Minggu, 17 Juli 2022

BERSYAHADAT DENGAN ILMU


Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Ali Imran [3]: 18). 

Bersyahadat dengan ilmu dapat dipelajari dari materi-materi berikut ini. Terima kasih telah singgah di laman ini, semoga bermanfaat. Amin.

1. Ilmu Syahadat
     Link
2. Apakah Allah SWT benar-benar ada?
     Link
3. Apakah Allah SWT benar-benar Ada? 
     Link
4. Hidaya Membuat Semprul Tersungkur
    Link    
5. Menanam Benih Iman
    Link
6. Ikhlas
    Link
7. Ikhlas: Ruh Amal
    Link
8. Ikhlas dan Mengnolkan Ego
    Link
9. MengenalNya Sungguh Membahagikan
    Link
10. Tak Usah Gelasah, Berlabuhlah
      Link  
11. Tafakkur, Instrumen Mengnolkan Ego
      Link
12. Lulus Ujian dengan Kembali
      Link
13. Dakwah: Tahadduts atau Pamer 
      Link
14. Khusyu' dengan Allohu Akbar
      Link
15. Merasakan Kesadaran Diri dengan Dzikir
      Link
16. Tasbihku, Tasbihmu, Tasbih Kita
      Link
17. Keharmonisan Alam dan Ketaatan Manusia
      Link
18. Diri Berdoa, Lisan Berdoa
      Link
19. Pantas Diri, Bukan Pentas Diri
      Link
20. Semprul dan Kemprul bicara tentang Penyadapan
      Link
21. Semprul dan Kemprul siap Nyoblos
      Link

saran dan komentar terhadap cerita di atas silahkan masuk ke link berikut:

Kamis, 17 Maret 2022

KISAH PARA SHOLIHIN SAAT NISHFU SYA’BAN


Malam pertengahan bulan Sya’ban adalah salah satu malam di antara lima malam khusus ijabah doa. Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berpendapat bahwa, “Sesungguhnya doa dikabulkan pada lima malam, yaitu malam Jum’at, malam hari raya Idul Adha, malam hari raya ‘Idul fitri, malam pertama di bulan Rajab dan malam Nishfu Sya‘ban.” (Al-Umm Jilid 2, 264).


Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang digolongkan bermazhab Imam Ahmad bin Hambali berpendapat, “Adapun (salat) pada malam nisfu Sya’ban, maka banyak hadis serta atsar dari sahabat yang menyebutkan keutamaannya. Dikutip dari segolongan ulama salaf bahwa mereka melakukan salat pada malam nisfu Sya’ban. Maka salat yang dilakukan seseorang pada malam tersebut secara sendirian telah dicontohkan oleh para ulama salaf, amalan tersebut mempunyai dalil sehingga tidak perlu dikritisi (dibid’ahkan)”. “Adapun salat berjamaah pada malam tersebut, maka hal ini masuk dalam keumuman dalil yang menganjurkan berkumpul untuk ketaatan dan ibadah (Majmu' Fatawa, Jilid 23, 132].

Para sholihin, dalam banyak literatur melakukan shalat, membaca syahadat, membaca istighfar, membaca al-Qur’an, dan doa di malam Nishfu Sya’ban. Kalau ditelusuri hal ini dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para sahabantnya serta diteladani oleh para ulama sampai saat ini.  

Rasulullah Saw.

Dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah ra., beliau berkata: "Suatu malam Rasulullah Saw shalat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah Saw telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah Saw. selesai shalat beliau berkata: "Hai ‘Aisyah engkau tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama". Lalu Rasulullah Saw. bertanya: "Tahukah engkau, malam apa sekarang ini?”. "Rasulullah yang lebih tahu", jawabku. "Malam ini adalah malam Nishfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki" (HR. Baihaqi, dengan komentar ini mursal karena ada rawi yang tidak bersambung ke sahabat, namun cukup kuat).

Para Sahabat Rasulullah Saw

Dari para sahabat: Mu’adz bin Jabal, Abu Tsa’labah al-Khusyani, ‘Abdullah bin ‘Amr, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, Abu Bakr ash-Shiddiq, ‘Auf bin Malik, dan Ummul Mukminin ‘Aisyah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah memperhatikan hamba-Nya (dengan penuh rahmat) pada malam Nishfu Sya’ban, kemudian Dia akan mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan musyahin (orang yang hatinya ada kebencian antarsesama umat Islam).” (HR. Thabrani dalam Al-Kabir No. 16639, Daruquthni dalam Al-Nuzul 68, Ibnu Hibban dalam sahihnya no 5757).

Imam Syafi’i (767-820)

Imam asy-Syafi‘i dalam kitabnya al-Umm berpendapat: “Telah sampai pada kami bahwa dikatakan sesungguhnya doa dikabulkan pada lima malam, yaitu malam Jum’at, malam hari raya Idul Adha, malam hari raya ‘Idul fitri, malam pertama di bulan Rajab dan malam Nishfu Sya‘ban.” (Al-Umm Jilid 2, halaman 264).

Imam Ghazali (1058-1111)

Shalat sunnah di malam nisfu Sya‘ban ini dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin. Bahkan, ia menjelaskan tata caranya, mulai dari jumlah rakaat hingga bacaannya: “Adapun shalat sunnah Sya‘ban adalah malam kelima belas bulan Sya‘ban. Dilaksanakan sebanyak seratus rakaat. Setiap dua rakaat satu salam. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah membaca Qulhuwallahu ahad sebanyak 11 kali. Jika mau, seseorang dapat shalat sebanyak 10 rakaat. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah Qulhuwallahu ahad 100 kali. Ini juga diriwayatkan dalam sejumlah shalat yang dilakukan orang-orang salaf dan mereka sebut sebagai shalat khair. Mereka berkumpul untuk menunaikannya. Mungkin mereka menunaikannya secara berjamaah,” (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, jilid 1, hal. 203).

Abdul Qadir al-Jilani (1077-1166)

Dengan mengutip doa dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, syaikh Abdul Qadir Jilani mengajarkan doa berikut:

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، مَصَابِيْحِ الْحِكْمَةِ وَمَوَالِيْ النِّعْمَةِ، وَمَعَادِنِ الْعِصْمَةِ، وَاعْصِمْنِيْ بِهِمْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ. وَلَا تَأْخُذْنِيْ عَلَى غِرَّةٍ وَلَا عَلَى غَفْلَةٍ، وَلَا تَجْعَلْ عَوَاقِبَ أَمْرِيْ حَسْرَةً وَنَدَامَةً، وَارْضَ عَنِّيْ، فَإِنَّ مَغْفِرَتَكَ لِلظَّالِمِيْنَ، وَأَنَا مِنَ الظَّالِمِيْنَ، اللهم اغْفِرْ لِيْ مَا لَا يَضُرُّكَ، وَأَعْطِنِيْ مَا لَا يَنْفَعُكَ، فَإِنَّكَ الْوَاسِعَةُ رَحْمَتُهُ، اَلْبَدِيْعَةُ حِكْمَتُهُ، فَأَعْطِنِي السَّعَةَ وَالدَّعَةَ، وَالْأَمْنَ وَالصِّحَّةَ وَالشُّكْرَ وَالْمُعَافَاةَ، وَالتَّقْوَى، وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ وَالصِّدْقَ عَلَيَّ، وَعَلَى أَوْلِيَائِيْ فِيْكَ، وَأَعْطِنِي الْيُسْرَ، وَلَا تَجْعَلْ مَعَهُ الْعُسْرَ، وَأَعِمَّ بِذَلِكَ أَهْلِيْ وَوَلَدِيْ وَإِخْوَانِيْ فِيْكَ، وَمَنْ وَلَدَنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Ya Allah limpahkan rahmat ta’dhim-Mu kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, lampu-lampu hikmah, tuan-tuan nikmat, sumber-sumber penjagaan. Jagalah aku dari segala keburukan lantaran mereka, janganlah engkau hukum aku atas kelengahan dan kelalaian, janganlah engkau jadikan akhir urusanku suatu kerugian dan penyesalan, ridhailah aku, sesungguhnya ampunanMu untuk orang-orang zhalim dan aku termasuk dari mereka, ya Allah ampunilah bagiku dosa yang tidak merugikanMu, berilah aku anugerah yang tidak memberi manfaat kepadaMu, sesungguhnya rahmat-Mu luas, hikmah-Mu indah, berilah aku kelapangan, ketenangan, keamanan, kesehatan, syukur, perlindungan (dari segala penyakit) dan ketakwaan. Tuangkanlah kesabaran dan kejujuran kepadaku, kepada kekasih-kekasihku karena-Mu, berilah aku kemudahan dan janganlah jadikan bersamanya kesulitan, liputilah dengan karunia-karunia tersebut kepada keluargaku, anaku, saudar-saudaraku karena-Mu dan para orang tua yang melahirkanku dari kaum muslimin muslimat, serta kaum mukiminin dan mukminat.” (Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Ghunyah al-Thalibin, juz 3, hal. 249)

Imam Ibnu Taimiyah (1263-1328)

Adapun malam Nishfu Sya'ban, maka sungguh telah diriwayatkan tentang keutamaanya dari hadits-hadits dan juga atsar serta nukilan dari skelompok ulama salaf bahwa mereka melakukan sholat di malam tersebut [Majmu' Fatawa Jilid 23, Halaman 132]

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (1503-1566)

Maka kesimpulannya, malam Nishfu Sya'ban ini memiliki keutamaan yang di dalamnya terdapat ampunan khusus dan terkabulnya doa secara khusus, itulah sebabnya Imam Asy-Syafi'i berkata bahwa Doa dikabulkan disaat-saat itu. [Al-Fatawa Al-Kubra Al-Fiqhiyyah: Jilid 2, Halaman 80].

Sayyid Utsman bin Yahya (1822-1913)

Sayyid Utsman bin Yahya (Maslakul Akhyar, halaman 78-80) menyebutkan doa berikut ini yang dibaca saat malam nisfu Sya’ban. 

 اَللّٰهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلَا يُمَنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا ذَا الطَوْلِ وَالإِنْعَامِ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ ظَهْرَ اللَّاجِيْنَ وَجَارَ المُسْتَجِيْرِيْنَ وَمَأْمَنَ الخَائِفِيْنَ   اللّٰهُمَّ إِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِيْ عِنْدَكَ فِيْ أُمِّ الكِتَابِ شَقِيًّا أَوْ مَحْرُومًا أَوْ مُقْتَرًّا عَلَيَّ فِي الرِزْقِ، فَامْحُ اللّٰهُمَّ فِي أُمِّ الكِتَابِ شَقَاوَتِي وَحِرْمَانِي وَاقْتِتَارَ رِزْقِيْ، وَاكْتُبْنِيْ عِنْدَكَ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ فِيْ كِتَابِكَ المُنْزَلِ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكَ المُرْسَلِ "يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ" وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَــالَمِيْنَ  

Artinya, “Wahai Tuhanku yang maha pemberi, engkau tidak diberi. Wahai Tuhan pemilik kebesaran dan kemuliaan. Wahai Tuhan pemberi segala kekayaan dan segala nikmat. Tiada tuhan selain Engkau, kekuatan orang-orang yang meminta pertolongan, lindungan orang-orang yang mencari perlindungan, dan tempat aman orang-orang yang takut. Tuhanku, jika Kau mencatatku di sisi-Mu pada Lauh Mahfuzh sebagai orang celaka, sial, atau orang yang sempit rezeki, maka hapuskanlah di Lauh Mahfuzh kecelakaan, kesialan, dan kesempitan rezekiku. Catatlah aku di sisi-Mu sebagai orang yang mujur, murah rezeki, dan taufiq untuk berbuat kebaikan karena Engkau telah berkata–sementara perkataan-Mu adalah benar–di kitabmu yang diturunkan melalui ucapan Rasul utusan-Mu, ‘Allah menghapus dan menetapkan apa yang Ia kehendaki. Di sisi-Nya Lauh Mahfuzh.’ Semoga Allah memberikan shalawat kepada Sayyidina Muhammad SAW dan keluarga beserta para sahabatnya. Segala puji bagi Allah SWT.”

Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki (1910-2004)

Dalam kitab Madza fi Sya’ban karya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki menulis tiga amalan dalam Nisffu Sya’ban:

Pertama, memperbanyak doa. Anjuran ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “(Rahmat) Allah SWT turun ke bumi pada malam nisfu Sya’ban. Dia akan mengampuni segala sesuatu kecuali dosa musyrik dan orang yang di dalam hatinya tersimpan kebencian (kemunafikan),” (HR Al-Baihaqi).

Kedua, membaca dua kalimat syahadat sebanyak-banyaknya. Dua kalimat syahadat termasuk kalimat mulia. Dua kalimat ini sangat baik dibaca kapan pun dan di mana pun terlebih lagi pada malam nisfu Sya’ban. Sayyid Muhammad bin Alawi mengatakan, “Seyogyanya seorang muslim mengisi waktu yang penuh berkah dan keutamaan dengan memperbanyak membaca dua kalimat syahadat, La Ilaha Illallah Muhammad Rasululullah, khususnya bulan Sya’ban dan malam pertengahannya.”

Ketiga, memperbanyak istighfar. “Istighfar merupakan amalan utama yang harus dibiasakan orang Islam, terutama pada waktu yang memiliki keutamaan, seperti Sya’ban dan malam pertengahannya. Istighfar dapat memudahkan rezeki, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadits. Pada bulan Sya’ban pula dosa diampuni, kesulitan dimudahkan, dan kesedihan dihilangkan.

Meneladani para sholihin di Malam Nisfu Syakban untuk tahun 2022 ini adalah di hari Kamis malam Jum’at, mulai Maghrib 17 sampai Fajar di 18 Maret 2022.

Wallohu A’lam. 

Rabu, 21 Juli 2021

Hakikat Syariat Islam


Imam Ali Abu Hasan Asy-Syadzili berkata, "Setiap syariat dan urutan-urutannya adalah adalah pilihan Allah SWT, yang tidak ada bagimu bagian. Dengarlah dan taatlah." Hal ini bermakna bahwa ibadah adalah karena perintah Allah SWT semata, bukan karena untuk masuk surga ataupun menghindar dari neraka. Karena terciptanya manusia adalah untuk beribadah.

Dan inilah yang dinamakan Fikih Robbany, Ilmu Laduni, sebagai bumi tempat tumbuhnya Ilmu Hakikat. Saat kesatuan kondisi ini berarti menyelamnya kedirian pada kehendak Allah SWT (Manunggaling Kawulo lan Gusti). 

Rekaman Video Lengkap

Minggu, 13 Juni 2021

PLANTING THE SEEDS OF FAITH (fictional story to improve faith)

After Kemprul's conversation with Semprul about the Proof of Allah's Existence and Semprul's experience of fell prostrate because of guidance from Allah SWT, Semprul became more enthusiastic about learning from Kemprul. Even Semprul's spirit was colored by a streak of longing and a glimmer of disdain for Kemprul.

At this time of mixed feelings of enthusiasm, longing, and reluctance, Semprul ventured to propose a regular study schedule to Kemprul.

Semprul: "Prul, if I studied you more regularly, would you agree or not?"

Kemprul: “What are you studying Prul? After all, you have studied every week at the regular recitation on Wednesday nights."

Semprul: “This is different Prul. This is the Koran which was continued yesterday.”

Kemprul: "Nah, no, we've been talking all this time... ha ha"

Hearing Kemprul's answer, Semprul looked confused, looked right, looked left. He seemed even more confused and then said:

Semprul: “Well… I don't know if we're talking or reading the Koran… that's what it is, Prul…whatever it's called, we'll discuss like yesterday but more routinely.”

Kemprul: "Wow, you're enthusiastic Prul, maybe like the spirit of date palms."

Semprul: "Why is my bowl like date palm seeds, how is it?!"

Kemprul: "Well, yes...Prul's palm tree in the desert is planted by planting it in the ground 2-3 meters deep, then backfilling it with rocks."

Semprul: "Why is it covered with rocks."

Kemprul: "Well, it's as unique as your spirit."

Semprul: "Ok go on Prul!"

Kemprul: “After being covered with rocks, the date seeds did not sprout first, but they continued to dig their roots into the ground until they found a sufficient source of water. Only then will the date seeds grow shoots and break the rocks that have buried them until the shoots grow and live fighting without fear of the heat because they already have strong capital, namely roots that are so long and deep that they reach the springs under the desert.”

Semprul: “Oh…amazing!”

Kemprul: "So is Prul, the person who plants the seeds or seeds of Lailaha Illalloh Muhammadur Rasulullah in his heart combined with the right understanding then faith will grow like a date tree."

Semprul: "What does it mean to plant the seeds of Lailaha Illalloh Muhammadur Rasulullah in the heart combined with the right understanding, what is it like Prul?"

Kemprul: "Didn't you feel Prul earlier?"

Saying that, Semprul looked around then took a deep breath, imagining the discussion with Kemprul about the Evidence of Allah's Existence, meeting Lik Qosim, prostration of gratitude at the Al-Hidayah Mosque, then Semprul's eyes filled with tears. Then surprisingly, his chest trembled, his heart skipped a beat, then he half-shouted: "Laa Ilaha Illalloh, Muhammadurrosulullah." Then he was seen crying that was restrained and stammered saying:

Semprul: “Thank you Prul…”

Kemprul: "You're welcome Prul...Tonight is Tuesday night, we routinely discuss our discussions every Monday Night Tuesday after Isha'."

Semprul just nodded slowly while enjoying the beautiful tone in his heart... which reads "Laa Ilaha Illalloh, Muhammadurrosulullah".

---

Indonesian version at Youtube:

https://youtu.be/NnPpM5SP9v8 

Indonesian version

http://almuslimuna.blogspot.com/2019/07/menamam-benih-iman.html

---

Tags:

#LogicFaith

Rabu, 09 Juni 2021

Tanggapan Syaikh Abu Thalib Al-Makky atas Musyahadah Syaikh Abu Yazid Al-Busthomi

 


Syaikh Abu Thalib Al-Makky rodliyallohu ‘anhu, setelah menuturkan hikayat ini (Musyahadah/Kasf Syaikh Abu Yazid Al-Busthomi), beliau berkata: Keadaan/suasana batin (sebagaimana dialami syaikh Abu Yazid Al-Busthomi tersebut) adalah keadaan seorang hamba yang telah fana dari dirinya. (Dirinya) terenggut karena telah Wujud Tuhannya (baginya secara nyata).        

Kedudukan (maqom) beliau ditinggikan oleh Allah SWT di antara kedudukan yang lain. Teringkas berbagai macam sifat dalam satu sifat syaikh Abu Yazid. Menjadi nyata baginya tatkala beliau memandang Yang Maha Bagus, yaitu Dzat yang membuat bagus segala kebagusan dengan kebagusan-Nya. Segala hiasan keindahan menjadi membosankan setelah memandang/memperhatikan hiasan kebagusan-Nya.

Syaikh Abu Yazid Al-Busthomi menyaksikan keindahan Allah SWT, yaitu Dzat yang membuat indah setiap keindahan atau yang membuat sesuatu dianggap indah karena Keindahan-Nya dan tidak ada yang indah atau terasa Indah selain Allah SWT.

Bagaimana bisa Syaikh Abu Yazid Al-Busthomi menyenangi sesuatu yang dibuat bagus, atau hiasan kebagusan setelah melihat inti kebagusan hanya pada Allah SWT? Bagaimana Syaikh Abu Yazid Al-Busthomi mencari sesuatu yang tidak diinginkannya? Atau bagaimana Syaikh Abu Thalib Al-Makki bersabar atas sesuatu yang tidak dicarinya? Bahkan bagaimana beliau memperhatikan sesuatu yang tidak dicarinya? Ini adalah sifat dari hamba yang pencari inti/hakikat dan sifat seseorang yang yang mencintai inti atau hakikat.

Rekaman selengkapnya di link ini (klik link ini)

#SyaikhAbuThalid Al-Makky
#KisahSyaikhAbuYazid Al-Busthomi
#SyarahAl-Hikam

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More