
Kemprul: “ya diambil saja alat
penyadapnya...terus dibuang...gitu aja kok repot!”
Semprul: “Lha...kalau masih
dikhawatirkan masih ada alat sadapnya gimana?”
Kemprul: “Ya sudah biarin
aja...wong tiap waktu aku dan kamu sebenarnya disadap ya kita santai aja kok!”
Semprul: “Lho...aku dan kamu
siapa yang berkepentingan menyadap prul?”
Kemprul: “Ya yang ngasih tugas
kita prul...kita ini benar-benar mengerjakan tugas yang diberikan kepada kita
ngak?”
Semprul: “Lho...memangnya kamu
punya kerjaan dan juragan baru tho prul...opo kerjamu sekarang?”
Kemprul: “Bukan hanya aku
prul...kamu juga disadap...setiap saat...setiap waktu...tidak hanya pembicaraan
kita...apa yang terbetik dalam hati kita aja bisa disadap kok...”
Semprul: “Oooo...maksudmu...Tugas
Ngibadah tho....he he he...paham aku mesthi Juragannya Gusti Alloh SWT...he he
he...iyo tho?!.”
Kemprul: “Lha iya...kalau kita
sudah bisa ‘merasa’ disadap setiap saat...ngapain gelisah disadap orang lain...iyo
tho...he he he...?!”
Semprul: “Tapi Prul...penyadapan
kan melanggar privasi orang...kan harusnya tidak terjadi...wong podo-podo
manusianya kok mendzalimi orang lain dengan menyadap...sudah melanggar aturan
agama juga melanggar aturan berbangsa dan bernegara itu. Mesthi-nya harus
diproses secara hukum itu. Kita juga harus tidak setuju dengan pihak-pihak yang
menyadap...itu dzolim Prul.”
Kemprul: “Lha iya...sudah paham begitu
kok...Cuma ya itu tadi...tidak boleh diiringi gelisah...sumpek...apalagi
kemrungsung...he he.”
0 comments:
Posting Komentar