"سَوَابِقُ الهِمَمِ لَا تَخْرِقُ أَسْوَارَ الأَقْدَارِ"
"Semangat yang kuat tidak dapat menembus dinding takdir".
هَذِهِ الحِكْمَةُ ذَيْلٌ وَتَتِمَّةٌ لِلحِكْمَةِ الَّتِي قَبْلَهَا، وَفِيهَا أَجْوِبَةٌ عَنْ أَسْئِلَةٍ تُثِيرُهَا الحِكْمَةُ الَّتِي قَبْلَهَا فِي الذِّهْنِ. وَدَعُونَا نُفَسِّرُ أَوَّلًا هَذِهِ الحِكْمَةَ تَفْسِيرًا مُحَمَّلًا فِي حُدُودِ المَعْنَى المُتَبَادِرِ مِنْهَا.
Hikmah ini merupakan lanjutan dan pelengkap dari hikmah sebelumnya (hikmah kedua "Keinginanmu untuk mengejar sebab-sebab dunia, padahal Allah telah menempatkanmu dalam keadaan terlepas dari keterikatan dunia, merupakan kemunduran dari cita-cita yang tinggi"), serta di dalamnya terdapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dari hikmah sebelumnya di benak kita. Mari kita jelaskan terlebih dahulu hikmah ini dalam batasan makna yang tampak.
«سَوَابِقُ الهِمَمِ لَا تَخْرِقُ أَسْوَارَ القَدَرِ» الهِمَمُ هِيَ العَزَائِمُ الَّتِي يُمْتِعُ اللهُ بِهَا النَّاسَ فِي مَجَالِ الإِقْبَالِ عَلَى شُؤُونِهِمْ، مِنْ تِجَارَةٍ وَصِنَاعَةٍ وَدِرَاسَةٍ وَنَحْوِهَا. هَذِهِ الهِمَمُ أَوِ العَزَائِمُ، مَهْمَا اشْتَدَّتْ وَقَوِيَتْ، فِي نُفُوسِ أَصْحَابِهَا، فَإِنَّهَا لَا تَسْتَطِيعُ أَنْ تَخْتَرِقَ أَسْوَارَ الأَقْدَارِ.
"Semangat yang kuat tidak dapat menembus dinding takdir", semangat yang dimaksud di sini adalah tekad kuat yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia dalam urusan-urusan hidupnya, seperti perdagangan, industri, studi, dan sebagainya. Tekad atau semangat ini, sekuat dan sekeras apapun dalam jiwa pemiliknya, tidak akan mampu menembus dinding-dinding takdir.
وَالأَسْوَارُ جَمْعُ سُورٍ، وَهُوَ السُّورُ المَعْرُوفُ الَّذِي يُحِيطُ بِالبَلْدَةِ. شَبَّهَ ابْنُ عَطَاءِ اللهِ القَدَرَ الَّذِي قَدَّرَهُ اللهُ فِي غَيْبِهِ عَلَيْكَ وَعَلَيَّ، بِسُورٍ مُحْكَمٍ عَالٍ غَلِيظٍ يُحِيطُ بِالبَلْدَةِ، فَمَهْمَا أَرَادَ الأَعْدَاءُ أَنْ يَخْتَرِقُوهُ مِنْ هُنَا أَوْ هُنَاكَ لَنْ يَسْتَطِيعُوا إِلَى ذَلِكَ سَبِيلًا. أَيْ فَأَنْتَ لَا تَسْتَطِيعُ أَنْ تُلْغِيَ أَوْ تَقْفِزَ فَوْقَ أَقْدَارِ اللهِ تَعَالَى بِهِمَمِكَ وَمُحَاوَلَاتِكَ مَهْمَا أُوتِيتَ مِنْ بَرَاعَةِ الحِيلَةِ وَخَوَارِقِ القُوَّةِ.
"Dinding (aswar)" adalah bentuk jamak dari "sur", yang berarti tembok yang mengelilingi suatu kota. Ibn Athaillah mengibaratkan takdir yang Allah tentukan dalam ilmu ghaib-Nya untukmu dan untukku sebagai tembok yang kokoh, tinggi, dan tebal yang mengelilingi kota. Seberapa besar pun musuh berusaha untuk menembusnya dari sana-sini, mereka tidak akan mampu melakukannya.
Artinya, engkau tidak bisa menghilangkan atau melompati takdir Allah dengan semangat atau usahamu, betapapun engkau diberi kecerdikan atau kekuatan luar biasa.
وَالمَعْنَى الَّذِي يَرْمِي إِلَيْهِ ابْنُ عَطَاءِ اللهِ هُوَ التَّالِي: يَا ابْنَ آدَمَ اكْدَحْ كَمَا تُحِبُّ وَابْحَثْ عَنِ النَّتَائِجِ كَمَا تَشَاءُ وَمَارِسِ الأَسْبَابَ فِي عَالَمِهَا الَّذِي أَقَامَكَ اللهُ فِيهِ، جَهْدَ اسْتِطَاعَتِكَ، وَلَكِنْ فَلْتَعْلَمْ أَنَّ الأَسْبَابَ الَّتِي تَتَعَامَلُ مَعَهَا، مَهْمَا كَانَتْ ذَاتَ مَضَاءٍ وَفَاعِلِيَّةٍ فِيمَا يَبْدُو لَكَ، تَتَحَوَّلُ إِلَى ظَوَاهِرَ مَيِّتَةٍ، إِنْ هِيَ عَارَضَتْ قَضَاءَ اللهِ وَحُكْمَهُ المُبْرَمِينَ فِي سَابِقِ غَيْبِهِ.
Makna yang ingin disampaikan oleh Ibn Athaillah adalah sebagai berikut: Wahai anak Adam, berusahalah sekuat yang kamu inginkan, cari hasilnya sebaik yang kamu bisa, dan jalani sebab-sebab di dunia ini yang telah Allah tempatkan kamu di dalamnya dengan segenap kemampuanmu. Namun, ketahuilah bahwa sebab-sebab yang kamu hadapi, seberapa pun tampak kuat dan efektif di matamu, akan menjadi fenomena yang tidak berarti jika bertentangan dengan takdir dan hukum Allah yang telah ditetapkan dalam ilmu Ghaib-Nya.
وَبَادِئَ ذِي بَدْءٍ يَجِبُ أَنْ نَتَبَيَّنَ بِدِقَّةٍ مَعْنَى كُلٍّ مِنَ القَضَاءِ وَالقَدَرِ: مِـنْ أَكْثَرِ الَّذِينَ فَهِمُوا كُلًّا مِنْهُمَا فَهْمًا بَاطِلًا بَلْ مُنْكِسًا. وَلَقَدْ حَمَلَنِي الفَهْمُ الذَّرِيعُ بِحَقِيقَتِهِمَا عَلَى أَنْ أُخْرِجَ كِتَابِي الَّذِي أَصْدَرْتُهُ قَبْلَ عِدَّةِ سِنِينٍ: (الإِنْسَانُ مُسَيَّرٌ أَمْ مُخَيَّرٌ) إِذْ بَسَطْتُ فِيهِ هَذَا المَوْضُوعَ وَأَخْرَجْتُهُ مِنْ دَائِرَةِ التَّعْقِيدِ جَهْدَ اسْتِطَاعَتِي، وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ قَدْ لَعِبَ دَوْرَهُ فِي إِزَالَةِ الغُمُوضِ الَّذِي تَطَاوَلَ أَمَدُهُ عَلَى هَذَا المَوْضُوعِ.
Pertama-tama, kita harus memahami dengan tepat makna dari qadha dan qadar, karena banyak orang yang telah salah memahami keduanya, bahkan sampai terbalik. Pemahaman mendalam terhadap hakikat keduanya telah mendorong saya untuk menulis buku saya beberapa tahun yang lalu berjudul "Apakah Manusia Ditentukan atau Diberi Pilihan?", di mana saya membahas topik ini dengan upaya maksimal untuk menjelaskannya dari kerumitan. Saya berharap buku tersebut telah memainkan perannya dalam menghilangkan kerancuan yang sudah lama membayangi topik ini.
وَهَا أَنَا، بِهَذِهِ المُنَاسَبَةِ، أَعُودُ إِلَى بَيَانِ مَعْنَى كُلٍّ مِنَ القَضَاءِ وَالقَدَرِ، مَعْنًى يُزِيلُ عَنْهُمَا اللَّبْسَ وَالغُمُوضَ، وَيَقْطَعُ دَابِرَ المُشْكِلَاتِ الوَهْمِيَّةِ الَّتِي يَقُومُ وَيَقْعُدُ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ بِهَا. قَضَاءُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ: عِلْمُهُ الأَزَلِيُّ بِكُلِّ مَا سَيَجْرِي فِي المُسْتَقْبَلِ. أَمَّا القَدَرُ فَهُوَ: وُقُوعُ الأَشْيَاءِ وَجَرَيَانُهَا، طِبْقًا لِعِلْمِ اللهِ الأَزَلِيِّ بِهَا.
Dan kini, dalam kesempatan ini, saya kembali untuk menjelaskan makna dari qadha dan qadar dengan cara yang menghilangkan kesalahpahaman dan kebingungan, serta memutus akar masalah yang bersifat khayalan yang sering diperdebatkan banyak orang. Qadha Allah SWT adalah pengetahuan-Nya yang azali tentang segala sesuatu yang akan terjadi di masa depan. Sedangkan qadar adalah terjadinya sesuatu sesuai dengan ilmu Allah yang azali tersebut.
إِذَنْ عِلْمُ اللهِ بِالأَحْدَاثِ الكَوْنِيَّةِ قَبْلَ وُقُوعِهَا هُوَ (القَضَاءُ) فَإِذَا وَقَعَتْ (لَنْ تَقَعَ إِلَّا مُطَابِقَةً لِعِلْمِ اللهِ) فَذَلِكَ هُوَ القَدَرُ.
Jadi, ilmu Allah tentang peristiwa alam sebelum kejadiannya adalah qadha, dan ketika peristiwa itu terjadi (tidak akan terjadi kecuali sesuai dengan ilmu Allah), itulah yang disebut qadar.
إِنَّ القَضَاءَ الَّذِي يَتَحَوَّلُ اسْمُهُ لَدَى الوُقُوعِ إِلَى (قَدَرٍ) مِنْهُ مَا يَقَعُ بِحُكْمِ اللهِ دُونَ أَنْ يَكُونَ لِلإِرَادَةِ البَشَرِيَّةِ مَدْخَلٌ أَوْ أَثَرٌ فِي وُجُودِهِ، مِثْلُ أَنْوَاعِ المَوْتِ وَمَرَضٍ وَعَاهَاتٍ، وَمِثْلُ الحَوَادِثِ الكَوْنِيَّةِ مِثْلُ زَلَازِلَ وَخَسْفٍ وَإِعْصَارٍ وَفَيَضَانَاتٍ. وَمِنْهُ مَا يَتِمُّ ظُهُورُهُ بِخَلْقِ اللهِ وَلَكِنْ عَلَى أَثَرِ إِرَادَةٍ وَقَصْدٍ مِنَ الإِنْسَانِ إِلَى ذَلِكَ، كَالتَّصَرُّفَاتِ الاِخْتِيَارِيَّةِ الَّتِي تَصْدُرُ مِنَ الإِنْسَانِ وَالمُتَمَثِّلَةِ فِي أَنْشِطَتِهِ التِّجَارِيَّةِ وَالصِّنَاعِيَّةِ وَالاجْتِمَاعِيَّةِ عَلَى اخْتِلَافِهَا، وَفِي طَاعَاتِهِ وَقُرُبَاتِهِ الدِّينِيَّةِ مِنْ صَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَحَجٍّ وَنَحْوِ ذَلِكَ.
Qadha yang ketika terjadi berubah menjadi qadar ini, ada yang terjadi semata-mata atas kehendak Allah tanpa adanya campur tangan atau pengaruh dari kehendak manusia, seperti kematian, penyakit, cacat, dan peristiwa alam seperti gempa bumi, longsor, angin topan, dan banjir. Ada juga yang muncul melalui ciptaan Allah, namun disertai dengan kehendak dan niat manusia, seperti perbuatan pilihan manusia yang tercermin dalam aktivitas perdagangan, industri, sosial, dan sebagainya, serta dalam ketaatan dan ibadahnya seperti salat, puasa, haji, dan ibadah lainnya.
وَالمُهِمُّ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ كُلًا هَذَيْنِ النَّوْعَيْنِ دَاخِلٌ فِي مَعْنَى قَضَاءِ اللهِ وَقَدَرِهِ إِذْ كُلُّ ذَلِكَ إِنَّمَا يَجْرِي بِعِلْمِ اللهِ وَخَلْقِهِ، وَأَنْ تَعْلَمَ أَنَّ خُضُوعَ كُلِّ شَيْءٍ لِسُلْطَانِ قَضَاءِ اللهِ وَقَدَرِهِ، لَا عِلَاقَةَ لَهُ بِاخْتِيَارِ الإِنْسَانِ وَجَبْرِهِ. وَلَسْنَا الآنَ بِصَدَدِ بَسْطِ القَوْلِ فِي هَذَا المَوْضُوعِ الَّذِي لَهُ مَجَالُهُ الخَاصُّ بِهِ.
Yang penting adalah kamu harus tahu bahwa kedua jenis peristiwa ini termasuk dalam makna qadha dan qadar Allah. Sebab, semua itu terjadi dengan ilmu dan ciptaan Allah. Dan juga, kamu harus memahami bahwa tunduknya segala sesuatu kepada kekuasaan qadha dan qadar Allah tidak ada hubungannya dengan pilihan atau paksaan manusia. Saat ini, kita tidak sedang membahas secara mendetail tentang topik ini, yang memiliki ruang pembahasannya sendiri.
وَالآنَ، مَا عِلَاقَةُ كَلَامِ ابْنِ عَطَاءِ اللهِ هُنَا بِالحِكْمَةِ الَّتِي فَرَغْنَا الآنَ مِنْ شَرْحِهَا؟ إِلَيْكَ الجَوَابُ:
Sekarang, apa hubungannya perkataan Ibnu Atha'illah di sini dengan hikmah yang baru saja kita jelaskan? Inilah jawabannya:
رُبَّ شَخْصٍ يَعْكِفُ عَلَى سَبَبٍ مِنْ أَسْبَابِ الرِّزْقِ مَثَلًا، يَنْصَرِفُ إِلَيْهِ وَيَتَعَامَلُ مَعَهُ. وَيَتَبَيَّنُ لَدَى النَّظَرِ أَنَّهُ سَبَبٌ غَيْرُ مَشْرُوعٍ، فَإِنْ جَاءَ مَنْ نَصَحَهُ بِالابْتِعَادِ عَنْهُ وَبِعَدَمِ التَّعَامُلِ مَعَهُ لِعَدَمِ شَرْعِيَّتِهِ، نَاقَشَهُ قَائِلًا: إِنَّ التَّسَبُّبَ لِلرِّزْقِ مَشْرُوعٌ وَمَطْلُوبٌ، وَإِنَّ اللهَ يَكْرَهُ العَبْدَ البَطَّالَ. وَرُبَّمَا قَالَ: إِنِّي مُلْتَزِمٌ بِحِكْمَةِ ابْنِ عَطَاءِ اللهِ.
Mungkin ada seseorang yang tekun bekerja dengan salah satu sebab rezeki, mengabdikan dirinya dan berusaha dengannya. Namun, setelah diteliti lebih lanjut, ternyata sebab tersebut tidak sesuai dengan syariat. Ketika ada yang menasihatinya untuk menjauhi dan tidak melanjutkan sebab itu karena tidak sesuai dengan syariat, ia mungkin membalas dengan mengatakan: "Berusaha mencari rezeki itu dibenarkan dan dianjurkan, serta Allah tidak menyukai hamba yang malas." Bahkan, mungkin ia berkata: "Saya mengikuti hikmah Ibnu Atha'illah."
فَقَدْ أَقَامَنِي اللهُ فِي عَالَمِ الأَسْبَابِ، وَمِنْ ثَمَّ فَلَا بُدَّ أَنْ أَتَعَامَلَ مَعَهَا.
وَالجَوَابُ يَتَمَثَّلُ فِي هَذَا الِاسْتِدْرَاكِ الَّذِي يَأْتِي ذَيْلًا لِلحِكْمَةِ الثَّانِيَةِ: «سَوَابِقُ الهِمَمِ لَا تَخْرِقُ أَسْوَارَ الأَقْدَارِ».
Dia berkata, "Allah telah menempatkan saya di dunia sebab-akibat, maka saya harus berurusan dengan sebab-sebab tersebut."
Jawabannya ada dalam penjelasan tambahan yang mengikuti hikmah kedua: "Himpunan kehendak tidak dapat menembus tembok takdir."
أَي عِنْدَمَا تَجِدُ أَنَّكَ تَتَعَامَلُ مَعَ أَسْبَابٍ غَيْرِ مَشْرُوعَةٍ، كَأَنْ تَجِدَ نَفْسَكَ فِي بَلَدٍ يَفُورُ بِالمُحَرَّمَاتِ، وَنَظَرْتَ، فَإِذَا أَنْتَ مُنْسَاقٌ فِيهِ إِلَى ارْتِكَابِ المُوبِقَاتِ، فَإِنَّ عَلَيْكَ أَنْ تَنْفُضَ يَدَكَ عَنْ تِجَارَاتِكَ وَأَنْشِطَتِكَ المَالِيَّةِ كُلِّهَا عَلَى اخْتِلَافِهَا، وَأَنْ تَرْحَلَ إِلَى مَكَانٍ لَا تُلَاحِقُكَ فِيهِ المَعَاصِي وَالآثَامُ.
Artinya, ketika kamu menemukan dirimu berurusan dengan sebab-sebab yang tidak sah, seperti saat kamu berada di sebuah negeri yang dipenuhi dengan hal-hal yang diharamkan, dan setelah melihatnya, kamu menyadari bahwa kamu sedang terseret untuk melakukan dosa-dosa besar, maka kamu harus melepaskan dirimu dari segala bentuk perdagangan dan aktivitas keuanganmu, apa pun bentuknya, dan pergi ke tempat di mana dosa-dosa dan kesalahan tidak mengejarmu.
فَإِذَا قَالَ لَكَ الشَّيْطَانُ: وَهَذَا السَّبَبُ الَّذِي قَيَّضَهُ اللهُ لِرِزْقِكَ، أَنَّى لَكَ البَدِيلُ عَنْهُ إِنْ أَنْتَ أَغْلَقْتَ السَّبِيلَ إِلَيْهِ عَلَى نَفْسِكَ؟ فَقُلْ لَهُ: وَمِنْ أَيْنَ لَكَ أَنَّ تِجَارَتِي أَوْ وَظِيفَتِي فِي تِلْكَ البَلْدَةِ هِيَ مَصْدَرُ نَعِيمِي وَعَيْشِي الحَقِيقِيِّ؟! أَنَّى لِهَذَا الوَهْمِ أَنْ يُبَصِّرَ عَلَيَّ وَأَنَا مَا زِلْتُ أَعِيشُ مَعَ قَوْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ﴾ [الذَّارِيَات: ٥٨] وَمَعَ قَوْلِهِ: ﴿فَابْتَغُوا عِنْدَ اللهِ الرِّزْقَ﴾ [العَنْكَبُوتِ: ١٧]...
Jika setan membisikkan kepadamu, "Ini adalah sebab yang Allah sediakan untuk rezekimu, dari mana kamu akan mendapatkan penggantinya jika kamu menutup jalan ini bagi dirimu sendiri?" Maka katakan padanya, "Dari mana kamu tahu bahwa perdagangan atau pekerjaanku di negeri tersebut adalah sumber kebahagiaanku dan kehidupan yang sesungguhnya? Bagaimana mungkin ilusi ini mengaburkan pandanganku sementara aku masih hidup dengan firman Allah: 'Sesungguhnya Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh' (QS. Adz-Dzariyat: 58) dan dengan firman-Nya: 'Maka carilah rezeki di sisi Allah' (QS. Al-Ankabut: 17)...
وَمَعَ قَوْلِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الحَدِيثِ الَّذِي سَنَفُصِّلُ عَلَيْهِ: «إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ المَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكِتَابَةِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٍّ أَوْ سَعِيدٍ».
Serta dengan sabda Rasulullah SAW dalam hadits yang akan kita rinci: 'Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'alaqah selama itu juga, lalu menjadi mudhghah selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat dan ditiupkanlah ruh kepadanya, dan diperintahkan untuk menulis empat perkara: rezekinya, ajalnya, amalnya, dan apakah dia akan sengsara atau bahagia.'"
فَالرِّزْقُ الَّذِي سَيَأْتِيكَ مَسْطُورٌ فِي عِلْمِ اللهِ، فَهُوَ دَاخِلٌ فِي قَضَائِهِ،
وَلَنْ يَأْتِيَكَ مِنْهُ إِلَّا مَا هُوَ مَسْطُورٌ لَكَ فِي عِلْمِهِ وَغَيْبِهِ المَكْنُونِ، وَهَذَا هُوَ فَهْمُ القَضَاءِ الَّذِي يَتَّفِقُ مَعَ قَدَرِهِ. أَمَّا جُهُودُكَ وَنَشَاطَاتُكَ التِّجَارِيَّةُ، فَإِنَّمَا هِيَ خَادِمَةٌ لِمَا هُوَ مَسْطُورٌ فِي قَضَاءِ اللهِ وَحُكْمِهِ، وَلِلْقَدَرِ الَّذِي سَيَقَعُ مُطَابِقًا لِعِلْمِهِ.
Rezeki yang akan datang kepadamu telah tertulis dalam ilmu Allah, dan itu termasuk dalam ketetapan-Nya.
Tidak akan datang kepadamu selain apa yang telah tertulis untukmu dalam ilmu-Nya dan takdir-Nya yang tersembunyi. Inilah pemahaman tentang takdir yang sesuai dengan kehendak-Nya. Sedangkan upaya dan aktivitas bisnismu hanyalah pelayan bagi apa yang telah ditulis dalam ketetapan dan hukum Allah, serta takdir yang akan terjadi sesuai dengan ilmu-Nya.
فَرُدَّ عَلَى شَيْطَانِكَ الَّذِي يُوَسْوِسُ إِلَيْكَ: إِذَا كَانَ اللهُ قَدْ كَتَبَ لِي الغِنَى وَالرِّزْقَ الوَفِيرَ، فَلَسَوْفَ يَتْبَعُنِي هَذَا الَّذِي كَتَبَهُ اللهُ لِي أَيْنَمَا ذَهَبْتُ وَحَيْثُمَا وَجَدْتُ. وَإِنْ كَانَ اللهُ قَدْ كَتَبَ لِي فِي سَابِقِ عِلْمِهِ رِزْقًا قَلِيلًا وَمَحْدُودًا، فَلَسَوْفَ يَبْقَى قَلِيلًا كَمَا قَضَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ، مَهْمَا غُصْتَ وَتَقَلَّبْتَ بَيْنَ المَشَارِيعِ التِّجَارِيَّةِ، وَمَهْمَا رَحَلْتَ وَانْتَقَعْتَ الرِّزْقَ فِي غَرْبِ العَالَمِ وَشَرْقِهِ. ذَلِكَ لِأَنَّ «سَوَابِقَ الهِمَمِ لَا تَخْرِقُ أَسْوَارَ الأَقْدَارِ» وَلَعَلَّكَ أَدْرَكْتَ الآنَ عِلَاقَةَ هَذِهِ الحِكْمَةِ بِالَّتِي قَبْلَهَا.
Jadi, tangkis bisikan setan yang berkata kepadamu: "Jika Allah telah menetapkan kekayaan dan rezeki yang melimpah bagiku, maka itu akan mengikutiku ke mana pun aku pergi dan di mana pun aku berada. Dan jika Allah telah menetapkan untukku rezeki yang sedikit dan terbatas dalam ilmu-Nya, maka itu akan tetap sedikit sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah, tidak peduli seberapa keras aku bekerja dan terlibat dalam proyek-proyek bisnis, dan tidak peduli ke mana aku pergi mencari rezeki di barat dan timur dunia."
Karena "kehendak yang kuat tidak dapat menembus tembok takdir." Dan sekarang kamu mungkin telah memahami hubungan antara hikmah ini dengan yang sebelumnya.
غَيْرَ أَنَّ هَذِهِ الحَقِيقَةَ قَدْ تُثِيرُ لَدَى بَعْضِ النَّاسِ السُّؤَالَ التَّالِي: إِذَنْ فِيمَ التَّعَامُلُ مَعَ الأَسْبَابِ، مَا دَامَ أَنَّهَا لَا تَخْرِقُ أَسْوَارَ الأَقْدَارِ؟ فِيمَ المَشْيُ فِي مَنَاكِبِ الأَرْضِ وَالسَّعْيُ مِنْ أَجْلِ الكَدْحِ وَالرِّزْقِ؟
Namun, kebenaran ini mungkin memunculkan pertanyaan berikut pada sebagian orang: "Kalau begitu, mengapa kita perlu berusaha dengan sebab-sebab yang ada, jika sebab-sebab tersebut tidak bisa menembus tembok takdir? Mengapa kita harus berjalan di berbagai penjuru bumi dan berusaha untuk mencari nafkah dan rezeki?"
وَالجَوَابُ أَنَّكَ تَتَعَامَلُ مَعَ الأَسْبَابِ الكَوْنِيَّةِ المُخْتَلِفَةِ فِي إِحْدَى حَالَتَيْنِ: الحَالَةُ الأُولَى أَنْ تَكُونَ الأَسْبَابُ المَشْرُوعَةُ كُلُّهَا بَعِيدَةً عَنْكَ غَيْرَ خَاضِعَةٍ لِنَشَاطِكَ وَجُهُودِكَ، إِذَنْ فَأَنْتَ فِي عَالَمِ التَّجْرِيدِ وَالمَطْلُوبُ مِنْكَ الِاسْتِسْلَامُ وَالِانْتِظَارُ. وَتَكَاثُرُ الأَسْبَابِ غَيْرِ المَشْرُوعَةِ فِي حُكْمِ العَدَمِ كَمَا ذَكَرْنَا، فَالمَطْلُوبُ مِنْكَ تَجَاهُلُهَا وَالِابْتِعَادُ عَنْهَا.
Jawabannya adalah, kamu berurusan dengan berbagai sebab duniawi dalam satu dari dua keadaan: keadaan pertama, ketika semua sebab yang sah tidak tersedia dan tidak berada dalam kendalimu atau upayamu, maka kamu berada di dunia tajrid, dan yang diminta darimu adalah berserah diri dan menunggu. Sementara, jika banyak sebab yang tidak sah secara syar'i, dalam hukum tidak ada, seperti yang telah disebutkan, maka yang diminta darimu adalah mengabaikannya dan menjauhinya.
الحَالَةُ الثَّانِيَةُ: أَنْ تَكُونَ الأَسْبَابُ المَشْرُوعَةُ مُوَفَّرَةً أَمَامَكَ وَمِنْ حَوْلِكَ، إِذَنْ فَيَنْبَغِي أَنْ تُقْبِلَ إِلَيْهَا وَأَنْ تَتَعَامَلَ مَعَهَا، لَا لِأَنَّهَا ذَاتُ فَاعِلِيَّةٍ أَوْ مُقَاوَمَةٍ لِقَضَاءِ اللهِ وَقَدَرِهِ، مَعَاذَ اللهِ !! .. بَلْ لِأَنَّ اللهَ لَمَّا أَقَامَكَ فِي خِضَمِّهَا فَقَدْ أَمَرَكَ بِالتَّعَامُلِ مَعَهَا، مَعَ اليَقِينِ الَّذِي يَجِبُ أَنْ لَا يُبَارِحَ عَقْلَكَ، مِنْ أَنَّ الفَاعِلِيَّةَ إِنَّمَا هِيَ لِإِرَادَةِ اللهِ وَحُكْمِهِ، لَا لِتِلْكَ الأَسْبَابِ الَّتِي تَتَعَامَلُ مَعَهَا وَكَأَنَّكَ تَعْتَمِدُ عَلَيْهَا.
Keadaan kedua: jika sebab-sebab yang sah secara syar'i tersedia di hadapanmu dan di sekitarmu, maka seharusnya kamu mendekatinya dan berurusan dengannya. Bukan karena sebab-sebab tersebut memiliki daya atau bisa melawan takdir Allah, jauh dari itu! Namun, karena ketika Allah menempatkanmu di tengah-tengah sebab-sebab itu, Dia memerintahkanmu untuk berurusan dengannya, dengan keyakinan yang harus tetap ada dalam benakmu, bahwa daya dan pengaruh yang sebenarnya hanya milik kehendak dan hukum Allah, bukan sebab-sebab yang kamu hadapi seolah-olah kamu bergantung padanya.
أَيْ فَالإِقْبَالُ عَلَى الأَسْبَابِ المَشْرُوعَةِ بِالتَّعَامُلِ مَعَهَا وَالتَّقَيُّدِ بِهَا، إِنَّمَا هُوَ وَظِيفَةٌ أَقَامَنَا اللهُ عَلَيْهَا وَأَمَرَنَا بِهَا، فَالتَّعَامُلُ فِي الحَقِيقَةِ مَعَهُ، لَا مَعَهَا، وَالآثَارُ المُتَرَتِّبَةُ، إِنَّمَا هِيَ مِنْهُ عَزَّ وَجَلَّ، لَا مِنْهَا. وَهَذَا يَعْنِي أَنَّ الأَسْبَابَ خَدَمٌ لِقَضَاءِ اللهِ وَقَدَرِهِ، وَلَيْسَ القَضَاءُ وَالقَدَرُ خَادِمَيْنِ لِلأَسْبَابِ. وَهَذَا هُوَ المَعْنَى الَّذِي يَرْمِي إِلَيْهِ ابْنُ عَطَاءِ اللهِ فِي حِكْمَتِهِ الثَّالِثَةِ هَذِهِ.
Artinya, mendekati sebab-sebab yang sah dan berurusan dengannya serta mengikutinya adalah tugas yang Allah tetapkan untuk kita dan perintahkan kepada kita. Pada hakikatnya, kita sedang berurusan dengan Allah, bukan dengan sebab-sebab itu. Dampak dan hasil yang terjadi berasal dari Allah, bukan dari sebab-sebab tersebut. Ini berarti bahwa sebab-sebab hanyalah pelayan bagi takdir dan ketetapan Allah, bukan sebaliknya, yakni takdir dan ketetapan Allah yang melayani sebab-sebab tersebut. Inilah makna yang dimaksudkan oleh Ibn Athaillah dalam hikmah ketiganya ini.
***
وَلْنَقِفْ عِنْدَ هَذِهِ الحَقِيقَةِ الَّتِي أَعْلَمُ أَنَّ كَثِيرًا مِنَ المُسْلِمِينَ لَمْ يَسْتَيْقِنُوهَا بَعْدُ، بَلْ رُبَّمَا تَفَاجَأَ بِاعْتِقَادٍ أَوْ تَصَوُّرٍ مُخَالِفٍ، لَدَى بَعْضِ عُلَمَاءِ المُسْلِمِينَ أَوِ المُشْتَغِلِينَ بِأَعْمَالِ الدَّعْوَةِ الإِسْلَامِيَّةِ؛ يُلِحُّ أَحَدُهُمْ عَلَى أَنَّ الأَسْبَابَ الكَوْنِيَّةَ الَّتِي نَتَعَامَلُ مَعَهَا، كَالنَّارِ وَالمَاءِ وَالسُّمِّ وَالدَّوَاءِ وَالطَّعَامِ. إِلَخْ تَحْتَوِي عَلَى فَاعِلِيَّةٍ كَامِنَةٍ فِي دَاخِلِهَا، فَإِنْ تَذَكَّرَ عَقِيدَتَهُ الإِيمَانِيَّةَ وَأَرَادَ أَنْ يَتَجَاوَبَ مَعَهَا، اسْتَدْرَكَ وَقَالَ: وَلَكِنَّ اللهَ هُوَ الَّذِي أَوْدَعَ فِيهَا تِلْكَ القُوَّةَ أَوِ الفَاعِلِيَّةَ !
Mari kita berhenti sejenak pada kenyataan ini yang saya tahu bahwa banyak umat Islam belum benar-benar meyakininya. Bahkan, mungkin beberapa akan terkejut dengan keyakinan atau pemahaman yang berbeda, termasuk di kalangan para ulama muslim atau mereka yang terlibat dalam aktivitas dakwah Islam. Ada di antara mereka yang menekankan bahwa sebab-sebab alamiah yang kita hadapi, seperti api, air, racun, obat, makanan, dan lainnya, memiliki daya atau pengaruh yang tersembunyi di dalamnya. Jika mereka mengingat akidah keimanan mereka dan ingin selaras dengannya, mereka akan menambahkan: "Namun, Allah-lah yang menanamkan kekuatan atau daya tersebut di dalamnya."
وَأَنَا لَا أُرِيدُ أَنْ أُحَاكِمَ هَؤُلَاءِ النَّاسَ إِلَى مَنْطِقِ عُلَمَاءِ العَقِيدَةِ وَالكَلَامِ لِأَنَّ فِي هَؤُلَاءِ النَّاسِ مَنْ لَا يُقِيمُونَ وَزْنًا لِمَنْطِقِهِمْ وَلِكَثِيرٍ مِنْ أَقْوَالِهِمْ.
وَلَكِنِّي أُذَكِّرُهُمْ بِقَوَاطِعِ النُّصُوصِ القُرْآنِيَّةِ، ثُمَّ بِمَا تَقْتَضِيهِ عَقِيدَةُ التَّوْحِيدِ، أَيْ الِاعْتِقَادُ بِوَحْدَانِيَّةِ اللهِ مِنْ حَيْثُ الذَّاتُ وَالصِّفَاتُ.
Saya tidak berniat untuk memperdebatkan orang-orang ini dengan logika para ulama akidah dan ilmu kalam, karena di antara mereka ada yang tidak memberikan bobot pada logika dari banyak perkataan mereka.
Namun, saya mengingatkan mereka dengan dalil-dalil yang tegas dari Al-Qur'an, kemudian dengan apa yang diharuskan oleh akidah tauhid, yaitu keyakinan tentang keesaan Allah, baik dalam hal zat maupun sifat-sifat-Nya.
أَمَّا قَوَاطِعُ النُّصُوصِ، فَأُذَكِّرُ مِنْهَا بِمَا يَلِي:
١ - قَوْلُ اللهِ تَعَالَى: ﴿اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الحَيُّ القَيُّومُ﴾ [البَقَرَةِ: ٢٥٥]. وَصَفَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ ذَاتَهُ بِالقَيُّومِ، أَيْ القَائِمِ بِأَمْرِ الكَوْنِ كُلِّهِ عَلَى الدَّوَامِ وَالِاسْتِمْرَارِ. أَيْ فَمَا مِنْ شَيْءٍ يَتَحَرَّكُ أَوْ يُؤَثِّرُ أَوْ يَتَأَثَّرُ إِلَّا بِفَاعِلِيَّةٍ مُبَاشِرَةٍ مِنْهُ فِي سَائِرِ الآنَاتِ وَاللَّحَظَاتِ. فَأَيُّ فَاعِلِيَّةٍ إِذَنْ بَقِيَتْ بَعْدَ هَذَا لِلأَسْبَابِ؟
Adapun dalil-dalil yang tegas, saya mengingatkan dengan beberapa di antaranya sebagai berikut:
1. Firman Allah Ta'ala: "Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya)" (QS. Al-Baqarah: 255). Allah عز وجل menyifatkan diri-Nya sebagai "Al-Qayyum", yakni yang senantiasa mengurus seluruh urusan alam semesta secara terus menerus dan tanpa henti. Artinya, tidak ada sesuatu pun yang bergerak, mempengaruhi, atau terpengaruh kecuali dengan kekuatan langsung dari-Nya pada setiap saat dan detik. Maka, kekuatan apa yang tersisa untuk sebab-sebab setelah ini?
٢ - قَوْلُ اللهِ تَعَالَى: ﴿وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ وَالأَرْضُ بِأَمْرِهِ﴾ [الرُّومِ: ٢٥]. أَيْ أَنْ تَتَحَرَّكَ الأَفْلَاكُ وَالأَرْضُ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا قَدْ أُودِعَ فِيهَا، وَأَنْ تُؤَدِّيَ وَظَائِفَهَا الَّتِي أَنَاطَهَا اللهُ بِهَا، بِتَوْجِيهٍ وَأَمْرٍ مِنْهُ عَزَّ وَجَلَّ. وَلَا تَنْسَ أَنَّ كَلِمَةَ ﴿تَقُومَ﴾ فِي الآيَةِ، وَهِيَ فِعْلٌ مُضَارِعٌ، تَدُلُّ عَلَى الدَّوَامِ وَالِاسْتِمْرَارِ. أَيْ فَكُلُّ مَا تَرَاهُ مِنَ الحَرَكَاتِ وَالتَّبَدُّلَاتِ الكَوْنِيَّةِ، صَغُرَتْ أَمْ كَبُرَتْ، إِنَّمَا يَتِمُّ لَحْظَةً فَلَحْظَةً بِقُدْرَةٍ وَأَمْرٍ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ. وَإِذَا تَأَمَّلْتَ فِي هَذَا الكَلَامِ الرَّبَّانِيِّ أَدْرَكْتَ أَنَّ مَا يَتَرَاءَى لَنَا أَنَّهُ أَسْبَابٌ لَيْسَ إِلَّا جُنُودًا مَحْكُومَةً بِسُلْطَانِ اللهِ وَأَمْرِهِ، تَتَلَقَّى القُدْرَةَ وَالفَاعِلِيَّةَ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لَحْظَةً فَلَحْظَةً، فَهَلْ بَقِيَتْ فِيهَا - مَعَ هَذَا التَّقْرِيرِ الإِلَهِيِّ - فَاعِلِيَّةٌ كَامِنَةٌ مُنْفَصِلَةٌ عَنِ الفَاعِلِ الأَوْحَدِ وَهُوَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ؟
2. Firman Allah Ta'ala: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah berdirinya langit dan bumi dengan perintah-Nya" (QS. Ar-Rum: 25). Artinya, bergeraknya benda-benda langit, bumi, dan segala yang ada di antara keduanya serta apa yang terkandung di dalamnya, dan menjalankan fungsi-fungsi yang Allah tugaskan kepada mereka, semua itu terjadi atas petunjuk dan perintah dari-Nya عز وجل. Jangan lupa bahwa kata "berdiri" dalam ayat ini, yang merupakan kata kerja present tense, menunjukkan kesinambungan dan kelangsungan. Artinya, segala gerakan dan perubahan di alam semesta, baik yang kecil maupun besar, terjadi setiap saat dengan kekuatan dan perintah Allah عز وجل. Jika Anda merenungkan firman Tuhan ini, Anda akan menyadari bahwa apa yang tampak sebagai "sebab" hanyalah tentara yang tunduk di bawah kekuasaan dan perintah Allah, menerima kekuatan dan efektivitas dari-Nya setiap saat. Jadi, apakah setelah penjelasan ilahi ini masih ada kekuatan tersembunyi yang terpisah dari Sang Pelaku Tunggal, yaitu Allah عز وجل?
٣ - قَوْلُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ أَنْ تَزُولَا وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ﴾ [فَاطِر: ٤١]. تَأَمَّلْ مَرَّةً أُخْرَى فِي كَلِمَةِ ﴿يُمْسِكُ﴾ الَّتِي تَدُلُّ عَلَى الدَّوَامِ وَالِاسْتِمْرَارِ. ثُمَّ انْظُرْ إِلَى القَرَارِ الرَّبَّانِيِّ الَّذِي تَنْطِقُ بِهِ الآيَةُ. إِنَّهَا تَقُولُ بِصَرِيحِ البَيَانِ:
كُلُّ مَا تَرَاهُ وَمَا لَا تَرَاهُ عَيْنُكَ مِنَ القَوَانِينِ وَالأَنْظِمَةِ الكَوْنِيَّةِ الَّتِي تُقِيمُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ عَلَى نَسَقِهَا وَنِظَامِهَا المَعْرُوفِ أَوِ المَدْرُوسِ، إِنَّمَا يَكْتَسِبُ الدَّوَامَ وَالِاسْتِقْرَارَ لَحْظَةً فَلَحْظَةً بِتَدْبِيرِ اللهِ وَحُكْمِهِ. وَلَوْ تَخَلَّى اللهُ عَنْهَا لَحْظَةً وَاحِدَةً لَتَهَاوَى وَانْدَثَرَ كُلُّ شَيْءٍ، وَهَيْهَاتَ عِنْدَئِذٍ لِكَائِنٍ أَوْ لِسَبَبٍ مَا أَنْ يَحِلَّ مَحَلَّ اللهِ فِي الفَاعِلِيَّةِ وَالتَّدْبِيرِ. إِذَنْ فَالَّذِي يَضُمُّ كُلَّ لَاحِقٍ مَعَ سَابِقٍ بِسِلْكِ مَا نُسَمِّيهِ السَّبَبِيَّةَ هُوَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ، وَإِنَّمَا يَتِمُّ ذَلِكَ، كَمَا عَرَفْنَا الآنَ، لَحْظَةً فَلَحْظَةً. فَكَيْفَ تَكُونُ، وَالحَالَةُ هَذِهِ، فِي مَخْلُوقَاتِ الكَوْنِ أَيًّا كَانَتْ فَاعِلِيَّةٌ مُسْتَقِرَّةٌ كَامِنَةٌ؟
3. Firman Allah عز وجل: "Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya tidak lenyap, dan sungguh jika keduanya lenyap, tidak ada seorang pun yang dapat menahannya selain Dia" (QS. Fathir: 41). Perhatikan lagi kata "menahan" yang menunjukkan keberlanjutan dan kesinambungan. Kemudian, lihat keputusan ilahi yang disampaikan ayat ini. Ayat tersebut dengan jelas menyatakan:
Segala sesuatu yang kamu lihat atau yang tidak terlihat oleh matamu dari hukum-hukum dan sistem-sistem alam yang menegakkan langit dan bumi pada tatanan dan aturan yang dikenal atau dipelajari, hanya mendapatkan kelangsungan dan kestabilan setiap saat melalui pengaturan dan perintah Allah. Jika Allah meninggalkannya barang sekejap saja, maka segalanya akan runtuh dan hancur. Dan tidak mungkin ada makhluk atau sebab apa pun yang dapat menggantikan Allah dalam menjalankan kekuasaan dan pengaturan. Jadi, yang menyatukan setiap peristiwa dengan yang sebelumnya melalui apa yang kita sebut sebagai "sebab-akibat" adalah Allah عز وجل, dan hal itu terjadi, seperti yang telah kita ketahui, setiap saat. Maka, bagaimana mungkin ada kekuatan tetap yang tersembunyi di dalam makhluk-makhluk alam semesta, apa pun bentuknya?
٤ - قَوْلُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿وَآيَةٌ لَهُمْ أَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِي الفُلْكِ المَشْحُونِ﴾ [يَس: ٤١]. إِذَا كَانَتْ فِي الفُلْكِ المَشْحُونِ الَّذِي يَمْخُرُ عُبَابَ البَحْرِ، فَاعِلِيَّةٌ كَامِنَةٌ مُسْتَقِرَّةٌ، فَلِمَاذَا نَسَبَ اللهُ حَمْلَ النَّاسِ المُحْتَشِدِينَ عَلَى ظَهْرِهَا وَفِي دَاخِلِهَا إِلَى ذَاتِهِ العَلِيَّةِ، وَلَمْ يَنْسِبْهُ إِلَى السَّفِينَةِ الَّتِي فِيهَا قُوَّةٌ مُسْتَقِرَّةٌ مُودَعَةٌ؟
إِنَّ الآيَةَ تُعْلِنُ أَنَّ الحَامِلَ لِلسَّفِينَةِ وَمَنْ فِيهَا إِنَّمَا هُوَ اللهُ. إِذَنْ فَقَدِ انْمَحَى وَهْمُ السَّبَبِيَّةِ الحَقِيقِيَّةِ فِيهَا، وَآلَتْ فَاعِلِيَّةُ الحَمْلِ وَالرِّعَايَةِ عَلَى الدَّوَامِ وَالِاسْتِمْرَارِ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.
4. Firman Allah عز وجل: “Dan tanda (kebesaran Kami) bagi mereka adalah bahwa Kami membawa keturunan mereka dalam kapal yang penuh muatan” (QS. Yasin: 41). Jika kapal yang berlayar di tengah lautan memiliki kekuatan laten yang mandiri, mengapa Allah menisbatkan pengangkutan manusia yang berada di atas dan di dalamnya kepada Diri-Nya Yang Maha Tinggi, dan tidak menisbatkannya kepada kapal yang dianggap memiliki kekuatan mandiri yang tersimpan?
Ayat ini menyatakan bahwa yang mengangkut kapal beserta isinya adalah Allah. Dengan demikian, hilanglah anggapan adanya sebab-akibat yang mandiri di dalam kapal tersebut, dan kekuatan untuk mengangkut serta melindungi terus-menerus adalah milik Allah عز وجل.
٥ - وَمِثْلُهُ، بَلْ أَوْضَحُ مِنْهُ، فِي الدَّلَالَةِ عَلَى الحَقِيقَةِ ذَاتِهَا قَوْلُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ عَنْ سَيِّدِنَا نُوحٍ: ﴿وَحَمَلْنَاهُ عَلَى ذَاتِ أَلْوَاحٍ وَدُسُرٍ ، تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا جَزَاءً لِمَنْ كَانَ كُفِرَ﴾ [القَمَر: ١٣-١٤]. لَاحِظْ أَنَّ البَيَانَ الإِلَهِيَّ هُنَا عَبَّرَ عَنِ السَّفِينَةِ بِمَا تَحْمِلُهُ فِي وَهْمِنَا مِنْ قُوَّةٍ وَفَاعِلِيَّةٍ، بِمَجْمُوعَةِ أَلْوَاحٍ خَشَبِيَّةٍ وَمَسَامِيرَ، لِيُهَوِّنَ لَنَا مِنْ شَأْنِهَا، وَلِيُؤَكِّدَ لَنَا بِهَذَا التَّصْوِيرِ البَلِيغِ أَنَّهَا بِحَدِّ ذَاتِهَا أَقَلُّ مِنْ أَنْ تُحَقِّقَ شَيْئًا أَوْ تَقِلَّ لَاجِئًا عَلَى ظَهْرِهَا، ضِمْنَ ذَلِكَ الطُّوفَانِ الشَّامِلِ وَتِلْكَ الأَمْوَاجِ العَاتِيَةِ، وَلَكِنَّ اللهَ هُوَ الَّذِي حَمَلَهُمْ وَحَفِظَهُمْ وَأَنْجَاهُمْ عَلَيْهَا. إِذَنْ فَقَدْ عَادَتِ السَّفِينَةُ شَكْلًا لَا مَضْمُونَ لَهُ أَمَامَ سُلْطَانِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.
5. Dan hal yang serupa, bahkan lebih jelas dalam menunjukkan kebenaran yang sama, adalah firman Allah عز وجل tentang Nabi Nuh: "Dan Kami angkut dia (Nuh) di atas (kapal) yang terbuat dari papan-papan dan paku, yang berlayar dengan pengawasan Kami, sebagai balasan bagi orang yang diingkari (oleh kaumnya)" (QS. Al-Qamar: 13-14). Perhatikan bahwa penjelasan ilahi di sini menyebutkan kapal dengan apa yang kita bayangkan sebagai kekuatan dan fungsinya, yaitu kumpulan papan kayu dan paku. Ini untuk merendahkan kedudukan kapal di hadapan kita, dan menegaskan dengan gambaran yang mendalam bahwa kapal itu sendiri tidak lebih dari sekadar benda yang sangat sederhana, yang tidak mungkin dapat mencapai apa pun atau membawa orang yang berlindung di atasnya di tengah-tengah banjir yang dahsyat dan gelombang besar itu. Namun, Allah-lah yang mengangkut mereka, melindungi mereka, dan menyelamatkan mereka dengan kapal itu. Jadi, kapal tersebut hanyalah bentuk tanpa kekuatan apa pun di hadapan kekuasaan Allah عز وجل.
٦ - وَتَتَجَسَّدُ هَذِهِ الحَقِيقَةُ الَّتِي تَلْتَقِي هَذِهِ الآيَاتُ عَلَى تَقْرِيرِهَا وَتَأْكِيدِهَا، فِي الكَلِمَةِ القُدُسِيَّةِ الَّتِي عَلَّمَنَا إِيَّاهَا رَسُولُ اللهِ ﷺ وَأَمَرَنَا بِتَكْرَارِ النُّطْقِ بِهَا وَالتَّشَبُّعِ بِمَعْنَاهَا، وَهِيَ: «لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ».
6. Kebenaran ini, yang ditegaskan dan disepakati oleh ayat-ayat tersebut, diwujudkan dalam kalimat yang mulia yang diajarkan kepada kita oleh Rasulullah ﷺ dan memerintahkan kita untuk mengulanginya serta menghayati maknanya, yaitu: "La hawla wa la quwwata illa billah" (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).
فَانْظُرْ إِلَى هَذِهِ الجُمْلَةِ الجَامِعَةِ، كَيْفَ نَفَتْ جِنْسَ الحَوْلِ كُلَّهُ وَالقُوَّةَ كُلَّهَا، عَنْ كُلِّ شَيْءٍ، وَفِي كُلِّ لَحْظَةٍ، لِتَحْصُرَهُمَا فِي ذَاتِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ. وَالْمُرَادُ بِالحَوْلِ الحَرَكَةُ الَّتِي تَنْبَعِثُ مِنْ وُجُودِ القُدْرَةِ، فَهِيَ مُبَالَغَةٌ فِي نَفْيِ القُوَّةِ الَّتِي تَبْعَثُ عَلَى الحَرَكَةِ وَالتَّبَدُّلِ، عَنْ كُلِّ المَخْلُوقَاتِ أَيًّا كَانَتْ، وَإِثْبَاتِهَا لِلَّهِ وَحْدَهُ؛ فَإِنْ رَأَيْتَ انْتِشَارَ حَرَكَةٍ دَائِبَةٍ فِي المُكَوِّنَاتِ كُلِّهَا، فَإِنَّمَا انْبَعَثَتْ فِيهَا الحَرَكَةُ بِقُوَّةٍ مُرْسَلَةٍ إِلَيْهَا مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لَحْظَةً فَلَحْظَةً. تَمَامًا كَانْتِشَارِ الضَّوْءِ الَّذِي يَسْرِي نَهَارًا فِي كُلِّ مَا تَرَاهُ مِنْ حَوْلِكَ، إِنَّمَا هُوَ مِنْ سَرَيَانِ الأَشِعَّةِ الَّتِي تَتَّجِهُ إِلَيْهَا مِنَ الشَّمْسِ لَحْظَةً فَلَحْظَةً، فَلَوْ تَقَلَّصَتْ عَنْهَا هَذِهِ الأَشِعَّةُ لاَكْتَسَتْ مِنْ ذَلِكَ ظَلَامًا دَامِسًا.
Perhatikanlah kalimat yang menyeluruh ini, bagaimana ia meniadakan segala jenis daya dan kekuatan dari segala sesuatu dan pada setiap saat, untuk mengkhususkannya hanya pada Dzat Allah SWT. Maksud dari "al-hawl" adalah gerakan yang muncul dari adanya kekuatan, sehingga ini adalah penegasan kuat bahwa segala kekuatan yang mendorong gerakan dan perubahan tidak ada pada makhluk apa pun, melainkan hanya pada Allah semata. Maka, jika kamu melihat gerakan terus-menerus dalam segala ciptaan, sesungguhnya gerakan itu hanya terjadi karena kekuatan yang dikirimkan Allah kepada mereka setiap saat. Hal ini persis seperti sinar yang menyebar di siang hari pada segala yang kamu lihat di sekitarmu. Itu terjadi karena cahaya yang terpancar dari matahari terus mengalir ke mereka setiap saat. Jika sinar itu berhenti, mereka akan tenggelam dalam kegelapan yang pekat.
بَقِيَ أَنْ أَلْفِتَ النَّظَرَ إِلَى المَنْطِقِ العِلْمِيِّ الَّذِي تَقْتَضِيهِ عَقِيدَةُ تَوْحِيدِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ حَيْثُ ذَاتُهُ وَصِفَاتُهُ وَأَفْعَالُهُ. يَنْبَغِي أَنْ يُعْلَمَ أَنَّ اللهَ وَاحِدٌ فِي ذَاتِهِ فَلَيْسَ فِي الْكَوْنِ إِلٰهٌ مِنْ دُونِهِ، وَأَنْ يُعْلَمَ أَنَّهُ وَاحِدٌ فِي صِفَاتِهِ فَلَا يُشَارِكُهُ مُشَارَكَةً حَقِيقِيَّةً فِي شَيْءٍ مِنْ صِفَاتِهِ أَحَدٌ، وَأَنْ يُعْلَمَ أَنَّهُ وَاحِدٌ فِي أَفْعَالِهِ، أَيْ فَهُوَ وَحْدَهُ الْخَالِقُ وَالصَّانِعُ فَلَا يُشَارِكُهُ فِي الْخَلْقِ وَالصَّنْعِ أَحَدٌ.
Tinggal satu hal lagi yang perlu diperhatikan, yaitu logika ilmiah yang diharuskan oleh akidah tauhid Allah SWT dari segi Dzat-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-Nya. Harus dipahami bahwa Allah itu Esa dalam Dzat-Nya, sehingga tidak ada Tuhan di alam ini selain Dia. Juga harus dipahami bahwa Dia Esa dalam sifat-sifat-Nya, sehingga tidak ada satu pun yang benar-benar berbagi sifat-sifat-Nya dengan-Nya. Dan harus dipahami bahwa Dia Esa dalam perbuatan-Nya, artinya hanya Dia yang mencipta dan mengatur, tidak ada satu pun yang berbagi dalam penciptaan dan pengaturan dengan-Nya.
فَإِذَا جَاءَ مَنْ يَعْتَقِدُ أَنَّ فِي النَّارِ مَثَلًا قُوَّةً مُحْرِقَةً أَوْدَعَهَا اللهُ فِيهَا، ثُمَّ تَرَكَهَا، فَهِيَ بِهَذِهِ الْقُوَّةِ الْكَامِنَةِ فِي دَاخِلِهَا تُحْرِقُ، فَذٰلِكَ يَعْنِي أَنَّ فِي الْكَوْنِ قُوَّةً مُحْرِقَةً مُسْتَقِلَّةً بِذَاتِهَا، كُلُّ مَا فِي الْأَمْرِ أَنَّ اللهَ جَاءَ بِهَا وَوَضَعَهَا فِي النَّارِ لِتُمَارِسَ بِهَا وَظِيفَةَ الْإِحْرَاقِ. إِذَنْ فَقَدْ أَثْبَتَتْ هٰذِهِ الْعَقِيدَةُ أَنَّ فِي الْكَوْنِ قُوَّةً غَيْرَ قُوَّةِ اللهِ تُشَارِكُهُ فِي إِقَامَةِ نِظَامِ الْكَوْنِ وَحُكْمِهِ وَهِيَ قُوَّةُ الْإِحْرَاقِ.
Jika ada yang meyakini bahwa api, misalnya, memiliki kekuatan membakar yang ditanamkan oleh Allah di dalamnya, kemudian Allah meninggalkannya sehingga api tersebut membakar dengan kekuatan laten di dalamnya, maka keyakinan ini berarti bahwa di alam semesta terdapat kekuatan membakar yang mandiri. Intinya, Allah hanya memberikan kekuatan itu dan menaruhnya di dalam api agar api bisa melaksanakan fungsinya untuk membakar. Maka, akidah ini menetapkan bahwa ada kekuatan lain selain kekuatan Allah yang ikut berperan dalam mengatur dan menjaga sistem alam semesta, yaitu kekuatan membakar.
وَتُصْبِحُ النَّارُ عِنْدَئِذٍ كَالْعَقْلِ الْإِلِكْتُرُونِيِّ الَّذِي يُلَقَّمُ الْمَعْلُومَاتِ لِيَعُودَ فَيَنْطِقَ أَوْ يُذَكِّرَ بِهَا. وَيُصْبِحُ عِنْدَئِذٍ الْقَوْلُ فِي الدَّوَاءِ وَفَاعِلِيَّتِهِ، وَالْقَوْلُ فِي السُّمِّ وَفَاعِلِيَّتِهِ، وَالْقَوْلُ فِي الطَّعَامِ وَفَاعِلِيَّتِهِ، كَهٰذَا الَّذِي قُلْنَاهُ عَنِ النَّارِ وَالْإِحْرَاقِ، فِي وَهْمِ هٰؤُلَاءِ النَّاسِ... وَتُصْبِحُ سَائِرُ الْقُوَى وَالْقُدَرِ عِنْدَئِذٍ مُسْتَقِلَّةً فِي وُجُودِهَا وَتَأْثِيرِهَا عَنْ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ. وَإِنَّمَا يَكُونُ عَمَلُ اللهِ تِجَاهَهَا مُجَرَّدَ الِاسْتِعَانَةِ بِهَا إِذْ يُوَزِّعُهَا بَيْنَ الْأَشْيَاءِ وَيُودِعُ كُلًّا مِنْهَا فِي الْمَكَانِ الَّذِي يَرَاهُ مُنَاسِبًا لَهُ! وَهَلْ هٰذَا إِلَّا شِرْكٌ صَارِخٌ وَصَرِيحٌ؟
وَهَلْ تَقِفُ النُّصُوصُ الْقُرْآنِيَّةُ الَّتِي أَتَيْنَا عَلَيْهَا مِنْ هٰذَا التَّصَوُّرِ، إِلَّا مَوْقِفَ النَّقِيضِ مِنَ النَّقِيضِ؟!
Kemudian, api menjadi seperti komputer elektronik yang dimasukkan data untuk kemudian mengeluarkan atau mengingatkan kembali data tersebut. Demikian juga, pandangan tentang obat dan efektivitasnya, tentang racun dan efeknya, serta tentang makanan dan pengaruhnya menjadi serupa dengan apa yang telah kita bicarakan tentang api dan pembakarannya, dalam pandangan orang-orang ini. Semua kekuatan dan kemampuan lainnya kemudian dianggap independen dalam keberadaan dan pengaruhnya dari Allah SWT. Peran Allah, dalam pandangan ini, hanyalah sekadar memanfaatkan kekuatan-kekuatan tersebut, mendistribusikannya di antara benda-benda, dan menempatkannya di tempat yang dianggapnya sesuai! Bukankah ini merupakan syirik yang terang-terangan dan jelas?
Dan apakah teks-teks Al-Qur'an yang telah kita sebutkan tidak berdiri dalam oposisi yang mutlak terhadap pandangan seperti ini?
***
وَقَدْ عَلِمْتَ الْجَوَابَ عَنْ سُؤَالِ مَنْ قَدْ يَقُولُ: فَفِيمَ التَّعَامُلُ مَعَ الْأَسْبَابِ إِذَنْ؟ وَلِمَاذَا لَا نَخْتَرِقُهَا جَمِيعًا لِنَتَعَامَلَ بَدَلًا مِنْهَا مَعَ اللهِ، وَنَنْتَظِرَ حُكْمَهُ وَسُلْطَانَهُ فِي كُلِّ مَا نَحْتَاجُ إِلَيْهِ مِنْ غِذَاءٍ وَدَوَاءٍ، وَنَجَاةٍ مِمَّا نَتَوَهَّمُهُ سَبَبًا لِلْمَصَائِبِ أَوِ الْآلَامِ؟
إِنَّ الْجَوَابَ يَتَلَخَّصُ فِي أَنَّ التَّعَامُلَ مَعَ اللهِ إِنَّمَا يَكُونُ بِالِانْسِجَامِ مَعَ أَوَامِرِهِ وَالتَّعَامُلِ مَعَ نِظَامِهِ الَّذِي أَقَامَ هٰذَا الْكَوْنَ عَلَى أَسَاسِهِ.
Dan sekarang kamu sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan seseorang yang mungkin berkata: "Kalau begitu, untuk apa berurusan dengan sebab-sebab? Mengapa kita tidak melangkah melewatinya semuanya dan berurusan langsung dengan Allah, serta menunggu perintah dan kekuasaan-Nya dalam semua yang kita butuhkan, baik itu makanan, obat, maupun keselamatan dari apa yang kita bayangkan sebagai penyebab bencana atau rasa sakit?"
Jawabannya adalah bahwa berurusan dengan Allah sebenarnya adalah dengan selaras mengikuti perintah-perintah-Nya dan berinteraksi dengan sistem-Nya yang telah Dia tetapkan sebagai dasar bagi alam semesta ini.
وَقَدْ أَمَرَنَا إِذَا جُعْنَا أَنْ نَأْكُلَ، وَإِذَا ظَمِئْنَا أَنْ نَشْرَبَ، وَإِذَا مَرِضْنَا أَنْ نَبْحَثَ عَنِ الدَّوَاءِ، وَأَنْ نَأْخُذَ حِذْرَنَا مِمَّا يَبْدُو أَنَّهُ سَبَبٌ لِلْآلَامِ أَوِ الْهَلَاكِ أَوِ الْأَسْقَامِ. ثُمَّ أَمَرَنَا أَنْ نَعْلَمَ عِلْمَ الْيَقِينِ أَنَّ لَا فَاعِلِيَّةَ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنَّ لَا تَأْثِيرَ إِلَّا بِحُكْمِ اللهِ، وَأَنْ نَعْلَمَ أَنَّ اللهَ هُوَ الْخَالِقُ لِكُلِّ شَيْءٍ وَالْآمِرُ لَهُ بِأَدَاءِ الْوَظِيفَةِ الَّتِي وُكِلَتْ إِلَيْهِ: ﴿أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ﴾ [الْأَعْرَافِ: ٥٤].
أَمَرَنَا أَنْ نَتَعَامَلَ مَعَ مَا يَبْدُو لَنَا أَنَّهُ سَبَبٌ وَعِلَّةٌ، وَأَمَرَنَا فِي الْوَقْتِ ذَاتِهِ أَنْ نَعْلَمَ أَنَّ «سَوَابِقَ الْهِمَمِ لَا تَخْرِقُ أَسْوَارَ الْأَقْدَارِ».
Allah telah memerintahkan kita bahwa ketika kita lapar, kita harus makan, dan ketika kita haus, kita harus minum. Jika kita sakit, kita diperintahkan untuk mencari obat, serta menjaga diri dari apa yang tampaknya menjadi penyebab rasa sakit, kehancuran, atau penyakit. Namun, Allah juga memerintahkan kita untuk meyakini dengan kepastian bahwa tidak ada daya atau kekuatan kecuali dari-Nya, dan bahwa tidak ada efek yang terjadi kecuali dengan izin Allah. Kita harus memahami bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah yang memerintahkan setiap hal untuk melaksanakan fungsinya: _“Ketahuilah, milik-Nyalah penciptaan dan perintah”_ (Al-A'raf: 54).
Allah memerintahkan kita untuk berurusan dengan apa yang tampaknya menjadi sebab dan akibat, tetapi pada saat yang sama, kita juga diperintahkan untuk memahami bahwa _"Tekad yang kuat tidak dapat menembus dinding takdir."_
وَكَمْ يَتَجَلَّى انْسِجَامُ هٰذِهِ الشَّرِيعَةِ الَّتِي كَلَّفَنَا اللهُ بِهَا، مَعَ الْحَقِيقَةِ الِاعْتِقَادِيَّةِ الَّتِي عَلَّمَنَا اللهُ إِيَّاهَا، فِي خِطَابِ اللهِ لِمَرْيَمَ عَلَيْهَا السَّلَامُ عِنْدَمَا أَلْجَأَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ: ﴿.. وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا﴾ [مَرْيَمَ: ٢٥]. كَانَتِ النَّخْلَةُ السَّحُوقُ عَارِيَةً إِذْ ذَاكَ مِنْ أَيِّ ثَمَرٍ عَلَيْهَا، فَأَنْبَتَ اللهُ فِيهَا لِلتَّوِّ الرُّطَبَ الْجَنِيَّ، أَيْ الطَّازَجَ، وَلَا شَكَّ أَنَّ إِلَهَهَا الَّذِي أَكْرَمَهَا بِهٰذِهِ الْخَارِقَةِ قَفْزًا فَوْقَ نِظَامِ الْأَسْبَابِ وَالْمُسَبِّبَاتِ، كَانَ قَادِرًا عَلَى أَنْ يُسْقِطَ فِي حِجْرِهَا مِنْ ذٰلِكَ الرُّطَبِ الْجَنِيِّ، مَا شَاءَ فِي الْوَقْتِ الْمُنَاسِبِ.
Betapa jelasnya keselarasan antara syariat yang telah Allah bebankan kepada kita dengan keyakinan yang telah Allah ajarkan kepada kita, dalam firman-Nya kepada Maryam 'alaihassalam ketika rasa sakit melahirkannya membawa dia ke batang pohon kurma: _"Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu"_ (Maryam: 25). Pada saat itu, pohon kurma tersebut tandus tanpa buah, namun Allah segera menumbuhkan buah kurma yang segar di atasnya. Tidak diragukan lagi, Tuhan yang memuliakan Maryam dengan mukjizat ini, yang melampaui hukum sebab-akibat, pasti mampu menjatuhkan buah kurma segar itu ke pangkuannya pada waktu yang tepat tanpa Maryam harus menggoyang batang pohon tersebut.
وَلَكِنَّهُ عَلَى الرَّغْمِ مِنْ يَقِينِنَا جَمِيعًا بِقُدْرَتِهِ هٰذِهِ، قَالَ لَهَا: ﴿وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ﴾! فَمَاذَا عَسَى أَنْ تُؤَثِّرَ يَدُهَا الضَّعِيفَةُ بِالْجِذْعِ الرَّاسِخِ فِي تُخُومِ الْأَرْضِ الْمُتَصَلِّبِ الثَّابِتِ كَدِعَامَةِ الْبِنَاءِ؟! مُجَرَّدُ وَظِيفَةٍ كَلَّفَهَا اللهُ بِهَا، يَنْبَغِي أَنْ تُنَفِّذَهَا فِي مَجَالِ التَّشْرِيعِ وَالنِّظَامِ، تَأَدُّبًا مَعَ التَّوْجِيهِ الرَّبَّانِيِّ وَتَجَاوُبًا مَعَ مُقْتَضَيَاتِ الْعُبُودِيَّةِ لِلَّهِ. أَمَّا الْيَقِينُ.. أَمَّا الْحَقِيقَةُ الِاعْتِقَادِيَّةُ، فَهِيَ أَنَّ خَالِقَ الرُّطَبِ فِي أَعْلَى شَجَرَةِ النَّخْلِ الْبَاسِقَةِ فِي غَيْرِ مِيعَادِهِ هُوَ اللهُ، وَأَنَّ الَّذِي يُسْقِطُهَا فِي حِجْرِ مَرْيَمَ ثَمَرًا طَيِّبًا جَنِيًّا هُوَ اللهُ.
Namun, meskipun kita semua yakin akan kekuasaan-Nya, Dia tetap berkata kepada Maryam: _"Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu."_ Apa yang bisa dilakukan oleh tangannya yang lemah terhadap batang pohon yang kokoh tertancap dalam di bumi, sekuat fondasi bangunan? Ini hanyalah tugas yang Allah bebankan kepadanya, yang harus dilaksanakan sebagai bagian dari hukum dan aturan yang ditetapkan, sebagai bentuk ketaatan pada petunjuk ilahi dan kepatuhan dalam penghambaan kepada Allah. Adapun keyakinan dan hakikat keimanan, adalah bahwa yang menciptakan buah kurma di puncak pohon kurma yang tinggi di luar musimnya adalah Allah, dan yang menjatuhkannya ke pangkuan Maryam sebagai buah yang baik dan segar juga adalah Allah.
***
وَانْظُرْ إِلَى الْأَثَرِ التَّرْبَوِيِّ الَّذِي يَتْرُكُهُ التَّعَامُلُ الشَّرْعِيُّ مَعَ الْأَسْبَابِ، مَعَ الِاعْتِقَادِ الْجَازِمِ بِأَنَّ لَا فَاعِلِيَّةَ فِيهَا وَبِأَنَّهَا خَادِمٌ لِقَضَاءِ اللهِ وَقَدَرِهِ، إِنَّهُ أَثَرٌ تَرْبَوِيٌّ رَائِعٌ يُحَقِّقُهُ هٰذَا الْاِنْسِجَامُ عَلَى مُسْتَوَى كُلٍّ مِنَ النَّفْسِ وَالصِّحَّةِ الْجِسْمِيَّةِ، وَرَاحَةِ الْفِكْرِ وَالْبَالِ.
Perhatikanlah dampak pendidikan yang ditinggalkan oleh interaksi syariat dengan sebab-sebab, bersamaan dengan keyakinan yang teguh bahwa sebab-sebab tersebut tidak memiliki efektivitas sendiri dan hanyalah pelayan bagi ketentuan dan takdir Allah. Ini adalah dampak pendidikan yang luar biasa yang tercipta dari keselarasan ini, baik pada tingkat jiwa, kesehatan fisik, serta ketenangan pikiran dan hati.
إِنْ كَانَ فِي قَضَاءِ اللهِ وَقَدَرِهِ أَنْ يُثْمِرَ تَعَامُلُكَ مَعَ الْأَسْبَابِ، وَأَنْ تَصِلَ مِنْ وَرَائِهِ إِلَى مَا تَبْتَغِيهِ، فَاضَ فُؤَادُكَ يَقِينًا بِأَنَّ الْمُتَفَضِّلَ هُوَ اللهُ، وَمِنْ ثَمَّ لَا بُدَّ أَنْ يَلْهَجَ لِسَانُكَ بِشُكْرِهِ وَحَمْدِهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ.
Jika dalam ketetapan dan takdir Allah hasil dari interaksimu dengan sebab-sebab itu membuahkan hasil dan engkau mencapai apa yang engkau inginkan, maka hatimu akan dipenuhi keyakinan bahwa yang memberi karunia adalah Allah. Oleh karena itu, lidahmu tidak bisa tidak melafalkan rasa syukur, pujian, dan sanjungan kepada-Nya.
وَإِنْ كَانَ فِي قَضَائِهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا تَصِلَ مِنْ وَرَاءِ تَعَامُلِكَ مَعَ الْأَسْبَابِ إِلَى مَا تَبْتَغِيهِ، فَلَسَوْفَ تَعْلَمَ أَنَّ الْمَسْأَلَةَ عَائِدَةٌ إِلَى قَضَاءِ اللهِ وَحُكْمِهِ، وَمِنْ ثَمَّ فَلَنْ تُحِيلَ الْأَمْرَ إِلَى جَهْلٍ مِنْكَ بِاسْتِخْدَامِ الْأَسْبَابِ عَلَى نَحْوٍ أَدَقَّ، أَوْ إِلَى عَجْزٍ مِنْكَ فِي التَّحَايُلِ عَلَى الْمَوَانِعِ وَالْمُشْكِلَاتِ الَّتِي وَاجَهَتْكَ، أَوْ إِلَى افْتِرَاضَاتٍ بِأَنَّكَ لَوْ فَعَلْتَ كَذَا... لَمَا كَانَ كَذَا... وَأَنَّكَ لَوْ تَدَارَكْتَ الْأَمْرَ عَلَى النَّحْوِ الَّذِي فَعَلَهُ فُلَانٌ لَنَجَحْتَ كَمَا نَجَحَ، وَلَمَا وَقَعْتَ فِي مُغَبَّةِ الْعَجَلَةِ الَّتِي دَاهَمَتْكَ.
Dan jika dalam ketetapan Allah Yang Maha Mulia engkau tidak mencapai apa yang engkau inginkan meskipun telah berusaha menggunakan sebab-sebab, maka engkau akan mengetahui bahwa urusannya kembali kepada ketetapan dan keputusan Allah. Oleh karena itu, engkau tidak akan menyalahkan ketidaktahuanmu dalam menggunakan sebab-sebab dengan lebih cermat, atau menyalahkan ketidakmampuanmu mengatasi hambatan dan masalah yang engkau hadapi, atau berasumsi bahwa jika engkau melakukan ini atau itu, maka hasilnya akan berbeda. Atau jika engkau bertindak seperti yang dilakukan orang lain, engkau akan berhasil seperti dia dan tidak terjebak dalam kesalahan terburu-buru yang telah menimpamu.
وَكَمْ فِي هٰذِهِ الْأَوْهَامِ الَّتِي تَهَيْمِنُ عَلَى أَفْكَارِ كَثِيرٍ مِنَ النَّاسِ، مَا يُرْجِمُهُمْ فِي أَمْرَاضٍ جِسْمِيَّةٍ، أَوْ كَآبَةٍ نَفْسِيَّةٍ، أَوْ إِرْهَاقٍ فِكْرِيٍّ.
Dan betapa banyak dari khayalan-khayalan ini, yang mendominasi pikiran banyak orang, yang akhirnya melemparkan mereka ke dalam penyakit fisik, depresi mental, atau kelelahan pikiran.
وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ الَّذِي جَمَعَ بَيْنَ الِانْقِيَادِ السُّلُوكِيِّ لِأَحْكَامِ الشَّرْعِ وَالْيَقِينِ الِاعْتِقَادِيِّ بِحَقِيقَةِ الْقَضَاءِ الْإِلٰهِيِّ، يَبْقَى فِي نَجْوَةٍ وَسَلَامَةٍ مِنْ هٰذِهِ الْمَصَائِبِ وَالْآلَامِ. إِذْ يَعْلَمُ أَنَّ هٰذَا الَّذِي وَقَعَ إِنَّمَا هُوَ نَتِيجَةٌ لِقَضَاءِ اللهِ وَحُكْمِهِ الَّذِي لَا بُدَّ أَنْ يُلْحِقَهُ وَيَقَعَ بِهِ أَيْنَمَا ذَهَبَ وَبِأَيِّ حِيلَةٍ أَوْ سَبَبٍ تَمَسَّكَ.
Namun, seorang mukmin yang memadukan antara kepatuhan perilaku terhadap hukum syariat dan keyakinan akidah terhadap hakikat ketentuan ilahi, akan tetap terlindungi dan selamat dari bencana dan penderitaan ini. Karena ia mengetahui bahwa apa yang terjadi hanyalah hasil dari ketetapan dan keputusan Allah yang pasti akan terjadi dan tidak bisa dihindari, ke mana pun ia pergi dan dengan cara atau sebab apa pun yang diusahakan.
فَإِذَا كَانَ ذَا ثِقَةٍ بِاللهِ وَرِضًا عَنْهُ؛ ازْدَادَ رَاحَةً وَطُمَأْنِينَةً وَيَقِينًا بِأَنَّ مَا اِنْتَهَى إِلَيْهِ هُوَ الْخَيْرُ.
وَلَسَوْفَ يَكُونَ عِنْدَئِذٍ مَظْهَرُ انْقِيَادٍ لِوَصِيَّةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّتِي يَقُولُ فِيهَا: «... اسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَذَا لَكَانَ كَذَا، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ. وَلَكِنْ قُلْ قَدَّرَ اللهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ» (١).
Maka jika seseorang memiliki kepercayaan penuh kepada Allah dan ridha atas ketetapan-Nya, ia akan semakin merasakan ketenangan, ketenteraman, dan keyakinan bahwa apa yang terjadi adalah yang terbaik baginya. Pada saat itu, ia akan menjadi contoh kepatuhan terhadap wasiat Rasulullah ﷺ yang berkata, "Mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa lemah. Jika sesuatu menimpamu, jangan katakan, 'Seandainya aku melakukan ini, pasti hasilnya akan begini,' karena 'seandainya' membuka pintu perbuatan setan. Namun katakanlah, 'Allah telah menetapkan, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi.'"
أَخِيرًا يَجِبُ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ خُضُوعَ الْأَسْبَابِ لِقَضَاءِ اللهِ وَقَدَرِهِ، لَا يَعْنِي أَنَّ الْإِنْسَانَ لَا يَمْلِكُ إِذَنْ أَيَّ اخْتِيَارٍ أَمَامَ قَضَاءِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، بَلْ إِنَّ مَسْأَلَةَ الْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ لَا عِلَاقَةَ لَهَا بِاخْتِيَارِ الْإِنْسَانِ وَلَا بِعَدَمِ اخْتِيَارِهِ.
Akhirnya, kamu harus memahami bahwa ketundukan sebab-sebab kepada ketetapan dan takdir Allah tidak berarti bahwa manusia tidak memiliki pilihan dalam menghadapi takdir Allah Yang Maha Kuasa. Masalah takdir tidak ada hubungannya dengan pilihan manusia atau ketiadaan pilihan tersebut.
وَلَعَلَّكَ تَبَيَّنْتَ هٰذَا مِنْ فَاتِحَةِ حَدِيثِنَا عَنْ هٰذِهِ الْحِكْمَةِ، عِنْدَمَا عَرَّفْنَا كُلًّا مِنَ الْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ، وَنَبَّهْنَا إِلَى الْوَهْمِ الَّذِي يَقَعُ فِيهِ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فِي فَهْمِ مَعْنَى كُلٍّ مِنْهُمَا.
Anda mungkin telah melihat ini dari awal percakapan kami tentang kebijaksanaan ini, ketika kami mengetahui qodlo dan takdir, dan mengingatkan kami akan ilusi bahwa banyak orang jatuh ke dalam memahami arti masing-masing qodlo dan takdir.
وَمَعَ ذٰلِكَ فَإِنَّ الْأَمْرَ يَحْتَاجُ إِلَى بَيَانٍ أَكْثَرَ تَفْصِيلًا. غَيْرَ أَنَّ الْمَجَالَ هُنَا لَا يَتَّسِعُ لِأَكْثَرَ مِمَّا ذَكَرْنَا. فَإِنْ كُنْتَ لَمْ تَصِلْ إِلَى قَنَاعَةٍ تَامَّةٍ فِي هٰذِهِ الْمَسْأَلَةِ بَعْدُ، فَارْجِعْ فِي الْوُقُوفِ عَلَى تَفْصِيلٍ وَافٍ لَهَا، وَابْتِغَاءَ الْوُصُولِ إِلَى فَهْمٍ ثُمَّ قَنَاعَةٍ تَامَّةٍ بِالْحَقِّ الَّذِي أَوْجَزْتُ بَيَانَهُ بِشَأْنِهَا، إِلَى كِتَابِي (الْإِنْسَانُ مُسَيَّرٌ أَمْ مُخَيَّرٌ).
Namun, diperlukan pernyataan yang lebih rinci. Namun, tidak ada ruang di sini untuk lebih dari yang telah kami sebutkan. Jika Anda belum mencapai keyakinan penuh dalam hal ini, maka bacalah detail lengkapnya, dan untuk mencapai pemahaman dan keyakinan penuh tentang kebenaran yang saya uraikan pernyataannya tentang hal itu, ke buku saya (Al-Insan: Musayyarun am Mukhoyyarun).
---
(١) رَوَاهُ مُسْلِمٌ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ. وَأَوَّلُهُ: «الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ».
(1) Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Hurairah. Pertama, "Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dikasihi Allah daripada orang mukmin yang lemah."
---
(Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, Al-Hikam al-'Atha`iyyah Syarh wa Tahlil, Jilid 1 Halaman 60-72)
* Catatan: Apabila ada kesalahan dalam penulisan arab dan terjemahan di atas, mohon dikoreksi melalui kolom komentar di bawah. Terima kasih!
0 comments:
Posting Komentar