِنَّ الشَّرْعَ يَأْمُرُكَ بِالتَّسَبُّبِ لِلرِّزْقِ وَيَنْهَى عَنْ الرُّكُونِ إِلَى الْبَطَالَةِ.. ذَلِكَ لِأَنَّ الَّذِي يَأْمُرُهُ الشَّرْعُ بِأَنْ يَغْدُوَ إِلَى السُّوقِ فَيَبْحَثَ عَنْ مَصْدَرٍ لِرِزْقِهِ، هُوَ الَّذِي لَيْسَ لَهُ مَنْ يَتَكَلَّفُ بِرِزْقِهِ وَاحْتِيَاجَاتِهِ، كَوَالِدٍ وَنَحْوِهِ. أَمَّا مَنْ قَيَّضَ اللهُ لَهُ مُتَكَلِّفًا لِاحْتِيَاجَاتِهِ، كَهَذَا الْإِنْسَانِ فَلَا يُخَاطَبُ مِنْ قِبَلِ الشَّارِعِ بِهَذَا الْأَمْرِ، وَلِأَنَّ الشَّرْعَ يَأْمُرُ بِالتَّسَبُّبِ لِلرِّزْقِ كَيْ لَا يَجْنَحَ الْإِنْسَانُ عَنْ ذَلِكَ إِلَى الْبَطَالَةِ. أَمَّا هَذَا فَلَمْ يَرْكُنْ إِلَى الْبَطَالَةِ، بَلْ تَحَوَّلَ مِنَ السَّعْيِ فِي سَبِيلِ التَّرَزُّقِ الَّذِي تَكَفَّلَ لَهُ بِهِ وَالِدُهُ إِلَى السَّعْيِ مِنْ أَجْلِ مَعْرِفَةِ الشَّرْعِ وَالتَّفَقُّهِ فِي الدِّينِ. وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللهِ: «مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ» (١). (١) رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ، وَأَحْمَدُ، مِنْ حَدِيثِ مُعَاوِيَةَ وَحَدِيثِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ وَرَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ. 

Tidak bisa dikatakan kepada orang seperti ini bahwa syariat memerintahkanmu untuk mencari rezeki dan melarangmu dari bermalas-malasan. Sebab, syariat memerintahkan orang untuk mencari rezeki jika tidak ada yang menanggung kebutuhan hidupnya, seperti ayah atau orang lain.

Sedangkan bagi orang yang Allah sediakan seseorang untuk menanggung kebutuhannya, seperti orang ini, maka dia tidak diwajibkan oleh syariat untuk mencari nafkah. Sebab, syariat memerintahkan orang untuk mencari nafkah agar tidak cenderung kepada kemalasan. Namun, orang ini tidak memilih kemalasan, melainkan berpindah dari mencari nafkah yang telah ditanggung oleh ayahnya, kepada usaha untuk memahami syariat dan mendalami agama. Rasulullah ﷺ bersabda, "Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Dia akan memahamkannya dalam agama." (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dari hadis Muawiyah dan Ibnu Abbas, dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari hadis Abu Hurairah).

وَيَنْطَبِقُ هَذَا الْمِثَالُ عَلَيَّ فِي أَوَّلِ عَهْدِي بِالدِّرَاسَةِ، فَقَدْ صَرَفَنِي وَالِدِي عَمَّا كَانَ مِنَ الْمَفْرُوضِ أَنْ أَتَّجِهَ إِلَيْهِ كَسَائِرِ أَنْدَادِي، مِنَ الْبَحْثِ عَنْ وَسَائِلِ الرِّزْقِ وَجَمْعِ الْمَالِ، وَأَلْزَمَ نَفْسَهُ بِكُلِّ احْتِيَاجَاتِي الْمَالِيَّةِ وَالدُّنْيَوِيَّةِ، وَقَالَ لِي - وَلَمْ أَكُنْ قَدْ تَجَاوَزْتُ الْخَامِسَةَ عَشْرَ بَعْدُ -: لَوْ عَلِمْتُ أَنَّ الطَّرِيقَ إِلَى اللهِ يَكْمُنُ فِي كَسْحِ الْقُمَامَةِ لَجَعَلْتُ مِنْكَ زَبَّالًا، وَلَكِنِّي نَظَرْتُ فَوَجَدْتُ أَنَّ الطَّرِيقَ الْمُوصِلَ إِلَى اللهِ إِنَّمَا يَكُونُ فِي دِرَاسَةِ دِينِهِ وَتَعَلُّمِ شَرْعِهِ، فَاسْلُكْ إِذَنْ هَذَا الطَّرِيقَ.

وَهكَذَا فَقَدْ وَضَعَنِي اللَّهُ تَعَالَى مِنْ قَرَارِ وَالِدِي وَالْتِزَامِهِ، فِي حَالَةِ التَّجْرِيدِ بِمُقْتَضَى الشَّرْعِ وَحُكْمِهِ. 

Contoh ini berlaku juga untuk diriku pada awal masa studiku. Ayahku mengarahkan aku dari apa yang seharusnya kutempuh, seperti teman-teman sebayaku yang lain, yaitu mencari nafkah dan mengumpulkan harta. Ia menanggung semua kebutuhan finansial dan duniawiku, dan berkata kepadaku -saat itu aku belum melewati usia lima belas tahun: "Jika aku tahu bahwa jalan menuju Allah terletak pada menyapu sampah, aku akan menjadikanmu seorang penyapu jalan. Namun, aku melihat bahwa jalan yang membawa kepada Allah hanya ada dalam mempelajari agamanya dan mempelajari syariat-Nya, maka tempuhlah jalan ini." 

Maka dari keputusan dan komitmen ayahku, Allah menempatkanku dalam kondisi tajrid menurut syariat dan hukumnya.

وَقَدْ أَقْبَلَ إِلَيَّ جَمْعٌ مِنَ الرِّفَاقِ آنَذَاكَ، يَدْعُونَنِي إِلَى السَّيْرِ مَعَهُمْ فِي طَرِيقِ الْكَدْحِ وَالْكِفَاحِ مِنْ أَجْلِ الرِّزْقِ وَجَمْعِ الْمَالِ، وَيُحَذِّرُونَنِي مِنْ أَنَّ الِاسْتِرْسَالَ فِي النَّهْجِ الَّذِي دَفَعَنِي وَالِدِي إِلَيْهِ، سَيَجْعَلُنِي عَالَةً عَلَى الْمُجْتَمَعِ، وَيَزُجُّنِي فِي طَرِيقِ الِاسْتِجْدَاءِ!.

Pada saat itu, sekelompok teman mendatangiku, mengajakku untuk mengikuti jalan kerja keras dan perjuangan demi mencari nafkah dan mengumpulkan uang. Mereka memperingatkanku bahwa jika aku terus mengikuti jalan yang diarahkan oleh ayahku, aku akan menjadi beban bagi masyarakat dan terjerumus dalam jalan pengemis.

وَلَكِنَّ اللَّهَ سَلَّمَ وَلَطَفَ.. فَصَبَرْتُ عَلَى النَّهْجِ الَّذِي سَلَكَنِي فِيهِ وَالِدِي بَعْدَ أَنْ الْتَزَمَ بِكُلِّ احْتِيَاجَاتِي، وَأَعْرَضْتُ عَنِ التَّحْذِيرِ وَالْإِغْرَاءَاتِ اللَّذَيْنِ لَاحَقَنِي بِهِمَا الرِّفَاقُ.. فَهَلْ كُنْتُ بِذَلِكَ مُتَنَكِّبًا عَنِ الشَّرْعِ أَمْ مُطَبِّقًا لِحُكْمِ الشَّرْعِ؟.. لَمْ أَكُنْ أَدْرِي أَيَّ جَوَابٍ عَنْ هَذَا السُّؤَالِ آنَذَاكَ، وَلَكِنِّي كُنْتُ أَعْلَمُ أَنَّنِي أَنْقَادُ لِأَمْرِ وَالِدِي وَتَوَجُّهِهِ، وَهَذَا مَا يَأْمُرُ بِهِ اللَّهُ. 

Namun, Allah melindungiku dan menunjukkan kebaikan-Nya. Aku bersabar dalam menempuh jalan yang ayahku pilihkan untukku, setelah ia menanggung semua kebutuhanku. Aku pun menolak peringatan dan bujukan dari teman-temanku. Apakah dengan begitu aku menyimpang dari syariat ataukah menerapkan hukum syariat? Saat itu, aku tidak tahu jawaban dari pertanyaan ini, tetapi aku tahu bahwa aku mengikuti perintah dan arahan ayahku, dan itulah yang diperintahkan oleh Allah.

أَمَّا الْيَوْمَ فَأَنَا عَلَى يَقِينٍ بِأَنَّنِي بِالْإِضَافَةِ إِلَى الِاسْتِجَابَةِ لِأَمْرِ وَالِدِي، كُنْتُ مُنْسَجِمًا فِي تِلْكَ الِاسْتِجَابَةِ لِشَرْعِ اللَّهِ وَحُكْمِهِ. وَهَيْهَاتَ أَنْ يَرْضَى وَالِدِي بِهَذَا الَّذِي اخْتَارَهُ لِي وَوَجَّهَنِي إِلَيْهِ، لَوْ عَلِمَ أَنَّهُ مُخَالِفٌ لِشَرْعِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. 

Namun hari ini, saya yakin bahwa selain menuruti perintah ayah saya, saya juga sejalan dengan syariat Allah dan ketetapan-Nya dalam melakukannya. Tidak mungkin ayah saya akan menyetujui apa yang dipilihnya untuk saya dan mengarahkan saya ke sana jika dia tahu bahwa hal itu bertentangan dengan syariat Allah Yang Maha Agung. 

وَلَا شَكَّ أَنَّنِي لَمْ أَتَعَرَّضْ لِشَيْءٍ مِنَ الْمَخَاوِفِ الَّتِي حَذَّرَنِي مِنْهَا بَعْضُ الرِّفَاقِ، بَلِ الَّذِي تَعَرَّضْتُ لَهُ وَانْتَهَيْتُ إِلَيْهِ هُوَ نَقِيضُ تِلْكَ الْمَخَاوِفِ.. سِلْسِلَةٌ مِنَ الْمَكْرُمَاتِ الْإِلَهِيَّةِ وَالْمَنَحِ الرَّبَّانِيَّةِ لَاحَقَتْنِي مِنْ حَيْثُ لَا أَحْتَسِبُ، وَغَمَرَنِي اللَّهُ مِنْهَا بِنِعَمٍ وَمِنَنٍ لَا تُحْصَى.

Tidak diragukan lagi, saya tidak menghadapi ancaman yang diperingatkan oleh beberapa teman saya. Sebaliknya, saya justru mendapatkan hal yang bertolak belakang dengan ancaman tersebut. Rangkaian anugerah ilahi dan pemberian dari Tuhan terus mengalir kepada saya dari arah yang tidak saya duga, dan Allah melimpahkan kepada saya nikmat dan karunia yang tak terhitung banyaknya.

الْمِثَالُ الثَّالِثُ: رَجُلٌ أَقَامَهُ اللَّهُ مِنْ عَمَلِهِ الدُّنْيَوِيِّ فِي حَانُوتٍ أَوْ مَحَلٍّ تِجَارِيٍّ، يَكْدَحُ فِيهِ مِنْ أَجْلِ الرِّزْقِ يَعُودُ بِهِ إِلَى أُسْرَتِهِ الَّتِي جَعَلَهُ اللَّهُ مَسْؤُولًا عَنْهَا. وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ إِنْ تَعَهَّدَ مَتْجَرَهُ هَذَا كُلَّ يَوْمٍ مِنَ التَّاسِعَةِ صَبَاحًا إِلَى السَّابِعَةِ مَسَاءً، فَلَسَوْفَ يُكْرِمُهُ اللَّهُ بِرِزْقٍ وَفِيرٍ وَنِعْمَةٍ كَافِيَةٍ. إِذَنْ فَالشَّرْعُ يَقُولُ لَهُ:

Contoh ketiga: Seorang pria yang ditempatkan oleh Allah dalam pekerjaan duniawinya di sebuah toko atau tempat usaha, bekerja keras di sana untuk mencari nafkah yang akan dia bawa pulang untuk keluarganya, yang Allah tugaskan kepadanya. Dia tahu bahwa jika dia menjaga tokonya setiap hari dari pukul sembilan pagi hingga tujuh malam, Allah akan memberinya rezeki yang berlimpah dan berkah yang cukup. Maka, syariat mengatakan kepadanya:

إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَقَامَكَ مِنَ التَّاسِعَةِ صَبَاحًا إِلَى السَّابِعَةِ مَسَاءً فِي عَالَمِ الْأَسْبَابِ، وَإِنَّمَا وَاجِبُكَ التَّعَامُلُ وَالِانْسِجَامُ مَعَهُ خِلَالَ هَذِهِ الْمُدَّةِ مِنْ كُلِّ يَوْمٍ. وَأَقَامَكَ فِيمَا قَبْلَ ذَلِكَ مِنَ الصَّبَاحِ وَمَا بَعْدَ ذَلِكَ مِنَ الْمَسَاءِ فِي عَالَمِ التَّجْرِيدِ، وَإِنَّمَا وَاجِبُكَ خِلَالَ هَاتَيْنِ الْحَاشِيَتَيْنِ مِنْ عَمَلِكَ الْيَوْمِيِّ، أَنْ تَتَعَامَلَ مَعَ مُقْتَضَى هَذَا التَّجْرِيدِ الَّذِي أَقَامَكَ اللَّهُ فِيهِ، فَتُقْبِلَ عَلَى مَعَارِفِكَ الْإِسْلَامِيَّةِ تَنْمِيهَا وَتَتَعَهَّدَهَا، وَتُقْبِلَ إِلَى الطَّاعَاتِ وَالْعِبَادَاتِ وَالْقُرُبَاتِ تَسْتَزِيدُ مِنْهَا.

Allah telah menempatkanmu dari pukul sembilan pagi hingga tujuh malam dalam dunia sebab-akibat, dan kewajibanmu adalah berurusan dan selaras dengan itu selama waktu tersebut setiap hari. Dan Allah menempatkanmu dalam dunia ketulusan (tajrid) sebelum dan sesudah waktu itu, dan kewajibanmu selama dua waktu ini adalah menjalankan ketulusan yang Allah tempatkan padamu, dengan memperdalam pengetahuan Islamimu, merawatnya, dan meningkatkan ketaatan, ibadah, serta mendekatkan diri kepada-Nya.

إِذَنْ، فَمِيزَانُ الشَّرْعِ هُوَ الَّذِي يَرْسُمُ حُدُودَ الزَّمَنِ الَّذِي يَخْضَعُ فِيهِ هَذَا التَّاجِرُ لِعَالَمِ الْأَسْبَابِ، وَحُدُودَ الزَّمَنِ الَّذِي يَخْضَعُ فِيهِ لِعَالَمِ التَّجْرِيدِ. وَالْمَطْلُوبُ مِنْهُ أَنْ يَتَبَيَّنَ هَذِهِ الْحُدُودَ وَلَا يَفْتَئِتَ عَلَى أَيٍّ مِنَ الْمَنَاخَيْنِ أَوِ الزَّمَانَيْنِ لِمُرَاعَاةِ الْآخَرِ.

Jadi, timbangan syariatlah yang menentukan batasan waktu di mana seorang pedagang tunduk pada dunia sebab-akibat, dan batasan waktu di mana ia tunduk pada dunia ketulusan (tajrid). Yang diharapkan darinya adalah memahami batas-batas ini dan tidak melampaui salah satu dari dua dunia atau dua waktu demi menjaga yang lain.

وَإِنِّي لَأَذْكُرُ عَهْدًا مَضَى، كَانَ أَكْثَرُ الَّذِينَ يَصْفِقُونَ فِي الْأَسْوَاقِ مِنْ تِجَارِ هَذِهِ الْبَلْدَةِ، يُطَبِّقُونَ هَذِهِ الْحِكْمَةَ الَّتِي يَقُولُهَا ابْنُ عَطَاءِ اللَّهِ، بَلْ يَقْضِي بِهَا الشَّرْعُ وَالدِّينُ،كَأَدَقِّ مَا يَكُونُ التَّطْبِيقُ، وَلِأَضْرِبَ مَثَلًا بِسُوقِ مِدْحَتْ بَاشَا الَّذِي كَانَ الْمُلْتَقَى الْأَوَّلَ لِكِبَارِ تُجَّارِ دِمَشْقَ.

Saya ingat masa lalu ketika kebanyakan pedagang di pasar kota ini, yang melakukan transaksi, menerapkan kebijaksanaan yang dikatakan oleh Ibn Atha'illah dengan sangat tepat, sebagaimana yang diperintahkan oleh syariat dan agama. Sebagai contoh, Pasar Midhat Pasha, yang merupakan tempat pertemuan utama bagi para pedagang besar di Damaskus.

لَمْ يَكُنْ هَذَا السُّوقُ يَسْتَيْقِظُ لِلْحَرَكَةِ التِّجَارِيَّةِ قَبْلَ الْعَاشِرَةِ صَبَاحًا، وَلَمْ يَكُنْ يَسْتَمِرُّ إِلَّا إِلَى مَا قَبْلَ أَذَانِ الْمَغْرِبِ بِسَاعَةٍ.

Pasar ini tidak memulai aktivitas perdagangan sebelum pukul sepuluh pagi, dan hanya berlangsung hingga satu jam sebelum azan maghrib.

فِي هَذِهِ السَّاعَاتِ مِنَ النَّهَارِ كَانَ السُّوقُ يَشْهَدُ نَشَاطًا تِجَارِيًّا عَالِيًا.. فَإِذَا دَنَتْ سَاعَةُ الْغُرُوبِ، أَظْلَمَ السُّوقُ، وَأُغْلِقَتِ الْحَوَانِيتُ، وَغَابَتْ عَنْهُ الْحَرَكَةُ وَدَبَّتْ فِيهِ الْوَحْشَةُ، وَتَحَوَّلَ أَقْطَابُ تِلْكَ السُّوقِ مِنَ التُّجَّارِ وَأَرْبَابِ الْمَالِ وَرِجَالِ الْأَعْمَالِ، إِلَى طُلَّابٍ لِعُلُومِ الشَّرِيعَةِ تَتَوَازَعُهُمُ الْمَسَاجِدُ أَوْ بُيُوتُ الْعُلَمَاءِ. وَقَدْ تَأَبَّطَ كُلٌّ مِنْهُمْ كِتَابَهُ فِي الْفِقْهِ أَوِ التَّفْسِيرِ أَوِ الْعَقِيدَةِ، مُعْرِضًا عَنْ مُشْكِلَاتِ التِّجَارَةِ وَالْمَالِ، مُتَّجِهًا بِاهْتِمَامٍ وَدِقَّةٍ إِلَى دِرَاسَةِ أَكْثَرَ مِنْ عِلْمٍ مِنْ عُلُومِ الْإِسْلَامِ. 

Pada jam-jam siang tersebut, pasar dipenuhi dengan aktivitas perdagangan yang sangat tinggi. Namun, ketika waktu senja mendekat, pasar menjadi gelap, toko-toko ditutup, aktivitas pun berhenti, dan suasana sepi mulai terasa. Para pedagang, pemilik modal, dan pengusaha yang menjadi penggerak pasar tersebut, berubah menjadi pencari ilmu syariah yang memenuhi masjid-masjid atau rumah-rumah ulama. Masing-masing membawa buku fiqih, tafsir, atau akidah, mengalihkan perhatian mereka dari urusan perdagangan dan keuangan, dan dengan penuh konsentrasi mempelajari berbagai disiplin ilmu Islam.

فَإِذَا أَقْبَلَ الصَّبَاحُ بَدَأَ كُلٌّ مِنْهُمْ نَهَارَهُ طَالِبَ عِلْمٍ مَرَّةً أُخْرَى، وَحَضَرَ عِدَّةَ دُرُوسٍ مُتَتَابِعَةٍ أُخْرَى عَلَى أَحَدِ الشُّيُوخِ الْأَجِلَّاءِ فِي ذَلِكَ الْعَصْرِ. ثُمَّ عَادَ كُلٌّ مِنْهُمْ إِلَى دَارِهِ يُبَاسِطُ أَهْلَهُ وَأَوْلَادَهُ وَيَتَنَاوَلُ إِفْطَارَ الصَّبَاحِ مَعَهُمْ، وَيَأْخُذُ قِسْطَهُ اللَّازِمَ مِنَ الرَّاحَةِ، لِيَعُودَ فِي الْعَاشِرَةِ تَقْرِيبًا إِلَى سُوقِهِ التِّجَارِيَّةِ.

Ketika pagi datang, mereka memulai hari kembali sebagai penuntut ilmu, menghadiri beberapa pelajaran berurutan dari salah satu ulama terkemuka pada masa itu. Setelah itu, mereka pulang ke rumah untuk berkumpul dengan keluarga dan anak-anak mereka, sarapan bersama, dan mengambil istirahat yang cukup, sebelum kembali ke pasar sekitar pukul sepuluh pagi.

إِذَنْ، فَقَدْ كَانَتْ سَاعَاتُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ فِي حَيَاةِ أُولَئِكَ التُّجَّارِ، مَقْسُومَةً مَا بَيْنَ عَالَمِ التَّجَرُّدِ وَعَالَمِ الْأَسْبَابِ. وَكَانُوا يُعْطُونَ كُلًّا مِنْهُمَا حَقَّهُ كَامِلًا غَيْرَ مَنْقُوصٍ. فَلَمْ يَكُنْ يَطْغَى جَانِبٌ مِنْهُمَا عَلَى جَانِبٍ. 

Jadi, waktu siang dan malam dalam kehidupan para pedagang tersebut dibagi antara dunia spiritual dan dunia usaha. Mereka memberikan hak yang penuh kepada kedua dunia tersebut tanpa ada yang lebih dominan. Tidak ada satu sisi yang mengalahkan sisi lainnya.

وَلَعَلَّ الْقَارِئَ الْكَرِيمَ يَتَبَيَّنُ مِنْ كَلَامِي هَذَا صُورَةً غَرِيبَةً عَنْ وَاقِعِ أَكْثَرِ التُّجَّارِ وَرِجَالِ الْأَعْمَالِ الْيَوْمَ، أَجَلَ، هِيَ فِعْلًا صُورَةٌ غَرِيبَةٌ، فَلَقَدْ خَلَفَ مِنْ بَعْدِ أُولَئِكَ الرِّجَالِ خَلْفٌ أَغْرَقُوا أَنْفُسَهُمْ فِي حَمْأَةِ الدُّنْيَا وَاسْتَسْلَمُوا بِشَكْلٍ كُلِّيٍّ وَدَائِمِيٍّ لِعَالَمِ الْأَسْبَابِ، غُدُوُّهُمْ وَرَوَاحُهُمْ حَرَكَةٌ دَائِبَةٌ وَرَاءَ التِّجَارَةِ وَالْمَالِ، وَلَيَالِيهِمْ وَسَهَرَاتُهُمْ مُنَاقَشَاتٌ وَمُشَاوَرَاتٌ حَوْلَ مُشْكِلَاتِ التِّجَارَةِ وَعَثَرَاتِهَا وَسُبُلِ التَّغَلُّبِ عَلَيْهَا، فَإِنْ فَاضَ لَدَيْهِمْ عَنْ ذَلِكَ وَقْتٌ، صَرَفُوهُ إِلَى الْحَفَلَاتِ وَالْمَآدِبِ وَسَهَرَاتِ الْأُنْسِ الدُّنْيَوِيِّ وَمَتَاعِبِ الْقِيلِ وَالْقَالِ!.. وَاللَّهُ هُوَ الْمَأْمُولُ وَالْمُسْتَعَانُ أَنْ يَجْذِبَهُمْ بِتَوْفِيقٍ مِنْهُ إِلَى مَا كَانَ عَلَيْهِ سَلَفُهُمْ قَبْلَ أَرْبَعِينَ عَامًا لَا أَكْثَرَ، مِنْ تَقْسِيمِ أَوْقَاتِهِمْ بَيْنَ عَالَمَيْ التَّجْرِيدِ وَالْأَسْبَابِ عَلَى النَّحْوِ الَّذِي وَصَفْتُ وَالَّذِي لَا تَزَالُ ذِكْرَاهُ الْفَوَّاحَةُ الْعَطِرَةُ مَاثِلَةً فِي أَخِيلَةِ الشُّيُوخِ بَلِ الْكُهُولِ مِنْ أَهْلِ هَذِهِ الْبَلْدَةِ. 

Mungkin pembaca yang terhormat menemukan gambaran ini aneh jika dibandingkan dengan kenyataan sebagian besar pedagang dan pengusaha saat ini. Memang, ini adalah gambaran yang aneh, karena generasi setelah mereka telah tenggelam dalam urusan duniawi dan sepenuhnya menyerah pada dunia usaha. Pagi dan malam mereka dipenuhi dengan aktivitas perdagangan dan urusan keuangan, dan malam mereka dihabiskan dengan diskusi dan konsultasi tentang masalah perdagangan, kendala, dan cara mengatasinya. Jika ada waktu tersisa, mereka menghabiskannya di pesta, jamuan makan, dan hiburan duniawi, serta hal-hal yang tidak penting.

Semoga Allah memberikan mereka hidayah dan pertolongan untuk kembali kepada jalan yang ditempuh oleh pendahulu mereka sekitar empat puluh tahun yang lalu. Pendahulu mereka membagi waktu mereka antara dunia spiritual dan dunia usaha dengan cara yang telah saya gambarkan, yang kenangannya masih harum dan teringat jelas dalam benak para ulama dan orang-orang tua dari kota ini.

مِثَالٌ رَابِعٌ: رَجُلٌ اتَّجَهَ إِلَى إِحْدَى الْوِلَايَاتِ الْأَمْرِيكِيَّةِ بِقَصْدِ الدِّرَاسَةِ. وَلَمَّا انْتَهَى مِنَ الدِّرَاسَةِ طَمِعَ بِالْمَالِ الْوَفِيرِ، وَالْحَيَاةِ الرَّغِيدَةِ، فَاسْتَمْرَأَ مَعَ زَوْجَتِهِ وَأَوْلَادِهِ الْعَيْشَ هُنَاكَ، وَاسْتَجَابَ لِمُغْرِيَاتِ الْوَظَائِفِ ذَاتِ الْمَرْدُودِ الْمَالِيِّ الْكَبِيرِ، وَمَرَّتْ عَلَيْهِ السِّنُونَ سَعِيدًا مُبْتَهِجًا بِعَيْشِهِ الدُّنْيَوِيِّ هُنَاكَ. أَيِّ إِنَّهُ اسْتَجَابَ لِمُتَطَلَّبَاتِ الْأَسْبَابِ الْقَائِمَةِ مِنْ حَوْلِهِ. 

Contoh keempat: Seorang pria pergi ke salah satu negara bagian Amerika Serikat untuk tujuan belajar. Setelah menyelesaikan studinya, ia tergoda oleh uang yang melimpah dan kehidupan yang nyaman, sehingga ia memilih untuk tinggal di sana bersama istri dan anak-anaknya. Ia tertarik dengan pekerjaan-pekerjaan yang menawarkan penghasilan besar, dan bertahun-tahun berlalu dengan bahagia menikmati kehidupan duniawinya di sana. Dengan kata lain, ia menanggapi tuntutan kehidupan asbab yang ada di sekitarnya. 

تَرَى أَهُوَ فِي مِيزَانِ الشَّرْعِ وَحُكْمِهِ قَائِمٌ فِي عَالَمِ التَّجْرِيدِ أَمْ فِي عَالَمِ الْأَسْبَابِ؟ إِنَّ الْوَاقِعَ الَّذِي يُوَاجِهُ هَذَا الرَّجُلَ وَأَهْلَهُ، هُوَ الَّذِي يُحَدِّدُ الْجَوَابَ.

Pertanyaannya adalah, apakah menurut hukum syariat, ia hidup dalam tajrid atau asbab? Kenyataan yang dihadapi pria ini dan keluarganya adalah yang menentukan jawabannya.

وَإِذَا عُدْنَا نَتَأَمَّلُ الْوَاقِعَ الَّذِي يَتَقَلَّبُ هَذَا الرَّجُلُ مَعَ أَهْلِهِ فِي غِمَارِهِ، نَجِدُ أَنَّ أَوْلَادَهُ يُنَشَّؤُونَ هُنَاكَ تَنْشِئَةً أَمْرِيكِيَّةً تَامَّةً، رُبَّمَا كَانَ الْأَبَوَانِ مُشَدُّودَيْنِ إِلَى مَاضِيْهِمَا الْإِسْلَامِيِّ الْمُلْتَزِمِ، غَيْرَ أَنَّ مِنَ الْوَاضِحِ جِدًّا أَنَّ الْأَوْلَادَ مُشَدُّودُونَ إِلَى التَّيَّارِ الْأَمْرِيكِيِّ الْمُتَجَرِّدِ عَنْ أَيِّ الْتِزَامٍ، كَمَا قَدْ لَاحَظْتُ لَدَى زِيَارَتِي الْأُولَى لِلْوِلَايَاتِ الْمُتَّحِدَةِ وَاحْتِكَاكِي بِكَثِيرٍ مِنَ الْأُسَرِ الْإِسْلَامِيَّةِ هُنَاكَ. 

Jika kita kembali merenungkan kenyataan yang dialami pria ini bersama keluarganya, kita akan mendapati bahwa anak-anaknya dibesarkan dengan cara hidup Amerika yang sepenuhnya, mungkin kedua orang tua tetap terikat dengan masa lalu Islam mereka yang taat. Namun, sangat jelas bahwa anak-anaknya lebih terpengaruh oleh budaya Amerika yang bebas dari segala komitmen, seperti yang saya perhatikan saat kunjungan pertama saya ke Amerika Serikat dan interaksi saya dengan banyak keluarga Muslim di sana.

إِذَنْ فَشَرْعُ اللَّهِ يَقُولُ لِهَذَا الرَّجُلِ: وَيْحَك إِنَّ الْأَسْبَابَ الَّتِي تَتَعَامَلُ مَعَهَا هُنَا، غَيْرُ مُعْتَرَفٍ بِهَا فِي هَدْيِ اللَّهِ وَحُكْمِهِ؛ فَأَنْتَ إِنَّمَا تَتَقَلَّبُ هُنَا فِي عَالَمِ التَّجْرِيدِ، وَأَسْبَابُكَ الشَّرْعِيَّةُ الَّتِي تَدْعُوكَ لِلتَّعَامُلِ مَعَهَا، لَيْسَتْ هَذِهِ الَّتِي تَرْكَنُ إِلَيْهَا هُنَا، بَلْ هِيَ تِلْكَ الَّتِي تَنْتَظِرُكَ فِي بَلَدِكَ الْإِسْلَامِيِّ هُنَاكَ.

Maka dari itu, syariat Allah berkata kepada pria ini: "Celakalah engkau! Sebab, alasan-alasan (duniawi) yang engkau ikuti di sini tidak diakui dalam petunjuk dan hukum Allah. Sebenarnya, engkau berada dalam dunia tanpa sebab di sini. Alasan-alasan syar'i yang seharusnya engkau hadapi bukanlah yang ada di sini, melainkan yang menunggumu di tanah air Islam-mu di sana.

وَآيَةُ ذَلِكَ أَوْلَادُكَ الَّذِينَ يَبْتَعِدُونَ عَنْ نَهْجِكَ وَبَقَايَا التِزَامَاتِكَ رُوَيْدًا رُوَيْدًا، مُتَّجِهِينَ سِرَاعًا إِلَى الْأَفْكَارِ وَالْحَيَاةِ غَيْرِ الْإِسْلَامِيَّةِ، مُتَعَامِلِينَ بِشَغَفٍ مَعَ تَقَالِيدِ الْحَيَاةِ الْأَمْرِيكِيَّةِ وَفَلْسَفَتِهَا. 

Tanda-tandanya adalah anak-anakmu yang perlahan-lahan menjauh dari jalanmu dan sisa-sisa komitmenmu, mereka dengan cepat bergerak menuju pemikiran dan kehidupan yang tidak Islami, dengan antusias mengadopsi tradisi dan filosofi kehidupan Amerika."

وَمِثْلُ هَذَا الرَّجُلِ لَا بُدَّ أَنْ تَصُكَّ أُذْنَهُ ثُمَّ تَسْرِي بِالتَّأْثِيرِ إِلَى قَلْبِهِ حِكْمَةُ ابْنِ عَطَاءِ اللَّهِ: «.. وَإِرَادَتُكَ الْأَسْبَابَ مَعَ إِقَامَةِ اللَّهِ إِيَّاكَ فِي التَّجْرِيدِ انْحِطَاطٌ عَنِ الْهِمَّةِ الْعَلِيَّةِ» إِنْ كَانَتْ لَدَيْهِ بَقَايَا مِنْ جَذْوَةِ الْإِيمَانِ وَهَدْيِهِ. 

Pria seperti ini harus mendengarkan dengan seksama, kemudian merenungkan dengan hatinya hikmah dari Ibn Atha’illah: "Dan keinginanmu untuk mencari sebab-sebab (duniawi) sementara Allah telah menempatkanmu dalam keadaan tanpa sebab adalah kemunduran dari tekad yang tinggi," jika ia masih memiliki sisa-sisa iman dan petunjuk di dalam dirinya.

وَالطَّرِيقَةُ الْوَحِيدَةُ لِتَنْفِيذِهِ مُقْتَضَى هَذِهِ الْحِكْمَةِ، هِيَ أَنْ يَرْحَلَ إِلَى عَالَمِ الْأَسْبَابِ الشَّرْعِيَّةِ الَّتِي تَنْتَظِرُهُ فِي بَلْدَتِهِ الْإِسْلَامِيَّةِ الَّتِي رَحَلَ مِنْهَا لِسَبَبِ الدِّرَاسَةِ، ثُمَّ اسْتَمْرَأَ الْعَيْشَ هُنَاكَ لِلْأَسْبَابِ الْمَعِيشِيَّةِ الَّتِي كُنْتُ قَدْ ذَكَرْتُهَا. 

Satu-satunya cara untuk melaksanakan makna hikmah ini adalah dengan kembali ke dunia sebab-sebab syar'i yang menantinya di tanah air Islam yang ditinggalkannya demi alasan studi, lalu ia terbiasa tinggal di sana karena alasan kehidupan yang telah saya sebutkan sebelumnya.

فَإِنْ قَالَ الرَّجُلُ: وَلَكِنِّي لَنْ أَعْثُرَ فِي بَلَدِي عَلَى شَيْءٍ مِنْ هَذِهِ الْأَسْبَابِ الَّتِي تُتَاحُ لِي هُنَا، وَالَّتِي غَمَرَتْنِي بِكُلِّ أَلْوَانِ الرَّخَاءِ، أَجَبْنَاهُ بِأَنَّ قَرَارَ اللَّهِ تَعَالَى يَقْضِي بِأَنْ تُضَحِّيَ بِأَسْبَابِ رِزْقِكَ مِنْ أَجْلِ سَلَامَةِ دِينِكَ، لَا بِأَنْ تُضَحِّيَ بِسَلَامَةِ دِينِكَ مِنْ أَجْلِ الْحُصُولِ عَلَى أَسْبَابِ رِزْقِكَ. 

Jika pria itu berkata, "Tetapi saya tidak akan menemukan di negara saya apa yang saya dapatkan di sini, yang telah memberi saya berbagai macam kemakmuran," maka kami akan menjawab bahwa ketetapan Allah Ta'ala menyatakan bahwa kamu harus mengorbankan sumber penghidupanmu demi keselamatan agamamu, bukan mengorbankan keselamatan agamamu demi mendapatkan sumber penghidupanmu.

عَلَى أَنَّ اللَّهَ أَكْرَمُ مِنْ أَنْ يَتْرُكَكَ لِعَوَاقِبِ الْحِرْمَانِ، إِنْ أَنْتَ آثَرْتَ مُحَافَظَةً عَلَى أَوَامِرِهِ وَالِالْتِزَامَ بِشَرْعِهِ، عَلَى حُظُوظِكَ الْمَالِيَّةِ وَالدُّنْيَوِيَّةِ».

Selain itu, Allah Maha Pemurah untuk membiarkanmu mengalami konsekuensi kehilangan, jika kamu memilih untuk mematuhi perintah-Nya dan berpegang teguh pada syariat-Nya, di atas kepentingan finansial dan duniawimu."

تَقْرَأُ قَوْلَهُ تَعَالَى: ﴿وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً﴾ [النِّسَاءِ: ١٠٠/٤]

Bacalah firman-Nya: “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya akan mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.” (An-Nisa’: 100) 

رُبَّمَا ابْتَلَاكَ لِيَسْتَبِينَ ثَبَاتُكَ وَصِدْقُ مَشَارِكَ، وَلَكِنَّهُ لَا بُدَّ أَنْ يُكْرِمَكَ أَخِيرًا بِمَا يُسْعِدُكَ وَيَرْضِيكَ. 

Mungkin Allah mengujimu untuk melihat keteguhan dan keikhlasanmu, tetapi pada akhirnya Dia pasti akan memuliakanmu dengan sesuatu yang membahagiakan dan memuaskan hatimu.

وَدَعْنِي أُحَدِّثْكَ بِقِصَّةِ شَابٍّ كَانَ يَغْشَى دُرُوسَ الْحِكَمِ الْعَطَائِيَّةِ هَذِهِ فِي مَسْجِدِ السِّنْجَقْدَارِ بِدِمَشْقَ، كَانَتْ أَسْبَابُ الدُّنْيَا مُدَبِّرَةً عَنْهُ وَكَانَ يَنْقُبُ عَنْهَا فِي حَالَةٍ شَدِيدَةٍ مِنَ الضَّنْكِ، أَيْ فَكَانَ يَمُرُّ بِهَذَا الَّذِي يُسَمِّيهِ ابْنُ عَطَاءِ اللَّهِ حَالَ التَّجْرِيدِ.. وَزِيَادَةً فِي الِابْتِلَاءِ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، كَانَتْ تُوَاجِهُهُ فُرَصٌ سَانِحَةٌ، الْوَاحِدَةُ مِنْهَا تِلْوَ الْأُخْرَى، مَزَاوِلَةُ أَعْمَالٍ مِنْ شَأْنِهَا أَنْ تُفِيدَهُ بِرِزْقٍ وَفِيرٍ، غَيْرَ أَنَّهَا لَمْ تَكُنْ أَعْمَالًا مَقْبُولَةً فِي مِيزَانِ الشَّرْعِ. فَكَانَ كُلَّمَا لَاحَتْ لَهُ مِنْهَا فُرْصَةٌ جَاءَ يَسْأَلُنِي عَنْ حُكْمِ الشَّرْعِ فِي التَّعَامُلِ مَعَ تِلْكَ الْفُرْصَةِ.

Izinkan saya menceritakan kisah seorang pemuda yang sering menghadiri pelajaran Hikam Al-‘Atha’iyah di Masjid Sinjaqdar di Damaskus. Kala itu, dunia seakan menjauh darinya, dan dia berusaha mencarinya dalam keadaan sangat sulit. Dia berada dalam situasi yang oleh Ibn ‘Atha’illah disebut sebagai keadaan tajrid (keterlepasan dari sebab-sebab duniawi). Sebagai ujian tambahan dari Allah SWT, dia sering dihadapkan pada peluang-peluang emas satu demi satu—pekerjaan yang bisa memberinya penghasilan yang melimpah, tetapi sayangnya pekerjaan-pekerjaan itu tidak sesuai dengan syariat. Setiap kali sebuah peluang datang, dia datang kepadaku untuk meminta fatwa tentang hukum syariat dalam menghadapi peluang tersebut.

وَلَقَدْ كُنْتُ أَقِفُ مِنْ اسْتِفْتَائِهِ بَيْنَ الْإِشْفَاقِ الشَّدِيدِ عَلَى حَالِهِ مِنَ الضَّنْكِ الَّذِي يُعَانِيهِ، وَبَيْنَ ضَرُورَةِ الْأَمَانَةِ مَعَ أَوَامِرِ اللَّهِ وَأَحْكَامِهِ.. وَلَكِنَّ صِدْقَهُ مَعَ اللَّهِ كَانَ يُشَجِّعُنِي عَلَى أَنْ أَقُولَ لَهُ: إِنَّكَ تَسْتَشِيرُنِي وَالْمُسْتَشَارُ مُؤْتَمَنٌ، فَلَا يَجُوزُ أَنْ أَخُونَكَ مِنْ حَيْثُ أَخُونُ دِينَكَ الَّذِي أَرَاهُ غَالِيًا عَلَيْكَ، إِنَّ هَذَا الْعَمَلَ الَّذِي عُرِضَ عَلَيْكَ غَيْرُ شَرْعِيٍّ.. فَكَانَ يُعْرِضُ عَنْ تِلْكَ الْفُرْصَةِ السَّانِحَةِ وَيُوَاصِلُ الصَّبْرَ عَلَى بُؤْسِهِ وَفَقْرِهِ. 

Aku berada di antara perasaan kasihan yang mendalam terhadap kesulitan yang dia alami dan kewajiban untuk menjaga amanah dalam menyampaikan perintah dan hukum Allah. Namun, kejujurannya dengan Allah mendorongku untuk mengatakan kepadanya: "Kamu meminta nasihat dariku, dan orang yang dimintai nasihat harus amanah. Tidak boleh aku mengkhianatimu dengan cara mengkhianati agamamu yang sangat kamu hargai. Pekerjaan ini tidak sesuai dengan syariat." Maka dia menolak peluang tersebut dan terus bersabar menghadapi kesulitan dan kemiskinannya.

وَتَمُرُّ بِهِ بَعْدَ حِينٍ فُرْصَةٌ أُخْرَى، وَيَعُودُ فَيَسْأَلُنِي عَنْ حُكْمِ الشَّرْعِ فِيهَا، وَأَنْظُرُ فَأَرَاهَا هِيَ الْأُخْرَى مَلْغُومَةٌ وَمُحَرَّمَةٌ، فَأُعِيدُ لَهُ الْجَوَابَ ذَاتَهُ، وَيَعُودُ هُوَ إِلَى الصَّبْرِ ذَاتِهِ، رَاضِيًا بِحَالَةِ التَّجْرِيدِ الَّتِي أَقَامَهُ اللَّهُ فِيهَا بِمُقْتَضَى مِيزَانِ شَرْعِهِ. 

Setelah beberapa waktu, kesempatan lain datang kepadanya. Dia kembali bertanya padaku tentang hukum syariat terkait kesempatan tersebut. Ketika aku memeriksanya, ternyata kesempatan ini juga penuh dengan jebakan dan haram. Aku pun memberinya jawaban yang sama, dan dia kembali bersabar, menerima keadaan *tajrid* (keterlepasan dari sebab-sebab duniawi) yang Allah tetapkan untuknya sesuai dengan hukum syariat.

فَمَاذَا كَانَتْ عَاقِبَةُ صَبْرِهِ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ؟

فَتَحَ اللَّهُ أَمَامَهُ نَافِذَةً إِلَى سَبَبٍ نَقِيٍّ طَاهِرٍ لِرِزْقٍ وَافِرٍ كَرِيمٍ، مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ، انْتَقَلَ بِحُكْمِ ذَلِكَ إِلَى الْمَدِينَةِ الْمُنَوَّرَةِ، وَتَزَوَّجَ، وَرَزَقَهُ اللَّهُ الْأَوْلَادَ وَعَادَ فَاشْتَرَى بَيْتًا فَسِيحًا فِي مَسْقِطِ رَأْسِهِ دِمَشْقَ، وَمِنْ خِلَالِ تَعَامُلِهِ الشَّرْعِيِّ مَعَ الْأَسْبَابِ أَصْبَحَ يَتَرَدَّدُ بَيْنَ مَرْكَزِ عَمَلِهِ فِي الْمَدِينَةِ، وَمَوْطِنِهِ وَمُلْتَقَى أَهْلِهِ فِي دِمَشْقَ. 

Apa hasil dari kesabarannya menghadapi keadaan tersebut? Allah membuka jalan baginya menuju rezeki yang murni, bersih, dan melimpah dari arah yang tidak disangka-sangka. Dia dipindahkan oleh kehendak Allah ke Madinah, menikah, dan Allah memberinya anak-anak. Kemudian, dia kembali membeli rumah yang luas di kampung halamannya di Damaskus. Melalui cara yang sesuai dengan syariat, dia pun bolak-balik antara tempat kerjanya di Madinah dan kampung halamannya di Damaskus, tempat berkumpulnya keluarga.

اسْتَسْلَمَ لِلتَّجْرِيدِ طِوَالَ الْمُدَّةِ الَّتِي ابْتَلَاهُ اللَّهُ بِهَا، ثُمَّ تَقَبَّلَ كَرَمَ اللَّهِ لَهُ، عِنْدَمَا نَقَلَهُ مِنْ خِلَالِ شَرْعِهِ إِلَى عَالَمِ التَّعَامُلِ مَعَ الْأَسْبَابِ.

Dia menyerahkan diri kepada *tajrid* selama masa ujian yang diberikan Allah, dan akhirnya menerima karunia Allah ketika Dia membawanya, melalui syariat-Nya, ke dunia yang penuh dengan sebab-sebab (rezeki) yang halal.

***

أَلَا، فَلْنُعَاهِدِ اللهَ أَنْ يَكُونَ سُلُوكُنَا خَاضِعًا لِقَانُونِ هَذِهِ الْحِكْمَةِ الرَّبَّانِيَّةِ الَّتِي اعْتَصَرَهَا لَنَا ابْنُ عَطَاءِ اللهِ مِنْ بَيَانِ اللهِ وَهَدْيِ نَبِيِّهِ: «إِرَادَتُكَ التَّجْرِيدَ مَعَ إِقَامَةِ اللهِ إِيَّاكَ فِي الْأَسْبَابِ مِنَ الشَّهْوَةِ الْخَفِيَّةِ، وَإِرَادَتُكَ الْأَسْبَابَ مَعَ إِقَامَةِ اللهِ إِيَّاكَ فِي التَّجْرِيدِ انْحِطَاطٌ عَنِ الْهِمَّةِ الْعَلِيَّةِ».

Maka, marilah kita berjanji kepada Allah untuk menjadikan perilaku kita tunduk pada hukum hikmah Ilahi ini, yang telah dirangkumkan kepada kita oleh Ibn 'Atha'illah dari penjelasan Allah dan petunjuk Nabi-Nya: *“Keinginanmu untuk hidup dalam keadaan tajrid (keterlepasan dari sebab-sebab duniawi) sementara Allah menempatkanmu di tengah sebab-sebab (rezeki) adalah keinginan yang tersembunyi dari nafsu. Dan keinginanmu untuk hidup dalam keadaan berurusan dengan sebab-sebab (rezeki) sementara Allah menempatkanmu dalam tajrid adalah kemunduran dari semangat yang luhur.”

***

* Catatan: Apabila ada kesalahan dalam penulisan arab dan terjemahan di atas, mohon dikoreksi melalui kolom komentar di bawah. Terima kasih!

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More