Minggu, 14 Oktober 2018

DAKWAH, TAHADDUST, ATAU PAMER?

Pagi2 Semprul memotong batang pisang Kepok...ketika Kemprul lewat sambil naik sepeda. Kemprul berhenti dan dalam keadaan masih di atas sepeda, Kemprul bertanya:

Kemprul: "Prul...ibadah itu ikhlas atau tidak...siapa yang menilai?"

Semprul: "Allah SWT..."

Kemprul: "Kalau ada yg mengumumkan dirinya sudah sholat atau sedekah dan ibadah lainnya kepada orang lain...berarti dia ikhlas ibadah dakwah atau tahaddust hinnikmat ya Prul?"

Semprul: "Ya itu tergantung...Allah SWT yg menilai...dan orang yg bersangkutan mestinya tahu dirinya ikhlas atau tidak."

Kemprul: "Oh...berarti yg melakukan tahu ya Prul...ikhlas atau tidak?"

Semprul membatin..."Jangan2 gara2 aku upload di FB kemarin..."Alhamdulillah...rasanya bahagia bisa tahajjud."

Semprul kemudian dengan gelapan: "Ya iya Prul...tahu2."

Kemprul tersenyum "He he he he." Sambil pergi meninggalkan Semprul yg celingukan dan pringas-pringis sendirian.

(Kalitirto, 14 Oktober 2018)

Selasa, 09 Oktober 2018

Lulus Ujian dengan Kembali


Semprul menjadi kelimpungan saat melihat berita di TV tentang bencana Gempa dan Tsunami di Palu. Ia seakan merasakan betapa beratnya ujian mereka yang terdampak bencana tersebut. Ketakutan, kebingungan, harapan, dan kegelisahan pasti meliputi mereka yang ada di sana.

Dari lubuk hati yang terdalam, ia membatin mudah-mudahan Allah SWT memberikan mereka kesabaran dan keteguhan iman. Mampu menata hati untuk tetap ikhlas di tengah bencana yang dahsyat tersebut. Semprul teringat bencana serupa di Aceh, Bantul, dan Lombok, kemudian Semprul berdoa: “Mudah-mudahan Allah SWT menganugerahkan masyarakat di Palu kekuatan untuk bangkit kembali, seperti mereka yang dulu terkena bencana di Aceh, Bantul, Lombok.”

Bencana seperti di Palu, sebagaimana Lik Qosim menjelaskan saat kultum di Musholla Al-Hidayah, bisa menjadi cobaan ujian, sebagaimana ayat 155 sampai dengan ayat 157 surat Al-Baqarah: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,”Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Lik Qosim melanjutkan bahwa bencana yang terjadi dilihat dari reaksi orang-orang yang terdampak bisa jadi merupakan:
1. Pemuliaan derajat di sisi Allah SWT, kalau mereka menyikapi dengan keridloan, kedamaian, kesadaran dengan kehendak Allah dan penafian diri sepenuhnya dalam cobaan hingga saat berlalunya.
2. Penyucian jiwa bagi yang menyikapinya dengan sabar, tidak mengeluh, lebih rajin menunaikan perintah, dan tidak enggan serta patuh kepada Allah SWT.
3. Teguran ataupun hukuman kalau bagi yang menyikapinya dengan kurang sabar, mengaduh, meratap, dan mengeluh.

Lik Qosim menegaskan bahwa: “Jiwa-jiwa yang Ikhlas atau yang sedang belajar menuju Ikhlash biasanya ada pada nomor 1 dan 2. Mereka tabah karena sadar bahwa dunia dan segala isi kehidupannya adalah ujian untuk Kembali Kepada Allah SWT atau inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.”

Semprul membatin, “Aku dulu waktu gempa di Bantul, masuk kategori yang mana ya? Aah entahlah…”

(Kalitirto, 9 Oktober 2018)

Jumat, 05 Oktober 2018

Tafakkur, Instrumen Meng.Nol.kan Ego

Semprul mengurai kembali pengalaman batinnya dalam keheningan wiridnya sebelum fajar tadi. Sudah beberapa hari ini Semprul melakukan saran Kemprul untuk membaca Surat Al-Ikhlas dengan niat memohon petunjuk kepada Allah SWT agar bisa menjalani kehidupan dengan lebih Ikhlas. Surat Al-Ikhlas dibaca berulang kali setelah sebelumnya membaca Istighfar, sholawat, dan Kalimah Thoyyibah La Ilaha Illalloh, dan Muhammadurrasululloh.

Awalnya, sehingga Semprul melakukan wiridan tersebut…saat ia melihat Kemprul duduk berdzikir lebih lama daripada orang-orang lainnya setelah sholat jamaah Maghrib.

Semprul: “Prul, Seringkali aku melihatmu berdzikir lama setelah sholat Maghrib.”

Kemprul: “Iya Prul, itu wujud kesungguhan dalam upaya untuk betul-betul menjadi hamba Allah SWT.”

Semprul: “Yang dibaca berdzikir apa Prul?”

Kemprul: “Semua kamu sudah hafal Prul. Cuma mungkin…selama ini kamu membacanya sambal lalu saja, sedangkan aku diajari untuk menghikmatinya, mentafakkurinya. Bacanya ya…istighfar, sholawat, dan la ilaha illalloh.”

Semprul: “Menghikmati, mentafakkuri…gimana caranya Prul.”

Kemprul: “Kalau kamu ingin sawahmu hasilnya lebih banyak dari biasanya gimana Prul?”

Semprul: “Iya aku cari ilmunya, aku lihat kekurangan2 pengarapannya selama ini, aku pupuk, aku obati kalau kena hama.”

Kemprul: “Lha itu, begitu juga kalau kamu ingin lebih banyak menghikmati dan mentafakkuri bacaan dzikir2 itu, kamu coba ulang-ulang, dipelajari maknanya, dirawat dengan istiqomah melakukannya.”

Semprul: “Ooh…kalau aku memulai seperti kamu boleh Prul?”

Kemprul: “Ya boleh saja, yang penting Ikhlas-kan niat.”

Semprul: “Lha, kembali lagi Surat Al-Ikhlas…he he he.”

Kemprul: “Iya…kamu baca Istighfar, sholawat, la ilaha Illalloh, muhammadur rasulullah, kemudian surat Ikhlas berkali-kali.”

Kemudian Semprul menjalaninya…beberapa hari kemudian karena kalau habis sholat Magrib Semprul merasa kurang Khusyu’…Kemprul memberikan saran untuk membacanya setelah sholat Tahajjud. Setelah beberapa minggu Semprul dzikir setelah Sholat Tahajjud, ia mendapat pengalaman batin saat ia berdzikir.

Semprul berniat akan menanyakan pengalamannya kepada Semprul. Sebetulnya, Semprul ingin sekali segera bertemu Kemprul, namun entah beberapa minggu ini ia tidak pernah bertemu dengan Kemprul. Semprul dengan tanpa kesadaran penuh…tiba2 mengucap dengan lirih..”mudah2an Allah SWT menganugerahkan kesehatan kepada Kemprul. Amin…”

(Kalitirto, 5 Oktober 2018)

Senin, 01 Oktober 2018

Tak Usah Gelisah, Berlabuhlah

Pengajian Rutin Musholla Al-Hidayah malam itu tdk seperti biasanya. Lik Qosim tdk bisa hadir malam itu. Pesan Lik Qosim, Kemprul yg menggantikan.
Awalnya, seperti biasa Kemprul memulai di atas mimbar, tapi hanya pembukaan, lalu Kemprul minta izin untuk menyampaikan ceramah sambil duduk bersama jamaah.
Lha...yg menarik tema pengajian yg tdk biasa. Kemprul menyampaikan bahwa tema pengajian adalah "Tak Usah Gelisah, Berlabuhlah".
Lik Abdul mendengar tema itu, berbisik kepadaku "Wah...Kemprul mau berpuisi." Aku tersenyum saja mendengarnya. Tiba2 aku menjadi kaget dan konsentrasi penuh mendengar Kemprul menyampaikan...
Kemprul: "Makna Allahu Ahad menurut ahli tafsir bahwa Allah Esa karena satu-satunya. Tidak ada yg menyamai kekuasaan, rahmat kasih sayangnya, ataupun kreatifnya. Bapak ibu, saudara saudari rohimakumulloh. Kalau keyakinan kita penuh dalam dada, maka kita pasti bangga diberi imam kepada Allah SWT dan dengan suka rela kita menyerahkan hidup mati kita kepada Allah SWT, sebagaimana doa ifititah innasholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil alamin. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, matiku adalah milik Allah dan kudedikasikan untuk Allah tuhan semesta alam."
Kulihat Kemprul menyampaikan dengan mantap...ia mengambil nafas panjang dan kemudian melanjutkan...
"Allah SWT berfirman setelah Allahu Ahad, adalah Allahus Shomad. Allahus Shomad menurut ahli tafsir adalah Dzat yg sangat tepat, kuat, dan nyaman untuk bertawakkal. Bagaikan bantal kapas yg nyaman untuk disandari. Jadi...Bapak2, ibu2, saudara-saudari rohimakumulloh...kedalaman pemahaman terhadap Allahu Ahad dan kemantapan keyakinan terhadap Allahu Ahad...akan mendorong seseorang berpasrah atau bertawakkal atau berlabuh kepada Allah SWT. Mereka2 yang mampu seperti ini jarang resah, gelisah, takut, karena mereka punya Allah SWT Tuhan semesta alam. Bila kegelisahan mulai menjalari hati, mereka mengingat Allah SWT, maka terpupuslah kegelisahan itu."
Sayup2 terdengar...Allahu Akbar, Allahu Akbar...Semprul kaget dan membuka matanya...kemudian mengucapkan Alhamdulillah2.
Semprul tadi ternyata sedang duduk beristighfar dan bersholawat...lalu seperti mimpi kejadiannya...namun Semprul bersyukur mendapatkan pelajaran yg sangat bermakna.
Semprul kemudian berdiri dan merasakan hatinya bahagia dan badannya segar. Kemudian dia menuju sumur di belakang rumahnya untuk berwudlu.
(Ngabar, 30 September 2018)

Mengenal.Nya Sungguh Membahagiakan

Saat itu, mendung agak tebal menghiasi sore. Semprul dan Kemprul duduk santai di tanggul selokan Mataram. Satu saat, Kemprul menghela nafas panjang, kemudian berkata:
Kemprul: "Prul, selokan ini dulu atas ide HB IX, salah satu raja terbaik yang dikenang rakyat Jogja sebagai raja yg bijak. Selokan Mataram ini dulu dibangun untuk siasat menghindarkan rakyat Jogja dari Kerja Paksa penjajah Jepang."
Semprul: "Iya Prul, malah banyak yg cerita beliau waktu mengusir penjajah Jepang, beliau terlihat di banyak tempat pada waktu bersamaan."
Kemprul: "Waktu pemerintah RI mengungsi ke Jogja, beliau menanggung gaji pemerintah saat itu. Beliau juga banyak diceritakan blusukan ke sentra2 kegiatan rakyat. Bahkan karena ada yg tdk tahu kalau beliau HB IX, rakyat meminta beliau untuk membantu menaikkan padi ke gerobak, dan beliau melakukan itu dengan tanpa canggung sedikitpun."
Semprul:"Apik tenan ya Prul?"
Kemprul diam dan pandangannya menerawang. Matanya terlihat mengembun. Kemudian dia berkata...
Kemprul: "Seandainya...ini seandainya Prul, beliau masih hidup dan bilang ke kamu...Sy Raja Jogja, kamu jawab apa Prul?"
Semprul: "Ya saya jawab Prul, Sendiko Sinuwun, Ya siap Paduka."
Kemprul: "Kalau beliau menyuruhmu...Semprul katakan bahwa HB IX adalah Raja Jogja, kamu mau Prul?"
Semprul: "Ya mau Prul, dengan hati bahagia berbunga2 aku akan mengatakan HB IX adalah Raja Jogja."
Kemprul dan Semprul kemudian sama2 diam...setelah beberapa saat...Semprul bertanya...
Semprul: "Prul, aku mau tanya kelanjutannya mendalami surat Al-Ikhlas agar mampu ikhlas dg sesungguhnya. Saat itu engkau menjawab dengan mendalami Surat Al-Ikhlas. Lalu mendalami Surat Al-Ikhlas caranya meng.nol.kan ego. Gambarannya seperti sahabat Bilal disiksa tetap teguh berkata Ahad, Ahad, Ahad. Lha kelanjutannya seperti apa? Bagaimana cara meng.nol.kan ego?"
Kemprul: "Caranya seperti engkau dengan hati berbunga bahagia mengatakan HB IX adalah Raja Jogja."
Semprul: "Lha...maksudnya gimana?"
Kemprul: "Saat seseorang mengetahui dg keyakinan sepenuhnya Bahwa Allah adalah Maha Esa, seperti keyakinanmu HB IX adalah Raja Jogja, maka orang itu akan berbunga hati bahagia mengatakan bahwa Allah adalah Esa."
Semprul: "Ooh...jadi sejak tadi...kamu menyampaikan kelanjutan aku belajar ikhlas tho?!"
Kemprul hanya tersenyum melihat Semprul keheranan...
(Ngabar, 29 September 2018)

Senin, 24 September 2018

Ikhlas dan Meng.Nol.kan Ego

Seusai membendung saluran air yang mengairi sawahnya, Semprul duduk mengawasi air yang masuk ke sawahnya. Semprul mengingat kembali percakapannya dengan Kemprul bahwa bisa jadi seseorang yang berumur 35 tahun mempunyai pemahaman yang tidak berbeda dengan anak SD tentang makna ‘Ahad’ dalam ayat 1 surat Al-Ikhlas.

Saat itu dia bertanya: “Memangnya makna Ahad yang dalam itu gimana?”

Kemprul menjawab: “Gambarannya seperti sahabat Bilal, saat beliau disiksa oleh tuannya karena masuk Islam, dicambuk, dijemur di padang pasir, ditindihkan badannya batu besar yang panas, beliau hanya menyebut Ahad, Ahad, Ahad.”

Saat itu Semprul reflex menjawab: “Waouw…sulit berarti ya Prul, praktisnya gimana caranya Prul?”

Kemprul menjawab: “Belajar meng.nol.kan ego dan berdoa.”

Semprul membatin: “Besok kalau ketemu Kemprul lagi aku akan tanyakan makna dari meng.nol.kan ego.”

Semprul kemudian berdiri mengelilingi sawahnya dan memperhatikan air yang mulai meresap ke sudut2 sawahnya. Sementara malam semakin lengang…dan sayup2 terdengar dialog Semar dan Mbilung dari radio di sebuah rumah tetangganya.

(Karangmalang, 24 September 2018)

Ikhlas: Ruh Amal

Musholla Al-Hidayah saat itu lengang…jamaah sudah pulang kecuali Kemprul dan Semprul. Musholla Al-Hidayah yang terletak di tengah2 kebun…agak jauh dari perumahan warga kampung…menjadikan suasana lenggang menentramkan.

Semprul duduk di serambi musholla, sementara Kemprul masih di dalam musholla. Semprul sengaja menunggu Kemprul, karena dia ingin benar2 belajar Ikhlas. Semprul melihat sosok Kemprul di dalam Musholla. Kemprul duduk bersila, tepekur diam…Semprul membatin: “apa yang sedang dilakukan Kemprul ya?” Saat Semprul membatin itu…Kemprul kelihatan bergerak dan berdiri dan berjalan menuju ke arah Semprul.

Kemprul: “Kok belum pulang Prul?”

Semprul: “Kan menunggumu.”

Kemprul: “Ada apa e?!”

Semprul: “Aku ingin belajar yang kemarin itu Prul…Ikhlas seperti surat al-Ikhlas…Tidak ada kata Ikhlas dalam surat Al-Ikhlas. Menurutmu bisa dimulai dari mempelajari Surat Al-Ikhlas lebih mendalam.”

Kemprul: “Ya memang benar seperti itu, kalau ada orang mengatakan bahwa dia melakukan shodaqoh, umpamanya. Dia bilang ‘saya ikhlas’ maka tidak sama dengan Ikhlas dalam konsep surat al-Ikhlas. Ikhlas itu betul-betul tidak terlihat, karena sesungguhnya yang terlihat hanya indikatornya saja.”

Semprul: “Terus…mempelajari ikhlas dari surat Al-Ikhlas itu mempelajari ayat-ayatnya kan?!”

Kemprul: “Benar…tapi ini dulu Prul…ikhlas itu benar2 tidak terlihat, sebagaimana dlgambarkan oleh seorang ulama besar Prul, namanya terkenal disebut dengan Ibnu Athaillah As-Sakandari. Menurutnya Ikhlas itu ruh dari amal. Sebagaiamana ruh kita yang tidak kelihatan, maka ruh amal juga tidak kelihatan. Sebagaimana ruh pada tubuh yang mempunyai daya hidup, yang apabila ruh tidak ada tubuh menjadi mati, maka amal juga seperti itu, kalau tidak ada ikhlas, maka amal kita seperti bangkai.”

Semprul: “Mati…seperti bangkai…emm…”

Kemprul: “Lha…untuk bisa benar2 Ikhlas…maka seseorang harus benar menghikmati Al-Ahad…Qul Huwa Allohu Ahad. Katakanlah, Dia adalah Esa.”

Semprul: “Aku sejak dulu sudah hafal Prul.”

Kemprul: “Ya benar juga, anak SD juga hafal. Namun sekarang umurmu sudah 35an tahun, apakah sudah
lebih mendalam maknanya daripada anak SD.”

Semprul: “Mendalam gimana maksudnya?”

Kemprul: “Salah satunya, apakah kamu sudah benar2 merasa diperintah Allah SWT untuk mengatakan Allah adalah Esa? Al-Qur’an itu untuk pedoman untuk kita bagaimana cara beriman, beribadah, dan bermuamalah. Oleh karenanya saat ada ayat ‘Katakanlah Allah adalah Esa’, maka kita juga selayaknya meniru Rasulullah SAW juga mengatakan Allah adalah Esa.”

Semprul: “Iya ya, aku baru kepikiran sekarang. Berarti aku seperti anak SD ya Prul he he.”

Kemprul: “Masak ada anak SD umur 35 tahun Prul…he he."

Kemprul dan Semprul tersenyum…seperti senyum rembulan di tanggal 6.

(Kalitirto, 21 September 2018)

Jumat, 21 September 2018

ORANG PINGGIRAN DALAM PANDANGAN RASULULLAH SAW

Hadis Pertama:

Dari Mush’ab bin Sa’ad, beliau berkata bahwa Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu memandang dirinya memiliki keutamaan di atas yang lainnya (dari para sahabat). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Bukankah kalian ditolong (dimenangkan) dan diberi rezeki melainkan dengan sebab orang-orang yang lemah di antara kalian?”

[Imam al Bukhari, di dalam Shahih-nya, Kitab al Jihad was-Siyar, Bab Man Ista’ana bidh- Dhu’afa-i wash Shalihina fil-Harbi, nomor (2896) dari jalan Muhammad bin Thalhah, dari Thalhah, dari Mush’ab bin Sa’ad.]

Hadis Kedua:

Dari Mush’ab bin Sa’ad, dengan lafazh: Dari ayahnya (yakni, Sa’ad bin Abi Waqqash), ia menyangka bahwa dirinya memiliki keutamaan di atas yang lainnya (dari para sahabat), Maka Nabiyullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah menolong umat ini dengan sebab orang yang lemah dari mereka, yaitu dengan sebab doa mereka, shalat mereka, dan keikhlasan mereka”.

[Imam an-Nasa-i di dalam Sunan-nya (al-Mujtaba), Kitab al Jihad, Bab al Istinsharu bidh-Dha’if, nomor hadits (3178), dari jalan Mis’ar, dari Thalhah bin Musharrif]

Kamis, 20 September 2018

Ikhlas

Cuaca saat itu panas, Kemprul dan Semprul, dua sahabat sejak kecil bersepakat untuk berhenti di kedai dawet bu Merti untuk istirahat. Setengah hari mereka berkeliling untuk menyebar undangan pernikahan saudara sepupu Kemprul yang akan menikah di bulan Maulid dua pekan mendatang. Sambil menunggu dawet disediakan, mereka ngobrol dengan santai.

Semprul: “Prul, seminggu yang lalu saya mendengarkan kultum Malam Rabu di Musholla, lik Qosim yang menyampaikan, bahwa Ikhlas itu seperti surat Al-Ikhlas. Namanya surat Al-Ikhlas, tetapi di dalam surat tersebut tidak ada satupun kata yang menyebut kata Ikhlas.”

Kemprul: “Benar itu Prul, memang tidak ada satupun kata Ikhlas di dalam surat Al-Ikhlas. Berbeda dengan surat2 yang lain. Surat Al-Baqoroh ada kata Baqoroh, surat Al-Falaq menyebut kata Al-Falaq, surat An-Nas menyebut kata An-Nas.”

Semprul: “Menurut lik Qosim, hal itu menunjukkan bahwa Ikhlas itu benar-benar hanya untuk/karena lil-Allah ta’ala. Mulai ayat 1 sampai 4 semuanya menunjukkan Sifat-sifat Allah SWT.”

Kemprul: “Cocok Prul, lik Qosim terus menjelaskan gimana?”

Semprul: “Lik Qosim menjelaskan, kalau ingin belajar Ikhlas, maka belajarlah surat Al-Ikhlas secara mendalam.”

Kemprul: “Benar itu…”

Dawet datang dibawa bu Merti…ada tiga mangkuk…

Bu Merti: “Monggo…Silahkan…!”

Kemprul: “Njih…kok tiga bu?”

Semprul: “Tadi aku pesan tiga prul…kan ganjil lebih baik…he he.”

Kemprul dan Bu Merti tertawa bareng mendengar Semprul menjelaskan…

Kemprul: “Prul, kalau ingin belajar ihklas…yang satu mangkuk…dawetnya buat aku ya.”

Mereka bertiga tertawa bareng2…sampai2 bu Merti masih tertawa sambal duduk di depan gerobaknya.

Setelah meminum semangkuk dawet..Semprul kemudian bertanya.

Semprul: “Prul…aku ingin belajar ikhlas beneran.”

Kemprul: “Ya itu tadi Prul, bisa dimulai dengan memahami surat Al-Ikhlas.”

Semprul: “Aku diajari ya.”

Kemprul: “Insya Alloh.”

Semprul melanjutkan minum mangkuk kedua dawetnya…ada perasaan bahagia dan serasa manis seperti dawet yang ia minum…ia membatin: “Ikhlas seperti surat al-Ikhlas…Tidak ada kata Ikhlas dalam surat Al-Ikhlas. Sepertinya menarik ini.”

(Kalitirto, 20 September 2018)

Sabtu, 29 November 2014

Segala Puji (hanya pantas bagi) Allah SWT

اَلْـحَمْدُ لِلَّهِ



Sesungguhnya kalimat “Al-Hamdulillah” menunjukkan makna bahwa tidak ada yang pantas/berhak dipuji kecuali Allah swt. 

Argumentasi logis menunjukkan kebenaran hal ini, dengan dalil-dalil sebagaimana berikut:

1.  Kalau Allah swt tidak menciptakan sesuatu yang menarik hati bagi orang dermawan untuk memberi sedekah atau manfaat bagi orang lain, maka tidaklah orang dermawan tersebut akan memberi. Dan yang membuat hati orang dermawan tertarik untuk memberi adalah Allah swt, oleh karenanya ketika ada pujian untuk seseorang yang dermawan, maka hakikatnya pujian terbut adalah untuk Allah swt, karena Allah swt lah yang menciptakan ketertarikan kepada dermawan tersebut untuk memberi.

2.  Sesungguhnya seseorang yang memberikan kebaikan kepada orang lain mempunyai pamrih dengan perbuatannya, baik berupa imbalan, pahala, pujian, melakukan kebenaran, menekan sifat bakhil, dan lain-lain. Dan orang yang berpamrih dengan pemberian atau kebaikannya, sejatinya tidak berhak mendapatkan pujian. Dan, Allah swt adalah Maha Sempurna yang tidak lagi perlu mencari imbalan untuk melengkapi KesempurnaanNya. Karena mencari sesuatu yang yang sudah menjadi miliknya adalah mustahil. Pemberian Allah swt adalah ke-Maha Pemberiannya yang sempurna, Kebaikan yang yang murni. Oleh karenanya hanya Allah swt lah yang berhak dan pantas untuk dipuji.

3.     Setiap kenikmatan merupakan sesuatu yang mungkin wujudnya. Sesuatu yang mungkin wujudnya, pasti Allah swt yang mewujudkannya, baik perwujudannya itu secara langsung ataupun dengan perantaraan. Allah swt dalam hal ini berfirman:
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An-Nahl: 53).

Al-Hamdu tidak mempunyai makna kecuali mengungkapkan pujian kepada pemberi kebaikan/manfaat, dan tidak pemberi sejati kecuali dari Allah swt. Hal ini memastikan bahwa tidak ada yang berhak atas pujian kecuali Allah swt.

4.     Sebuah kenikmatan tidak sempurna kecuali mempunyai tiga hal yang berkumpul di dalamnya, yaitu (a) memberikan manfaat, dan untuk bisa merasakan manfaat ini maka seseorang harus hidup dan bisa merasakan. Dan yang menganugerahkan hidup dan bisa merasakan adalah Allah swt. (b) sebuah manfaat tidaklah sempurna kecuali kosong dari sesuatu yang membahayakan dan kesusahan, dan mengosongkan diri dari sesuatu bahaya dan kesusahan tidak akan berhasil kecuali mendapatkan pertolongan dari Allah swt. (c) sebuah manfaat bukanlah kenikmatan yang sempurna kecuali ada jaminan tidak akan terputus, dan hal ini tidak bisa dicapai kecuali dengan pertolongan Allah swt. Oleh karenanya, merupakan kepastian bahwa nikmat yang sempurna tidak akan muncul kecuali dari Allah swt.


Dan karenanya, sungguh tidak berhak mendapatkan pujian yang sempurna kecuali Allah swt. Argumen-argumen di atas menunjukkan kebenaran firman Allah SWT “Al-Hamdulillah”, Segala Puji (hanya pantas) Bagi Allah.

(Terjemah dari Kitab Tafsir Al-Fatihah, karya Syaikh Asmuni)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More