Senin, 12 Desember 2022

Akhlak kepada Sesama Muslim


Akhlak sesama muslim, minimal ada 17 hal, yaitu: 

  1. Bersaudara, 
  2. Mendamaikan Yang Bertikai 
  3. Memerangi Muslim Yang Dzalim 
  4. Mengajak Taat Kepada Perintah Allah Swt 
  5. Memberikan Keadilan 
  6. Memberikan Kedamaian 
  7. Saling Menolong Meringankan Beban 
  8. Saling Menyayangi 
  9. Jangan Menvonis Kafir 
  10. Jangan Banyak Berprasangka 
  11. Jangan Mencari-cari Kesalahan 
  12. Jangan Menggibah 
  13. Menutupi Aib 
  14. Jangan Saling Merendahkan/Menghina 
  15. Jangan Saling Mencela 
  16. Jangan Saling Memanggil Dengan Gelar Buruk 
  17. Jangan Menfitnah
Penjelasan selengkapnya di https://youtu.be/46ot7Zl0-as

Minggu, 11 Desember 2022

Keadaan Batin Saat Mengajar Menunjukkan Maqom/Kedudukan di Sisi Allah Swt

قال الشيخ ابن عطاء الله رضي اللّه عنه : (من عَبّرَ مِن بِساطِ احْسانِه اصْمَتـَتْهُ الاِساءةُ ومنْ عَبّر مِن بِساطِ اِحْساَنِ اللهِ اليهِ لم يَصْمُتْ اذا أساءَ). 

“Barang siapa menerangkan ilmu/mengajar dengan memandang bahwa keterangannya itu muncul dari kebaikan dirinya, maka dia akan terdiam jika berbuat salah/maksiat, dan siapa yang menerangkan ilmu/mengajar dengan memandang bahwa ilmu/keterangannya itu pemberian Alloh padanya, maka ia tidak akan diam bila ia berbuat salah/dosa.” 

https://youtu.be/R2-WRDfZxN0

Tafsir Ayat Cahaya di Atas Cahaya

Allah Swt. berfirman:

ٱللَّهُ نُورُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِۦ كَمِشْكَوٰةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ ٱلْمِصْبَاحُ فِى زُجَاجَةٍ ۖ ٱلزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّىٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَٰرَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِىٓءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِى ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُ ۚ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَٰلَ لِلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

Arab-Latin: Allāhu nụrus-samāwāti wal-arḍ, maṡalu nụrihī kamisykātin fīhā miṣbāḥ, al-miṣbāḥu fī zujājah, az-zujājatu ka`annahā kaukabun durriyyuy yụqadu min syajaratim mubārakatin zaitụnatil lā syarqiyyatiw wa lā garbiyyatiy yakādu zaituhā yuḍī`u walau lam tamsas-hu nār, nụrun 'alā nụr, yahdillāhu linụrihī may yasyā`, wa yaḍribullāhul-amṡāla lin-nās, wallāhu bikulli syai`in 'alīm


"Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nur: 35)"

Kritik Ibnu Sammak kepada Dai/Penceramah

Ibnus-Sammak ra.: "Berapa banyak orang yang memperingatkan orang lain kepada Allah, yang lupa kepada AllahI Berapa banyak orang yang memberi peringatan supaya takut kepada Allah, yang berani menentang Allah! Berapa banyak orang yang mengajak orang lain mendekatkan diri kepada Allah, yang jauh dari Allah! Berapa banyak orang yang menyerukan orang lain kepada AUah; yang lari dari Allah! Dan berapa banyak orang yang membaca Kitab Allah, terhapus hatinya dari ayat-ayat Allah!".

Selengkapnya di https://youtu.be/iAYEsWE9vug

Referensi: Imam Ghazali. Tanpa Tahun. Ihya Ulumiddin, Jilid I, Halaman 63. Surabaya: Toko Kitab Al-Hidayah.

Otokritik Ibrahim bin Adham Ahli Baca Al-Quran

Berkata Ibrahim bin Adham ra. : "Kami perbaiki bahasa perkataan kami, maka kami tidak salah. Dan kami telah salah pada perbuatan kami tetapi tidak kami perbaiki".

Selengkapnya di https://youtu.be/iAYEsWE9vug

Referensi: Imam Ghazali. Tanpa Tahun. Ihya Ulumiddin, Jilid I, Halaman 63. Surabaya: Toko Kitab Al-Hidayah.

Rabu, 07 September 2022

PENELITIAN PAI MENDEWASAKAN MANUSIA DAN PERADABAN

NARASI DALAM VIDEO 

Sejarah Ilmu Pengetahuan dan Peran PAI dalam Peradaban

Ilmu pengetahuan manusia dianugerahkan Alloh swt kepada manusia ketika Alloh swt mengajarkan ilmu pengetahuan kepada Nabi Adam alahissalam.

Sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 31, yang artinya, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

Kata Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan (dalam bahasa Inggris: science; dalam bahasa Arab Al-‘ilm) memiliki pengertian “usaha-usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia”.

Ilmu adalah pengetahuan, pengetahuan yang berasaskan kenyataan dan telah disusun dengan baik. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkumi sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu atau disebut ilmiah.

Pengertian secara ilmiah yang paling sering digunakan, ilmu adalah kumpulan pengetahuan sistematis yang merupakan produk dari aktivitas penelitian dengan metode ilmiah. Pengetahuan merupakan akuisisi terendah yang diperoleh dari rangkaian pengalaman tanpa melalui kegiatan penelitian yang lebih intensif.

Perkembangan pesat sains dan pengetahuan ilmiah, termasuk ilmu alam dan ilmu sosial dimulai dari abad ke-18 sampai akhir abad ke-20.

Ilmu Pengetahuan dan Sains Dalam dunia Islam

Ilmuwan Muslim menekankan jauh lebih besar pada eksperimen daripada orang-orang Yunani. Hal ini menyebabkan metode ilmiah awal berkembang di dunia Muslim, di mana kemajuan yang signifikan dalam metodologi terjadi, dimulai dengan percobaan dari Ibn al-Haytham pada optik dari sekitar tahun 1000, dalam bukunya Book of Optics. Hukum pembiasan cahaya dikenal oleh orang-orang Persia.

Perkembangan yang paling penting dari metode ilmiah adalah penggunaan eksperimen untuk membedakan antara kumpulan teori-teori ilmiah yang bersaing di antara orientasi empiris secara umum, yang dimulai oleh para ilmuwan Muslim. Ibn al-Haytham juga dianggap sebagai bapak optik, terutama untuk bukti empirisnya tentang teori intromission cahaya. Beberapa juga menggambarkan Ibn al-Haytham sebagai "ilmuwan pertama" untuk pengembangannya terhadap metode ilmiah modern.

Dalam matematika, matematikawan Persia Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi memberikan namanya pada konsep algoritme, sedangkan istilah aljabar berasal dari al-jabr, judul awal dari salah satu publikasinya. Apa yang sekarang dikenal sebagai angka Arab aslinya berasal dari India, tetapi ahli matematika Muslim memang membuat beberapa perbaikan pada sistem angka, seperti pengenalan notasi titik desimal. Matematikawan Sabian, Al-Battani (850-929), memberikan kontribusi untuk astronomi dan matematika, sedangkan pelajar Persia, Al-Razi, memberikan kontribusi untuk kimia dan obat-obatan.

Dalam astronomi, Al-Battani memperbaiki pengukuran dari Hipparchus, disimpan dalam terjemahan Ptolemy Hè Megalè Syntaxis (Risalah Terbaik ) diterjemahkan sebagai Almagest . Al-Battani juga memperbaiki ketepatan pengukuran presesi sumbu bumi.

Perbaikan yang dilakukan terhadap model geosentris oleh al-Battani, Ibnu al-Haytham, Averroes dan astronom Maragha seperti Nashiruddin ath-Thusi, Mo'ayyeduddin Urdi dan Ibn al-Shatir mirip dengan model heliosentris Copernicus.

Teori heliosentris mungkin juga telah dibahas oleh beberapa astronom Muslim lainnya seperti Ja'far bin Muhammad Abu Ma'shar al-Balkhi,  Abu-Rayhan Biruni, Abu Said al-Sijzi, Quthb al-Din al- Shirazi, dan Najm al-Din al-Qazwini al-Kātibī.

Para alkimia dan ahli kimia Muslim memainkan peran penting dalam dasar kimia modern. Cendekiawan seperti Will Durant dan Fielding H. Garrison menganggap kimiawan Muslim sebagai pendiri kimia. Secara khusus, Jabir bin Hayyan adalah "dianggap oleh banyak orang sebagai bapak kimia". Karya-karya ilmuwan Arab mempengaruhi Roger Bacon (yang memperkenalkan metode empiris ke Eropa, sangat dipengaruhi oleh bacaannya dari penulis-penulsi Persia), dan kemudian Isaac Newton.

Ibnu sina atau Avicenna dianggap sebagai ilmuwan dan filsuf paling berpengaruh dalam Islam. Ia memelopori ilmu kedokteran eksperimental dan adalah dokter pertama yang melakukan uji klinis. Dua karyanya yang paling menonjol dalam kedokteran adalah Kitāb al-shifāʾ ("Buku Penyembuhan") dan The Canon of Medicine, yang keduanya digunakan sebagai standar teks pengobatan dalam dunia Muslim dan di Eropa hingga abad ke-17. Di antara banyak kontribusinya adalah penemuan sifat menular dari penyakit menular,  dan pengenalan farmakologi klinis.

Beberapa ilmuwan terkenal lain dari dunia Islam termasuk al-Farabi (polymath), Abu al-Qasim al-Zahrawi (pelopor bedah), Abū Rayhān al-Bīrūnī (pelopor Indologi, geodesi dan antropologi ),  Nasīr al-Dīn al-Tūsī (polymath), dan Ibnu Khaldun (pendahulu dari Ilmu sosial seperti demografi, sejarah budaya, historiografi filsafat sejarah dan sosiologi), di antara banyak lainnya.

Sains Islam mulai menurun pada abad ke-12 atau ke-13, dalam hubungannya dengan Renaissance di Eropa, dan sebagian karena Penaklukan Mongol pada abad ke-11 sampai ke-13, di mana perpustakaan, observatorium, rumah sakit dan universitas dihancurkan. Akhir zaman keemasan Islam ditandai dengan penghancuran pusat intelektual Baghdad, ibu kota Khalifah Abbasiyah pada tahun 1258.

Urgensi Ilmu Pengetahuan Ilmiah

Dalam era modern dan era masyarakat industri seperti sekarang ini, peranan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang didukung oleh kemampuan akal, dalam memajukan segala aspek kehidupan manusia sangat dominan sekali. Dan peranan orang berilmu dimana-mana kita saksikan menonjol sekali dalam membangun dan memajukan masyarakatnya, agamanya, dan bangsanya.

Selanjutnya, dengan ilmu pengetahuan pula manusia yang diciptakan Alloh swt sebagai khalifah di muka bumi ini mampu membuka tabir tanda-tanda zaman dan mampu memanfaatkan serta mengolah segala apa yang ada di bumi ini bagi kemakmuran dan kesejahteraan bersama.

Dan dengan ilmu pengetahuan pulalah manusia dapat membuat sesuatu sulit menjadi mudah. Misalnya, kalau zaman dahulu kaum muslimin Indonesia yang pergi menunaikan ibadah haji memerlukan waktu yang berminggu-minggu bahkan berbilang bulan, tapi sekarang dengan ditemukannya pesawat udara, para calon haji bisa sampai ke tanah Arab hanya beberapa jam saja.

Untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allohpun dan juga beribadah kepadaNya serta bermuamalah kepada sesama makhluknyapun kita perlu berilmu. Bagaimana seorang muslim dapat melaksanakan ibadah haji, misalnya, kalau dia tidak mempunyai ilmu, atau paling tidak tahu tata cara menunaikan ibadah haji?

Berapa banyak kita menyaksikan kaum yang lemah yang tidak bisa mengubah nasibnya karena tidak berilmu? Di sinilah letak perbedaan.

Dalam Al-Qur’an Alloh swt berfirman yang artinya:

Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui (QS Az-Zumar: 9).

Pendidikan agama Islam yang bertujuan untuk mengembangkan pribadi-pribadi yang bertakwa sangat berkepentingan dalam mengembagkan ilmu pengetahun yang mendukung tercapainya tujuan tersebut.

Diperlukan penelitian-penelitian untuk menfasilitasi tercapainya tujuan pendidikan agama Islam tersebut. Hal ini mengingat perkembangan ilmu pengetahuan yang menghasilkan peradaban seringkali menghasilkan peradaban-peradaban yang menyimpang dan berpotensi menghancurkan budaya dari peradaban atau bangsa.

Pemikiran-pemikiran mainstream juga dapat berujung pada musnahnya peradaban, hal ini memerlukan adanya pengelolaan yang baik terhadap budaya bangsa dan menjadi paradoks bahwa suatu bangsa memiliki budaya yang kaya di masa lalu tetapi kemudian peradaban bisa hancur karena adanya budaya-budaya atau nilai-nilai yang dibawa oleh budaya atau peradaban menyimpang.

Urgensi Pendidikan Agama Islam

Oleh karenanya Pendidikan agama Islam adalah pendorong perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin mendekatkan manusia pada Alloh swt dan sekaligus membentengi umat muslim dari terjerumus dalam ilmu pengetahuan yang salah arah dan berpotensi menghancurkan fitrah kemanusiaan dan menghancurkan peradaban.

Pendidikan Agama Islam sangat penting mengarahkan manusia dalam perkembangan disruptif ilmu pengetahuan ilmiah agar tidak menghancurkan dirinya sendiri, baik secara lahir maupun batin. Pendidikan Agama Islam berperan mendewasakan manusia agar peradaban semakin dewasa.

Minggu, 17 Juli 2022

BERSYAHADAT DENGAN ILMU


Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Ali Imran [3]: 18). 

Bersyahadat dengan ilmu dapat dipelajari dari materi-materi berikut ini. Terima kasih telah singgah di laman ini, semoga bermanfaat. Amin.

1. Ilmu Syahadat
     Link
2. Apakah Allah SWT benar-benar ada?
     Link
3. Apakah Allah SWT benar-benar Ada? 
     Link
4. Hidaya Membuat Semprul Tersungkur
    Link    
5. Menanam Benih Iman
    Link
6. Ikhlas
    Link
7. Ikhlas: Ruh Amal
    Link
8. Ikhlas dan Mengnolkan Ego
    Link
9. MengenalNya Sungguh Membahagikan
    Link
10. Tak Usah Gelasah, Berlabuhlah
      Link  
11. Tafakkur, Instrumen Mengnolkan Ego
      Link
12. Lulus Ujian dengan Kembali
      Link
13. Dakwah: Tahadduts atau Pamer 
      Link
14. Khusyu' dengan Allohu Akbar
      Link
15. Merasakan Kesadaran Diri dengan Dzikir
      Link
16. Tasbihku, Tasbihmu, Tasbih Kita
      Link
17. Keharmonisan Alam dan Ketaatan Manusia
      Link
18. Diri Berdoa, Lisan Berdoa
      Link
19. Pantas Diri, Bukan Pentas Diri
      Link
20. Semprul dan Kemprul bicara tentang Penyadapan
      Link
21. Semprul dan Kemprul siap Nyoblos
      Link

saran dan komentar terhadap cerita di atas silahkan masuk ke link berikut:

Kamis, 17 Maret 2022

KISAH PARA SHOLIHIN SAAT NISHFU SYA’BAN


Malam pertengahan bulan Sya’ban adalah salah satu malam di antara lima malam khusus ijabah doa. Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berpendapat bahwa, “Sesungguhnya doa dikabulkan pada lima malam, yaitu malam Jum’at, malam hari raya Idul Adha, malam hari raya ‘Idul fitri, malam pertama di bulan Rajab dan malam Nishfu Sya‘ban.” (Al-Umm Jilid 2, 264).


Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang digolongkan bermazhab Imam Ahmad bin Hambali berpendapat, “Adapun (salat) pada malam nisfu Sya’ban, maka banyak hadis serta atsar dari sahabat yang menyebutkan keutamaannya. Dikutip dari segolongan ulama salaf bahwa mereka melakukan salat pada malam nisfu Sya’ban. Maka salat yang dilakukan seseorang pada malam tersebut secara sendirian telah dicontohkan oleh para ulama salaf, amalan tersebut mempunyai dalil sehingga tidak perlu dikritisi (dibid’ahkan)”. “Adapun salat berjamaah pada malam tersebut, maka hal ini masuk dalam keumuman dalil yang menganjurkan berkumpul untuk ketaatan dan ibadah (Majmu' Fatawa, Jilid 23, 132].

Para sholihin, dalam banyak literatur melakukan shalat, membaca syahadat, membaca istighfar, membaca al-Qur’an, dan doa di malam Nishfu Sya’ban. Kalau ditelusuri hal ini dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para sahabantnya serta diteladani oleh para ulama sampai saat ini.  

Rasulullah Saw.

Dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah ra., beliau berkata: "Suatu malam Rasulullah Saw shalat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah Saw telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah Saw. selesai shalat beliau berkata: "Hai ‘Aisyah engkau tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama". Lalu Rasulullah Saw. bertanya: "Tahukah engkau, malam apa sekarang ini?”. "Rasulullah yang lebih tahu", jawabku. "Malam ini adalah malam Nishfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki" (HR. Baihaqi, dengan komentar ini mursal karena ada rawi yang tidak bersambung ke sahabat, namun cukup kuat).

Para Sahabat Rasulullah Saw

Dari para sahabat: Mu’adz bin Jabal, Abu Tsa’labah al-Khusyani, ‘Abdullah bin ‘Amr, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, Abu Bakr ash-Shiddiq, ‘Auf bin Malik, dan Ummul Mukminin ‘Aisyah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah memperhatikan hamba-Nya (dengan penuh rahmat) pada malam Nishfu Sya’ban, kemudian Dia akan mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan musyahin (orang yang hatinya ada kebencian antarsesama umat Islam).” (HR. Thabrani dalam Al-Kabir No. 16639, Daruquthni dalam Al-Nuzul 68, Ibnu Hibban dalam sahihnya no 5757).

Imam Syafi’i (767-820)

Imam asy-Syafi‘i dalam kitabnya al-Umm berpendapat: “Telah sampai pada kami bahwa dikatakan sesungguhnya doa dikabulkan pada lima malam, yaitu malam Jum’at, malam hari raya Idul Adha, malam hari raya ‘Idul fitri, malam pertama di bulan Rajab dan malam Nishfu Sya‘ban.” (Al-Umm Jilid 2, halaman 264).

Imam Ghazali (1058-1111)

Shalat sunnah di malam nisfu Sya‘ban ini dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin. Bahkan, ia menjelaskan tata caranya, mulai dari jumlah rakaat hingga bacaannya: “Adapun shalat sunnah Sya‘ban adalah malam kelima belas bulan Sya‘ban. Dilaksanakan sebanyak seratus rakaat. Setiap dua rakaat satu salam. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah membaca Qulhuwallahu ahad sebanyak 11 kali. Jika mau, seseorang dapat shalat sebanyak 10 rakaat. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah Qulhuwallahu ahad 100 kali. Ini juga diriwayatkan dalam sejumlah shalat yang dilakukan orang-orang salaf dan mereka sebut sebagai shalat khair. Mereka berkumpul untuk menunaikannya. Mungkin mereka menunaikannya secara berjamaah,” (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, jilid 1, hal. 203).

Abdul Qadir al-Jilani (1077-1166)

Dengan mengutip doa dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, syaikh Abdul Qadir Jilani mengajarkan doa berikut:

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، مَصَابِيْحِ الْحِكْمَةِ وَمَوَالِيْ النِّعْمَةِ، وَمَعَادِنِ الْعِصْمَةِ، وَاعْصِمْنِيْ بِهِمْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ. وَلَا تَأْخُذْنِيْ عَلَى غِرَّةٍ وَلَا عَلَى غَفْلَةٍ، وَلَا تَجْعَلْ عَوَاقِبَ أَمْرِيْ حَسْرَةً وَنَدَامَةً، وَارْضَ عَنِّيْ، فَإِنَّ مَغْفِرَتَكَ لِلظَّالِمِيْنَ، وَأَنَا مِنَ الظَّالِمِيْنَ، اللهم اغْفِرْ لِيْ مَا لَا يَضُرُّكَ، وَأَعْطِنِيْ مَا لَا يَنْفَعُكَ، فَإِنَّكَ الْوَاسِعَةُ رَحْمَتُهُ، اَلْبَدِيْعَةُ حِكْمَتُهُ، فَأَعْطِنِي السَّعَةَ وَالدَّعَةَ، وَالْأَمْنَ وَالصِّحَّةَ وَالشُّكْرَ وَالْمُعَافَاةَ، وَالتَّقْوَى، وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ وَالصِّدْقَ عَلَيَّ، وَعَلَى أَوْلِيَائِيْ فِيْكَ، وَأَعْطِنِي الْيُسْرَ، وَلَا تَجْعَلْ مَعَهُ الْعُسْرَ، وَأَعِمَّ بِذَلِكَ أَهْلِيْ وَوَلَدِيْ وَإِخْوَانِيْ فِيْكَ، وَمَنْ وَلَدَنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Ya Allah limpahkan rahmat ta’dhim-Mu kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, lampu-lampu hikmah, tuan-tuan nikmat, sumber-sumber penjagaan. Jagalah aku dari segala keburukan lantaran mereka, janganlah engkau hukum aku atas kelengahan dan kelalaian, janganlah engkau jadikan akhir urusanku suatu kerugian dan penyesalan, ridhailah aku, sesungguhnya ampunanMu untuk orang-orang zhalim dan aku termasuk dari mereka, ya Allah ampunilah bagiku dosa yang tidak merugikanMu, berilah aku anugerah yang tidak memberi manfaat kepadaMu, sesungguhnya rahmat-Mu luas, hikmah-Mu indah, berilah aku kelapangan, ketenangan, keamanan, kesehatan, syukur, perlindungan (dari segala penyakit) dan ketakwaan. Tuangkanlah kesabaran dan kejujuran kepadaku, kepada kekasih-kekasihku karena-Mu, berilah aku kemudahan dan janganlah jadikan bersamanya kesulitan, liputilah dengan karunia-karunia tersebut kepada keluargaku, anaku, saudar-saudaraku karena-Mu dan para orang tua yang melahirkanku dari kaum muslimin muslimat, serta kaum mukiminin dan mukminat.” (Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Ghunyah al-Thalibin, juz 3, hal. 249)

Imam Ibnu Taimiyah (1263-1328)

Adapun malam Nishfu Sya'ban, maka sungguh telah diriwayatkan tentang keutamaanya dari hadits-hadits dan juga atsar serta nukilan dari skelompok ulama salaf bahwa mereka melakukan sholat di malam tersebut [Majmu' Fatawa Jilid 23, Halaman 132]

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (1503-1566)

Maka kesimpulannya, malam Nishfu Sya'ban ini memiliki keutamaan yang di dalamnya terdapat ampunan khusus dan terkabulnya doa secara khusus, itulah sebabnya Imam Asy-Syafi'i berkata bahwa Doa dikabulkan disaat-saat itu. [Al-Fatawa Al-Kubra Al-Fiqhiyyah: Jilid 2, Halaman 80].

Sayyid Utsman bin Yahya (1822-1913)

Sayyid Utsman bin Yahya (Maslakul Akhyar, halaman 78-80) menyebutkan doa berikut ini yang dibaca saat malam nisfu Sya’ban. 

 اَللّٰهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلَا يُمَنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا ذَا الطَوْلِ وَالإِنْعَامِ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ ظَهْرَ اللَّاجِيْنَ وَجَارَ المُسْتَجِيْرِيْنَ وَمَأْمَنَ الخَائِفِيْنَ   اللّٰهُمَّ إِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِيْ عِنْدَكَ فِيْ أُمِّ الكِتَابِ شَقِيًّا أَوْ مَحْرُومًا أَوْ مُقْتَرًّا عَلَيَّ فِي الرِزْقِ، فَامْحُ اللّٰهُمَّ فِي أُمِّ الكِتَابِ شَقَاوَتِي وَحِرْمَانِي وَاقْتِتَارَ رِزْقِيْ، وَاكْتُبْنِيْ عِنْدَكَ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ فِيْ كِتَابِكَ المُنْزَلِ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكَ المُرْسَلِ "يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ" وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَــالَمِيْنَ  

Artinya, “Wahai Tuhanku yang maha pemberi, engkau tidak diberi. Wahai Tuhan pemilik kebesaran dan kemuliaan. Wahai Tuhan pemberi segala kekayaan dan segala nikmat. Tiada tuhan selain Engkau, kekuatan orang-orang yang meminta pertolongan, lindungan orang-orang yang mencari perlindungan, dan tempat aman orang-orang yang takut. Tuhanku, jika Kau mencatatku di sisi-Mu pada Lauh Mahfuzh sebagai orang celaka, sial, atau orang yang sempit rezeki, maka hapuskanlah di Lauh Mahfuzh kecelakaan, kesialan, dan kesempitan rezekiku. Catatlah aku di sisi-Mu sebagai orang yang mujur, murah rezeki, dan taufiq untuk berbuat kebaikan karena Engkau telah berkata–sementara perkataan-Mu adalah benar–di kitabmu yang diturunkan melalui ucapan Rasul utusan-Mu, ‘Allah menghapus dan menetapkan apa yang Ia kehendaki. Di sisi-Nya Lauh Mahfuzh.’ Semoga Allah memberikan shalawat kepada Sayyidina Muhammad SAW dan keluarga beserta para sahabatnya. Segala puji bagi Allah SWT.”

Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki (1910-2004)

Dalam kitab Madza fi Sya’ban karya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki menulis tiga amalan dalam Nisffu Sya’ban:

Pertama, memperbanyak doa. Anjuran ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “(Rahmat) Allah SWT turun ke bumi pada malam nisfu Sya’ban. Dia akan mengampuni segala sesuatu kecuali dosa musyrik dan orang yang di dalam hatinya tersimpan kebencian (kemunafikan),” (HR Al-Baihaqi).

Kedua, membaca dua kalimat syahadat sebanyak-banyaknya. Dua kalimat syahadat termasuk kalimat mulia. Dua kalimat ini sangat baik dibaca kapan pun dan di mana pun terlebih lagi pada malam nisfu Sya’ban. Sayyid Muhammad bin Alawi mengatakan, “Seyogyanya seorang muslim mengisi waktu yang penuh berkah dan keutamaan dengan memperbanyak membaca dua kalimat syahadat, La Ilaha Illallah Muhammad Rasululullah, khususnya bulan Sya’ban dan malam pertengahannya.”

Ketiga, memperbanyak istighfar. “Istighfar merupakan amalan utama yang harus dibiasakan orang Islam, terutama pada waktu yang memiliki keutamaan, seperti Sya’ban dan malam pertengahannya. Istighfar dapat memudahkan rezeki, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadits. Pada bulan Sya’ban pula dosa diampuni, kesulitan dimudahkan, dan kesedihan dihilangkan.

Meneladani para sholihin di Malam Nisfu Syakban untuk tahun 2022 ini adalah di hari Kamis malam Jum’at, mulai Maghrib 17 sampai Fajar di 18 Maret 2022.

Wallohu A’lam. 

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More